Chapter 2

86 16 4
                                    

Saat itu, hari sudah malam, sekitar pukul sembilan malam. Aku sudah siap untuk pulang ketika tiba-tiba saja Do Kyungsoo menghampiriku dan berkata, "Seseorang sedang menunggumu di luar."

"Siapa?" aku bertanya heran. Aku tidak memiliki seseorang yang bisa menungguku pulang di jam larut seperti ini.

"Seorang lelaki. Dia tinggi, bahunya lebar, dan yang paling penting, dia tampan."

"Kyungsoo, penjelasanmu tidak membantu sama sekali."

"Iya, dia memang tampan." Kyungsoo melanjutkan sambil berjalan bersamaku untuk keluar dari restoran ini. "Siapa, sih, namanya ya ampun… aku lupa padahal kau pernah mengenalkannya padaku."

Alisku lantas terangkat tinggi. "Sehun?"

"Ah iya!" Kyungsoo tersenyum lebar. Kemudian dia menunjuk pintu kaca restoran dan aku melihat punggung seorang lelaki yang kukenal sedang berdiri di sana. "Aku tidak sengaja melihatnya menunggu di sana. Dia terus-terusan melihat ke arah dalam dan aku langsung mengenalinya karena wajahnya yang tampan."

Aku terkikik. Kyungsoo memang sedikit berisik. Dia pantas menjadi seorang kepala chef yang sering mengomel dan memberitahu pesanan para pelanggan di dapur.

"Oh iya, aku pulang duluan, ya. Jongin pasti sudah menungguku." Katanya. Kyungsoo melambaikan tangan padaku seraya pergi meninggalkanku sendiri.

Aku menghela napas pelan. Baiklah. Selamat bertempur, Luhan!

Mencoba untuk biasa saja, aku keluar dari restoran dan menghampirinya yang kebetulan—mungkin— berbalik ke arahku. "Kau kenapa bisa ada di sini?" tanyaku padanya.

"Mengantarmu pulang?" dia seperti mempertanyakan jawaban yang dia berikan. Aku mengernyit ketika melihatnya berpikir sebelum akhirnya mengangguk-angguk kecil. "Sepertinya begitu."

Aku mendengus. "Kalau kau ragu, lebih baik aku pulang sendiri saja." Kataku lalu mengambil langkah pergi menuju halte yang tidak jauh dari restoran. Aku bisa mendengar Sehun memanggil namaku sebelum lelaki itu menahanku di lengan dan berkata, "Aku akan mengantarmu pulang, jangan khawatir."

"Ish, aku tidak khawatir." Aku menatapnya kesal dan dia hanya menatapku dengan kedua alis terangkat seolah mengatakan, 'yang benar?'.

"Lagipula biasanya aku juga pulang sendirian. Memangnya kau tidak sibuk?"

"Jangan kau pikir aku selalu sibuk mentang-mentang aku bekerja di perusahaan terbaik di Korea. Aku tidak sibuk sama sekali."

Tuh, kan. Sehun memang selalu tahu isi otak kecilku ini apa saja. Mengherankan sekali. Dibalik keherananku, aku justru bergumam, "Sombong sekali," sebagai tanggapan atas balasannya. Dia tertawa geli.

"Aku memang tidak sibuk." Kemudian dia menarikku untuk memasuki mobilnya yang terparkir di depan tempat kerjaku. Dia membukakan pintu untukku, dan memasangkan sabuk pengaman dan aku jadi kesal sebab... hei, aku bisa melakukannya sendiri! Dia ini memang ingin aku menendangnya secara refleks atau bagaimana?

Menyebalkan!

"Apakah pergi ke Praha, jarang mengabariku, dan sering menolak ajakanku untuk main bersama itu disebut tidak sibuk?" tanyaku setengah kesal. Dia sudah duduk di jok pengemudi dan menyalakan mesin mobil ketika aku bertanya demikian.

all nightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang