Prolog

107 17 8
                                    

Apa yang harus aku mulai katakan jika sesuatu memaksaku mengingat sosok Nana? Lelaki yang berhasil membuatku jatuh cinta dalam penyesalan belaka.

Mengingat perihal namanya saja sudah membuatku berhasil tersenyum dan menangis secara bersamaan. Terdengar gila? namun begitulah adanya. Sampai diri ku sendiri tak mampu lagi mengingat serangkaian peristiwa yang terjadi diantara aku dengan lelaki pemilik senyum terindah itu.

Na, apa kabarnya? kuharap selalu baik-baik saja. Sama seperti janji kita terakhir kali di kota Yangyang-gun, atau lebih tepatnya pantai Naksan yang menjadi saksi bisu kala itu. Pantai yang memiliki segudang kisah kita didalamnya. Bahkan menjadi tempat bersejarah sebab cinta kita terukir sejati disana.

Aku masih teringat tentang berbagai ucapan manis dari mulutmu, yang mengajarkanku bagaimana arti kehidupan yang sebenarnya. Aku pun jadi tahu bagaimana definisi dewasa itu seperti apa. Dan pemikiran mu mengenai filosofi cantik untuk seorang wanita yang berhasil membuatku tertegun.

Na, berkat pantai aku dan kamu berhasil menyatu. Namun berkat pantai pula aku harus membencimu. Dan berkatmu juga, aku membenci pantai, bahkan lautan sekalipun. Hubungan kita seunik inikah? Layaknya cinta segitiga diantara aku dan kamu, pantai Naksan menjadi saksi hubungan kita dari awal sampai akhir.

Kau mau tahu bagaimana kabarku? Jika ku jawab aku baik-baik saja maka aku akan sangat berbohong. Sebab bagaimana bisa aku bertahan sejauh ini bahkan hidup tanpa sosok menakjubkan seperti kamu? Tak apa, mungkin ini takdir terbaik yang semesta berikan kepada kita berdua. 

Aku tak mampu menulis apa-apa lagi, sebab kurasa ini lebih dari cukup. Mulai menyebut namamu saja berhasil membuat bulu kuduk ku merinding. Dan mau tak mau seolah aku terpaksa masuk dalam dimensi ruangan penuh memori bersama kamu satu tahun yang lalu. 

»» ⓒⓐⓣⓐⓢⓣⓡⓞⓟⓗⓔ ««

Naksan Beach, 2021.

"Hyun-ah!"

Lelaki itu memanggilku lagi ke-sekian kalinya pada hari ini. Aku baru saja selesai bekerja di kedai ramyeon Ra-Ra. Melepas apron di tubuhku lantas berlari menghampiri Na Jaemin yang sedang sibuk mengambil foto di setiap sudut pantai Naksan. 

Senyumnya masih sama, tak pernah luntur seperti sejak pertama kali kita bertemu. Setiap kali aku berjalan menghampirinya, lelaki bermarga Na itu selalu saja menatapku dengan tulus sambil tersenyum. 

Dan setelah aku tepat berdiri di dekatnya, Na Jaemin atau yang akrab ku panggil Nana akan mengusak gemas rambutku sampai aku merasa kesal. 

"Udah selesai kerjanya?" tanya Nana, seraya iseng mengarahkan kamera miliknya padaku.

"Udah, ada apa? Mau ajak aku main selancar lagi? Gak mau yaa!"

"Bukan kok."

Aku menatap kedua netra legam milik Nana, dilihatnya sebuah keseriusan yang tersirat disana. Sepertinya lelaki itu akan mengatakan suatu hal penting padaku. Dan benar saja, Nana langsung menghentikan kegiatannya untuk memotret sekeliling, lantas melangkahkan kakinya untuk mendekatiku.

"Cuti kerjaku bakal selesai beberapa hari lagi, tapi aku gak rela buat pulang dari sini."

Mendengar itu aku terdiam sejenak, lantas berusaha tersenyum dan mendonggakan kepalaku lagi untuk menatap matanya.

Catastrophe | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang