Tanggal 4

94 14 4
                                    

Zweitson memutar pelan ganggang pintu, sekarang masih pukul 06.00 pagi. Seharusnya Fenly belum bangun, karena ia berangkat kuliah jam sembilan. Lebam di muka Zweitson bekas kemarin masih membekas. Kemarin ia pulang setelah Fenly sudah tidak ada di rumah. Dan mengurung diri di dalam kamar semalaman. Selain untuk belajar sesuai tuntutan ayahnya, juga untuk bersembunyi dari Fenly.

Kepala Zweitson menoleh ke kanan, kiri, depan, ke segala arah untuk memastikan Fenly belum bangun. Akhirnya Zweitson berani keluar kamar, dengan seragam putih abunya. Ia berjalan perlahan ke pintu utama.

"Pagi banget."

Rasanya jantung Zweitson jatuh ke telapak kaki, mendengar suara Fenly dari belakangnya. Zweitson belum berani berbalik, ia tetap pada posisinya.

"Kak Fenly, tumben udah bangun."

"Iya, habis dari toilet. Kamu juga tumben pagi banget berangkat ke sekolahnya."

"Hahaha iya kak, hehe." Zweitson bingung bagaimana caranya kabur tanpa dicurigai Fenly sekarang.

Fenly merasa ada yang aneh dengan adiknya itu, kenapa ia tidak berbalik dan tetap berbicara membelakanginya. Fenly berjalan mendekati Zweitson.

"Son?"

"Hah? Kak Fenly jangan deket-deket deh!"

"Eh, kenapa?"

"Eee itu."

"Kenapa sih kamu?"

"Aku lagi flu, jadi jangan deket-deket. Ntar ketularan."

"Ohh. Yaudah."

"Hehe iya, yaudah kak. Soni berangkat ya."

"Iya hati-hati, ntar beli vitamin sendiri ya ke apotek."

"Siap kak."

Zweitson segera keluar rumah, dan sedikit berlari menjauhi rumahnya. Hampir saja ia ketahuan.

Zweitson beberapa kali tersandung dari tadi, kaca matanya yang patah kemarin belum bisa ia gunakan. Penglihatannya pun jadi sedikit terganggu sekarang. Zweitson hanya berdoa ia selamat sampai sekolah.

Tidak lama ia sudah sampai di halte, bus menuju sekolahnya baru akan tiba pukul 06.40, Zweitson datang lebih awal dan harus menunggu 30 menit lagi.

"Kak bisa minta tolong."

Seseorang menginterupsi lamunan Zweitson. Tampak seorang anak SMA, dengan seragam bukan dari sekolahnya tengah berdiri di depannya. Sedikit aneh dipanggil kakak oleh anak yang jauh lebih tinggi darinya.

"Iya?"

"Hpku ketinggalan di rumah, kalau balik bakalan jauh. Boleh pinjem Hp kakak buat nelpon ke rumah? Suruh mama bawain Hp ke sini."

"Oh iya, iya boleh."

Zweitson mengeluarkan ponselnya, membuka kunci layar utama dan langsung memberikannya pada anak di depannya.

"Makasih kak."

Tak lama, anak itu kembali memberikan ponsel itu kepada Zweitson, dan duduk disampingnya.

"Makasih banyak ya kak."

"Iya sama-sama."

"Sekolah di mana kak?"

"SMA 14."

"Ohhh, yang banyak anak bandelnya itu ya. Pantesan mukanya banyak lebam, habis tawuran ya kak?"

Zweitson terdiam, sekolahnya terkenal berprestasi memang. Bukan hanya di akademik dan non akademik. Namun juga selalu menang ketika ada tawuran.

"Oh iya, kenalin. Aku Fiki."

Thegar  || UN1TY -fanfict-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang