Nikah

448 84 18
                                    

Suatu hari telah kuucapkan
Kata-kata hingga akhirnya kau setuju
Melangkah bersama
Selamanya

Semua mungkin pernah merasa
Apa yang aku rasa
Sayang dengan teman yang selama ini ada

-Dengarkan Dia-

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•

Sumpah deg-degan banget, tangan Lastri gemetar karena beberapa menit lagi dia akan melaksanakan akad nikah yang dilihat semua orang. Terlebih malam tadi dia tidak bisa tidur sama sekali karena terlalu nervous dan membuatnya ngantuk berat pagi ini.

Ngomong-ngomong, dia tidak pernah membayangkan persahabatannya dengan Virgi bisa sampai sejauh jenjang pernikahan tanpa pacaran terlebih dahulu. Rasanya tidak akan mungkin, apalagi mengingat si Virgi jancuk itu sangat mencintai Airin sang artis ibukota.

Semalam dia sudah dimabuk berbagai rentetan nasihat yang diberikan oleh ibu bapak serta kedua kakaknya. Ibu bapak pun sama sekali tidak menyangka bahwa Lastri akan berakhir bersama Virgi, sementara Jisa, kakak tertuanya itu memang terlampau dekat mengetahui sampai kedalam-dalam dan sudah memprediksi hal ini sejak lama, tapi masih tidak menyangka kalau akan terealisasi, tinggal menunggu waktu yang tepat, katanya waktu itu.

"Kamu sebentar lagi udah mau jadi istri, bukan sebentar, tinggal ngitung jam malah. Apa rasanya?"

"Rasanya deg-degan, Bu. Ros masih nggak nyangka kalau jadi nikah." Lastri berujar serius sementara ibunya tergelak karena ucapannya.

"Kebanyakan nggak jadi nikah, sih kamu!"
Tanggapnya masih dengan gelak yang sama. Lastri jadi kesal.

"Ros dengerin ibu," Ibunya mengubah suara menjadi serius.

"Nanti kalau udah nikah itu masalahnya nggak akan gampang, dunia kamu akan sangat berubah dari yang sebelumnya. Sebelumnya kamu cuma mengurus diri kamu sendiri, besok kamu sudah harus mengurus suami kamu. Harus sabar, harus tahan..." Ibu berucap sambil mengelus puncak kepala Lastri.

"Belum lagi saat nanti kamu punya anak," Ibu berhenti saat Lastri tertawa.

Ucapan ibu tentang anak entah mengapa membuatnya ingin tertawa, membayangkan dia punya anak dari Virgi rasanya sangat menggelikan.

"Kenapa tertawa?"

"Engga pa-pa, ayo lanjutin bu, Ros mau denger semua."

"Mengurus anak dan keluarga kecil kamu itu beda dengan kamu mengurus ibu bapak. Ibu bapak masih bisa berdiri sendiri, beda dengan anak. Anak itu butuh dibimbing, butuh dipegang erat orangtuanya sampai dia dewasa dan paham tentang hidupnya sendiri. Ibaratnya seperti sedang berenang dilaut dalam, Kalau tidak diajari berenang dan pegangan dari orangtuanya terlepas, maka siap-siap anak itu akan tenggelam."

Lastri mendengar dengan baik ucapan ibunya tanpa membiarkan ada satu katapun hilang dari telinganya.

"Nanti, kalau kamu berantem sama Virgi, jangan menjunjung tinggi ego masing-masing. Jangan gengsi untuk meminta maaf duluan kalau kamu salah. Perdebatan perdebatan setelah menikah juga bukan sesepele Virgi yang sering nyolong makanan kamu, bukan juga semudah kamu yang sering gangguin Virgi tidur pake kemoceng."

Lastri menyengir lebar mendengar kalimat terakhir. Masih mendengarkan ibunya dengan saksama.

"Pokoknya harus saling mengerti, saling memahami dan melengkapi, kamu harus inget kata-kata ibu..."

Sekelebat ingatan tentang percakapan tadi malam bersama ibu mencuat begitu saja dalam lamunannya. Obrolan serius itu benar-benar membuat Lastri tercenung dan berpikir, apakah menjadi istri dan seorang ibu itu sulit? Ibu terlalu hebat bisa membesarkannya sampai melihatnya menikah seperti ini.

Dia menutup mata dan bertekad dalam hati, dia tidak akan mengecewakan ibunya.

***

Senyum terpatri diwajah Lisa, sang adik menyaksikan Lastri menikah dimasjid yang hanya beberapa langkah dari rumah itu tersenyum sangat geli. Bagaimana bisa kakaknya menikah dengan sahabatnya tetapi bapaknya Jefri selaku ustad kampung sebelah dan mantan calon mertua malah menjadi penghulu mereka berdua. Keadaan macam apa?

Akan ada judul sinetron baru sepertinya. Aku menikah dengan sahabatku tetapi mantan calon mertuaku malah menjadi penghuluku.

Terlalu konyol.

"Saya terima nikahnya Rosianna Nur Lastri binti Suyanto dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai," suara Virgi dengan mic dibarengi oleh sahutan "Sah" suara para saksi memancing tepukan tangan gemuruh didalam masjid yang telah ramai sejak diawal acara.

Entah ada apa, melihat itu mata Lisa menangis haru. Melihat kakaknya duduk berdua dengan Virgi yang biasanya dia panggil dengan embel-embel 'bang' itu membuatnya bahagia. Dia lebih percaya Lastri dengan bang Virgi daripada dengan mantan-mantan sebelumnya.

Sejenak teringat waktu dahulu, saat masih sekolah mereka suka bertengkar masalah sarapan atau berlomba siapa yang sampai sekolah duluan. Lastri memang sangat dekat dengan Lisa dan perdebatan perdebatan kecil khas adik-kakak lah yang membuat mereka saling membutuhkan.

Sedekat Lisa yang sering salah memakai dalaman Lastri yang ada dikamar mandi kalau lupa bawa dalamannya sendiri.

Wajahnya berpaling malu saat melihat kening kakaknya dicium oleh Virgi. Ritual menikah yang satu itu membuatnya mesem-mesem dengan wajah merah. Lastri pasti malu dan Lisa pasti akan meledek habis-habisan setelah ini.

Sedangkan Jenny, kakak keduanya Lastri itu sebenarnya masih merasa kesal dengan Lastri yang menikah melangkahinya. Tapi dibanding perasaan kesal, perasaan haru lebih mendominasi saat ini. Terharu karena akhirnya Lastri jadi menikah.

Seperti Lisa dan Jisa, Jenny juga dekat dengan Lastri. Anak gadis Suyanto itu memang dekat satu sama lain. Sejak dulu, Jenny yang paling sering mengalah dengan Lastri, tentang ayam goreng Jenny yang diberikan kepada Lastri walaupun dia masih kepengen, tentang dia yang rela jalan kaki karena motornya dipake Lastri, dan sesepele Jenny yang suka memberi kado berisi deodorant kepada Lastri.

Saat akad nikah sudah selesai dan orang orang mulai berhamburan keluar, Jenny menghampiri Lastri yang nampak canggung dengan Virgi. Jujur saja keadaan itu sangat lucu.

"CIEEE NIKAH"

Teriakan tiba-tiba dari Lisa mengagetkannya, Lisa meledek Lastri. Melihat itu apakah Jenny akan diam saja? Tentu tidak, dia harus turut serta mengambil bagian meledek Lastri juga.

"Cie, Pirgi lope Lastri terealisasi," ucap Jisa yang tertawa keras mengingat dulu pernah melihat Lastri yang menulis itu dibuku hariannya saat masih SD.

"Jadi buru-buru pengen dipanggil tante nih gue," menambahkan Jenny melihat Lastri yang wajahnya sudah padam. Entah karena malu atau menahan kesal. 

Sementara Virgi yang disamping Lastri hanya terkekeh sesekali mengurut tengkuk dengan dihiasi semburat merah.

"Berisik!" Satu kata yang Lastri layangkan semakin membuat mereka bertiga tertawa terpingkal. 

"Shh kalian ini suka banget godain Ros," ucap mama yang tiba-tiba gabung. Wajah Lastri sumringah telah dibela sang mama. 

"Nanti malem jangan lupa buat baby ya."

"Mamaaaa!"

Ternyata sama aja.

***

One Plus OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang