~ Tales of Gods Series ~
Vanam, negeri tersembunyi yang hanya terdiri dari pepohonan serta satwa langka, penuh misteri serta keajaiban. Di negeri Vanam, tinggallah Ila bersama keempat Penjaga Hutan. Mereka hidup dengan damai.
Suatu ketika, penyihir...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Frida datang!"
Bibiku yang sedari tadi memantau kota melalui jendela akhirnya bersuara. Beliau memang senang melihat pemandangan luar meski tidak semegah rumah yang kami diami. Dia yang sering menjagaku di rumah ketika orang tua kami tengah berpesta.
Aku yang tadinya membaca, memutuskan untuk mendekat dan bertanya. "Ke mana saja dia?"
Frida adalah kakakku. Dia sudah lama pergi bertualang entah ke mana, lebih tepatnya hampir dua bulan lamanya. Sudah jadi kebiasaan bagi sebagian keluarga di sibi kalau kami akan berburu alat sihir saat dewasa. Kebetulan Frida mendapat tugas setelah sepupu kami yang sampai sekarang belum jelas kabarnya.
Aku dan Frida beda sepuluh tahun sehingga dia terasa seperti bibi alih-alih kakak. Sama seperti kami sekeluarga, Frida memiliki kulit sawo matang yang mulus serta rambut hitam bergelombang sepinggang dengan mata sebiru langit malam.
Kakakku berjanji akan membawa pulang benda sihir yang paling kuat untuk kami sekeluarga menguasai dunia, yaitu Hutan Vanam beserta isinya.
Dari buku yang kubaca, Vanam merupakan hutan penuh sihir serta hewan menakjubkan menghias dunia. Bahkan bisa dibilang termasuk keajaiban dunia jika ada tidak dijaga oleh keempat penjaga itu.
Empat penjaga Vanam ini terdiri dari roh yang mampu mengendalikan alam sekitar dan bisa dibilang telah menaklukan beberapa keluarga penyihir.
Beberapa dari keluargaku sudah mencoba masuk, namun semua menyerah karena tidak berhasil menembus pembatas antara Vanam dan Davan. Pembatas yang dimasud memang terbuat dari sihir keempat penjaga itu, tapi tidak selamanya kuat. Di tahun ini, Frida berhasil pulang membawa prestasi.
"Frida!" Bibi berlari menyambut kakakku yang baru saja membuka pintu kamar.
Berbeda dari dugaanku, Frida kembali dengan badan yang utuh tanpa luka. Meski ada sedikit bekas goresan di wajah yang tidak kentara.
Di samping Frida, berdiri seorang gadis berkulit kuning langsat dengan rambut lebat dan mata cokelat. Dia bergandengan dengan kakakku sambil menatap seisi ruangan, matanya melebar seiring dia mengamati kamar ini.
Hingga dia menatapku.
Frida rupanya menyadari bahwa kami saling bertatapan. Dia tersenyum lalu mendekatkan gadis itu padaku.
Gadis itu hanya diam selagi mendekat. Wajahnya tidak tampak takut maupun malu, melainkan hanya kebingungan.
Sangat aneh tamu ini.
Aku mencoba menjadi ramah. "Halo, selamat datang. Aku Arman."
Frida kemudian menepuk bahu gadis itu. "Ini Ila. Ila, ini Arman, adikku."
Frida tidak menjelaskan dari mana asal gadis ini, dia tampak kebingungan seakan baru saja dibawa ke sini tanpa kejelasan. Atas perintah kakakku, aku lalu mengizinkan gadis asing ini menemaniku. Lumayan ada alasan untuk tidak belajar sihir.