16. Zara

90 15 2
                                    

16

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

16. Zara

Juan tidak suka berada di sini. Selain karena tidak suka dengan papa tirinya, Juan juga tidak suka berdekatan dengan pria paruh baya itu. Maka malam ini, dengan setelan kaus putih, kemeja kotak-kotak, dan celana jin pendek di bawah lutut, Juan mencoba bersikap biasa-biasa saja ketika masuk ke ballroom hotel tempat  pesta perayaan anniversary sang mama digelar dengan mewah.

“Juan,” panggil Dian. Juan berjalan mendekatinya.

“Mama senang kamu mau datang, Sayang,” ujarnya seraya memeluk Juan sebentar dan mencium pipi putranya sekilas.

“Ma!” Juan memprotes. Tidak suka diperlakukan seperti anak kecil, sementara dia sudah sebesar ini.

Juan bahkan sudah bisa menghasilkan bocah juga, kan?

Tidak menghiraukan protesan Juan tadi, Dian malah menarik tangan Juan, menggiringnya putranya imenuju  suaminya.

“Pa.” Dian tersenyum menghampiri Haris, suaminya. “Lihat, Juan udah dateng,” ujarnya senang.

Juan hanya bisa mendengkus kasar menatap papa tirinya dengan datar. Dia pernah bertemu Haris berapa kali, salah satunya saat acara pernikahan kedua mamanya dulu. Yang hingga kini Juan  masih tidak rela Haris merebut mamanya dari papa kandungnya.

Ya, meski sekarang papa Juan sudah bahagia dengan keluarga baru mereka. Akan tetapi, Juan tetap saja tidak suka karena Haris adalah biang dari semua permasalahan keluarga mereka hingga kedua orang tuanya memilih bercerai.
Ah, lebih tepatnya, mamanya yang meminta cerai.

“Malam, Juan,” sapa Haris ramah. Pria itu menampilkan senyuman manis yang Juan tebak, itu bukanlah senyuman yang tulus.

“Malam,” sahut Juan singkat.

“Semoga kamu menikmati pesta ini. Jangan lupa cicipin beberapa makanan sebelum pulang, saya dan Dian mau menyapa para tamu dulu,” ucap Haris.

Juan mengangguk seadanya. Dia  menatap Dian sesaat sebelum mamanya  pergi dibawa oleh suaminya. “Sok manis banget,” cibirnya lalu berdecak pelan.

Lebih baik Juan mencicipi makanan di pesta ini. Lagi pula, dia juga belum makan. Bisa rugi Juan kalau tidak makan di sini. Untung-untung, dapat makanan gratis malam ini. Biar Juan tidak keluar uang beli makan malam. Juan bahkan tidak peduli jika menjadi pusat perhatian karena telah mengambil begitu banyak makanan hingga membubung tinggi di atas piring. Terpenting malam ini makan gratis. Benar, bukan?

“Nggak peduli gue dianggap rakus. Pesta ini juga pesta Mama,” gumam Juan. Laki-laki itu langsung melahap makanannya setelah mendapat satu kursi kosong. Juan makan dengan cepat, perutnya sudah sangat kelaparan. Salahkan siang tadi dia makan sedikit karena pengunjung di toko ramai sekali.

Ini saja Juan minta izin dengan Bos Wendi agar  bisa pulang cepat. Beralasan mau pergi kondangan ke temannya, padahal aslinya mendatangi pesta mamanya.

JuanJulia [Pre-order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang