Tanggal 1

223 18 5
                                    

Suara pintu yang didobrak tidak mengacaukan sama sekali tindakan laki-laki ini. Ia tetap menatap kosong ke depan, sambil memegang cutter yang sedari tadi dengan lancar menaruh tanda di pergelangan tangannya.

"Zweitson!" Teriak seseorang sebelum akhirnya berjalan mendekati laki-laki ini.

"Kamu kenapa lagi?" Suaranya melembut, tidak ingin menambah buruk keadaan.

Zweitson tersenyum, menatap nanar kakaknya itu. Tak lama melempar jauh cutter itu, kemudian menangis. Cairan merah yang mengalir di pergelangan tangannya mulai mengotori lantai.

"Aku ga pantes hidup kak. Aku cuma bisa buat semua orang susah. Aku cuma bisa bikin kak Fenly dipukulin papa setiap hari."

Fenly mengusap punggung adiknya itu, membiarkan dia tetap menangis sambil mulai menutup luka-luka di pergelangan tangan adiknya dengan plester luka.

"Aku nyusul mama aja ya kak? Kasihan kak Fenly." Tangis Zweitson semakin menjadi-jadi. Fenly langsung menangkup adiknya itu ke dalam pelukannya.

Fenly bukan seorang psikolog, dia tak tau bagaimana cara menangani adiknya ini. Setidaknya, ia akan memberi rasa nyaman dan aman kepadanya.

"Soni jangan ngomong begitu lagi. Kak Fenly udah janji bakal jagain kamu dan selalu ada buat kamu. Kakak gak susah kok, malahan kakak bakalan sedih banget kalau kehilangan kamu. Kakak ga bakal bisa maafin diri sendiri kalau ada apa-apa sama kamu. Kamu adalah orang paling penting dan berharga di hidup kakak. Kalau Soni memang sayang dan peduli juga sama kakak, tolong sayangin juga diri kamu sendiri ya." Fenly mati-matian menahan air matanya, ini bukan kali pertama ia mendapati adiknya melakukan hal ini.

"Aku takut kak."

Fenly mengencangkan pelukannya, berusaha memberi rasa aman pada adiknya ini.

"Aku takut ketemu papa, aku takut ke sekolah, aku takut kak."

"Jangan takut, kakak udah janji buat selalu jagain dan ada buat Soni. Kalau ada yang gangguin kamu, langsung kasih tau kakak ya. Jangan takut."

"Maafin aku nyusahin kak Fenly."

"Enggak, kamu gak salah apa pun, jangan khawatir lagi ya."

"Iya kak."

*****

"Eh cupu! Sini!"

Zweitson mempercepat langakahnya berusaha mengabaikan apa pun panggilan untuknya. Namun terlambat, 4 orang pentolan sekolah itu sudah menariknya masuk ke dalam toilet sekolah.

"Mana dompet lo?!" Kata salah satu dari mereka.

"Buat apa?"

"Ga usah banyak tanya, mana sini?" Dua diantara mereka berusaha menarik tas Zweitson, yang susah payah ditahan olehnya.

"Lepasin tasnya gak?!"

"Gak!"

"Sialan!!" Laki-laki dengan rambut berantakan itu menendang perut Zweitson keras, membuatnya terpental jatuh ke belakang.

Belum puas, mereka menyiram Zweitson dengan air sisa pel yang ditinggalkan cs sekolah.

"Woe!" Seseorang keluar dari salah-satu bilik kamar mandi.

"Lo gak usah ikut campur lagi Ji!"

"Kalian ganggu gue lagi pipis, jadi gue ada hak buat ikut campur." Jawabnya.

"Terus lo mau apa??!" Kata laki-laki dengan nametag Ananda itu.

"Gak usah sok pahlawan Fajri!" Timpal yang lain.

Thegar  || UN1TY -fanfict-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang