-2-
PERTEMUAN
Ketika orang tuaku bertanya ada atau tidaknya seorang laki-laki yang mendekatiku aku akan cenderung mengabaikannya atau mengalihkan pembicaraan menjadi kita akan makan apa hari ini. Jujur saja aku cukup bersyukur papa dan mama bukan tipe orang tua pemaksa yang menginginkan aku cepat berumah tangga, tapi aku tahu kekhawatiran mereka. Akhirnya di sinilah aku mencoba berdamai untuk mau bertemu dengan lawan jenis.
Adik sepupu bosku yang bernama Gara itu sudah menghubungiku hanya beberapa menit setelah aku selesai berbicara dengan Mbak Citra satu minggu yang lalu. Satu minggu jeda karena aku yang terus mengulur waktu. Kata Mbak Citra, adiknya itu sangat senang karena aku mau bertemu dengannya yang sejujurnya tidak aku percaya, rasanya Mbak Citra hanya melebih-lebihkan saja. Terlalu negatif? Tidak juga aku hanya tidak suka menaruh harapan tinggi pada sesuatu yang tidak pasti.
Aku menatap datar pada pesan Gara yang mengatakan dia terlambat, satu nilai minus untuknya di mataku karena keterlambatannya. Mataku menatap sekeliling mencoba mencari objek yang bisa aku pandangi agar tidak bosan. Mataku tertuju pada sepasang orang tua di seberang jalan yang sepertinya sedang menunggu kendaraan umum. Aku tersenyum melihat si kakek yang dengan perhatian memperbaiki letak topi si nenek.
Bunyi lonceng pintu café membuatku mengalihkan perhatianku, mataku bertatapan dengan sepasang mata yang entah hanya perasaanku saja atau memang terlihat berbinar ketika melihatku.
Tidak perlu berpikir banyak, dia pasti Gara. Laki-laki ini sudah dewasa tapi matanya yang berbinar jahil dengan bulu mata yang panjang itu membuatnya seperti anak kecil yang nakal. Kesan pertamaku melihatnya adalah ramah. Dia ramah dan sejujurnya aku suka melihat matanya terutama bulu mata panjang yang membuatku iri itu. Gara mungkin bukan laki-laki paling tampan yang pernah aku lihat, tapi juga bukan laki-laki yang tidak memiliki pesona, terlalu mempesona malah. Lalu kenapa dia harus memaksa Mbak Citra untuk bisa berkenalan denganku? Aku yakin banyak perempuan di luar sana yang menyukainya.
"Hai, Renata. Aku Gara." Tangannya terulur ke arahku dengan senyum lebar yang tidak kunjung hilang dari wajahnya.
Aku tersenyum, mengulurkan tanganku, "Renata."
Laki-laki di depanku terkekeh kecil, masih menatapku dengan binar cerah di matanya yang sedikit menyipit karena tersenyum terlalu lebar, "Aku benar-benar menunggu lama untuk bisa berkenalan denganmu."
Aku mengangkat alisku, memaksakan senyumku karena tidak tahu harus berekspresi seperti apa, "Kamu tahu aku?" pertanyaan ini keluar karna memang aku penasaran ketikan Mbak Citra bilang adik sepupunya mengenalku.
Gara tertawa hingga matanya menghilang dan itu menggemaskan sekali, aku heran apa dia tidak lelah tersenyum dan tertawa terus-menerus seperti itu?
"Secara personal aku nggak kenal kamu, tapi aku tahu kamu sedikit. Makanya, sekarang aku mau kenal kamu lebih banyak." Mataku menyipit, apa dia menggodaku?
Bara masih tersenyum, tapi berbeda. Senyumnya lebih lembut. "Aku bertemu kamu di sini." Aku mengernyit.
"Di sini? Kapan?"
"Satu bulan yang lalu, kamu juga duduk di sini. Nggak Cuma di sini sebenarnya, aku melihat kamu di beberapa tempat," Gara tertawa, kali ini lebih keras. "Nggak, aku bukan stalker atau psikopat. Aku nggak ikutin kamu, benar-benar nggak sengaja. Jangan lihat aku dengan mata seperti itu."
Tawa Gara yang masih tertinggal membuatku mendengus, "Hanya lihatkan? Terus kenapa sampai mau ketemu aku?"
"Kamu ekspresif, ditambah aku sekarang tahu kamu lucu. Aku suka," Gara masih menatapku dan percayalah senyumnya belum juga menghilang. "Kalau boleh jujur aku juga bingung, tapi dimataku kamu benar-benar menarik."
"Kalau boleh jujur, aku nggak percaya." Aku mengangkat bahuku, sambil mengangkat tanganku memanggil pelayan. "Kamu mau pesan apa? Kamu belum pesan dari tadi."
Apa ada yang salah dengan wajahku? Kenapa dia terus melihatku? Gara kembali berbicara, setelah menyebutkan pesanannya. "Aku juga nggak minta kamu percaya sekarang, aku memang belum kasih bukti apapun ke kamu."
Aku menghela napas pelan, "Sebenarnya aku bingung, kita nggak saling kenal. Aku nggak tahu harus merespon kamu seperti apa."
"Mungkin ini terkesan buru-buru, tapi aku mau jadi orang spesial di hidup kamu." Kalau tadi aku bilang Gara terlihat kekanakkan, aku tarik ucapanku. Dia terlihat dewasa dengan ekspresi seriusnya.
------
Part ini pendek, tapi semoga part selanjutnya nanti bisa lebih panjang. Terima kasih sudah membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Just for You
ChickLitMungkin ini terkesan buru-buru, tapi aku mau jadi orang spesial di hidup kamu. - Gara