1. Awal Pertemuan

29 8 2
                                    

Halo-halo hai, ketemu lagi sama Ay nih

Jangan lupa Follow, Vote dan Komen ya bestie👽

•••••

[HAPPY READING]

Akes melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Membelah malamnya ibu kota yang masih padat. Pembicaraan tadi sore dengan ayahnya masih terus terngiang di telinga. Membuat tanda tanya besar di benaknya. Gemuruh amarah yang belum tersalurkan terus memuncak di dalam dada.

"Bangsat!" desis Akes, memukulkan tangannya pada setang motor.

Akes terus meningkatkan kecepatan laju motornya dengan menggila. Seolah jalanan ini adalah miliknya.

Saat di pertigaan jalan, dekat dengan pabrik kosong ia turun dari atas motor saat melihat segerombolan pria berbadan besar sedang mencegat dirinya.

"Dateng juga lo," ujar cowo bernama Ezra.

Akes membuka helm full face-nya. Menatap mereka satu persatu dengan alis menungkik tajam. Otaknya langsung mencerna dengan cepat apa yang ingin mereka lakukan.

"Cih! Cara lo kampungan banget," cemooh Akes diakhiri dengan kekehan mengejek.

"BACOT LO!" Salah satu dari mereka melayangkan pukulan ke arah Akes, namun dengan sigap ditangkis olehnya.

"Ayo, serang!" titah Ezra kepada teman-temannya.

Akes menghindari setiap serangan yang tertuju padanya. Membalas mereka semua dengan tenaga dua kali lipat. Menyalurkan amarah yang sejak tadi menyelimuti dirinya. Memukul secara membabi buta. Membuat pasukan Ezra tergeletak di tanah tidak berdaya. Sedangkan Ezra dan Akes masih saling pukul untuk menunjukkan siapa yang paling kuat.

Akes mencekik leher Ezra cukup kuat membuat wajah cowo itu memerah. "Cabut sekarang atau nyawa lo gue cabut!" ucap Akes menekan kata-katanya, dan kembali memberikan bogem mentah ke wajah Ezra.

"BUBAR," teriak Ezra dan diangguki oleh yang lain. Mereka semua berbondong-bondong pergi dengan menaiki motor masing-masing.

"DAN SATU HAL LAGI! JANGAN PERNAH NYERANG GUE KALO LO SEMUA KAGAK MAMPU!" seru Akes yang masih terdengar oleh Ezra dan kawan-kawannya.

•••••

"Mau beli apa lagi, ya?" gumam Qia sambil menatap keranjang sepedanya.

Gadis cantik yang mengenakan hoodie hitam dengan celana jeans senada, rambut panjangnya yang diikat satu menambah kesan sederhana. Ia kembali mengayuh sepeda menyusuri jalan di bawah langit malam yang menenangkan.

Saat melewati jalan dekat taman yang minim pencahayaan ia melihat sesosok pria yang tengah tiduran di bangku taman. Hal itu membuat Qia yang penasaran, menghampiri cowok itu.

Qia turun dari sepedanya dan memakirkannya dengan benar. "Lo, gak apa-apa?" tanya Qia, namun tidak ada jawaban.

Apa jangan-jangan ini orang mati, ya, batin Qia.

"Heh! Lo gak mati kan, ya?" Qia mengguncang badan pria itu cukup kuat, membuat sang empu membuka mata. Dan hal tersebut membuat Qia malu setengah mati.

"Ngapain lo?" tanya Akes dengan suara berat.

"OH ITU... ANU... cuman mau mastiin kalo lo gak mati," jawab Qia dengan suara yang semakin memelan.

"Gue gak mati," kata Akes ketus.

"Maaf," ujar Qia memberanikan diri menatap wajah Akes. "Ehh, muka lo kenapa?"

"Sini, gue bantu obatin," ucap Qia sambil mendekatkan diri ke arah Akes, membuat cowo itu bangun untuk duduk dengan benar.

"Gak usah"

"Ih kenapa? Entar infeksi loh." Tetapi, Qia tetap nekat membersihkan luka di wajah Akes menggunakan sapu tangan biru muda bermotif bunga yang telah dibasahi oleh air mineral yang berada di keranjang sepeda.

Tangannya dengan telaten membersihkan luka pada wajah Akes dengan hati-hati. Melihatnya saja membuat Qia meringis ngilu. Tapi berbanding terbalik dengan Akes yang sama sekali tidak merasakan apapun. Cowo itu hanya menatap dalam-dalam ke arah Qia.

"Udah deh, selesai!" sorak Qia senang.

"Lain kali jangan ngedeketin orang yang sama sekali gak lo kenal. Khususnya cowo," ungkap Akes membuat Qia membulatkan mata.

Dengan refleks, Qia menginjak kaki Akes dengan kencang. "UDAH DITOLONGIN GAK TAU DIRI LAGI! DASAR SOMBONG!" Qia menaiki sepedanya dan meninggalkan Akes sendiri.

•••••

BRAK

Akes menendang pintu kamarnya dengan kasar. Kepalanya terasa pening sejak pembahasan tadi sore, dan ditambah lagi dengan bekas pukulan di wajah.

Penampilannya terlihat begitu menyeramkan. Dengan rambut acak-acakan, luka lebam, punggung tangan yang terus mengeluarkan darah, dan raut wajah yang tidak bersahabat.

Ia duduk di atas lantai dengan bersandar pada pinggiran kasur. Matanya terpejam sebentar untuk mengendalikan emosi yang belum mereda.

Tangannya merogoh kantong celana untuk mengeluarkan secarik kertas di dalamnya. Akes menghembuskan napas berat sebelum membukanya.

Akes, nanti kalo kamu sudah besar gak usah cape-cape cari pacar, ya. Soalnya Bunda mau, yang jadi pacar dan istri kamu itu anaknya Tante Sinta. Pokoknya Akes harus mau. Kalo Akes nolak bakal tetep Bunda paksa kok, hehehe. Akes gak bakal nolak permintaan dari Bundanya ini, karena Akes gak mau Bunda tersayangnya sedih.

Rinjani

"ARRGGHHHH!" Tangannya menonjok lantai putih dengan kencang. Membuat darah segar kembali mengalir dengan deras.

Akes menatap ke arah depan dengan gamang. "Apa bener ini kemauan Bunda?" tanyanya pada diri sendiri.

Cowok itu kembali ke alam sadar saat merasakan getaran pada saku celananya. Ia mengambil benda pipih persegi panjang dari sana, dan menggeser ikon berwarna hijau.

"Lu gak jadi kumpul? Yang laen udah pada nungguin njir," ujar orang di seberang sana setelah terhubung.

"Gak, bilang sama yang laen gue gak bisa dateng karna ada urusan," balas Akes cepat.

"Tapi kena-"

Akes memutuskan sambungan dengan sepihak. Sebelum orang di seberang sana menyelesaikan kalimatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LAKESWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang