Suasana rumah sangat ramai. Orang-orang terlihat sangat sibuk. Sebagian mempersiapkan dekorasi pelaminan. Dan sebagian mempersiapkan tempat akad nikah. Sedangkan ibu-ibu mempersiapkan aneka makanan untuk para tamu dan keluarga yang hadir untuk persiapan hari esok. Mereka saling melepaskan canda tawa. Kebahagian terpancar dari raut wajah mereka. Anak-anak berlari kesana kemari menambah riuhnya suasana kebahagiaan. Pesta pernikahan yang megah sebentar lagi hadir menawarkan kebahagiaan.
Besok adalah hari pernikahan lekakiku. Lekaki yang delapan tahun lalu menikahiku. Mas Hardi biasa ku memanggilnya. Ia adalah sosok lelaki yang tampan dan pekerja keras. Tak sedikit orang yang memuji ketampanannya. Mas Hardi memiliki mata yang sangat indah, hidung mancung, alis yang tebal, berkulit putih dan berperawakan tinggi. Sangat sempurna Tuhan menciptakannya.
Selain tampan, mas Hardi juga sangat shaleh. Ia selalu menjaga shalatnya dan berkhlakul karimah. Ia lelaki yang sangat baik. Beruntung sekali aku menjadi istrinya. Menjadi bagian dari dirinya sejak delapan tahun yang lalu. Saat ia mengikrarkan janji suci di depan ayahku dan pak penghulu. Saat itu aku adalah wanita yang sangat bahagia karena menjadi istri dari lelaki yang sangat ku cintai dan mencintaiku.
Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Tak pernah sedikitpun ia melukai perasaanku. Bahkan saat dokter mengatakan aku tidak dapat memberikan keturunanpun ia tak marah. Tak sedikitpun cintanya berubah padaku. Tak sejengkalpun ia pergi meninggalkanku. Sejak itu aku tahu ia sangat mencintaiku. Mencintai tanpa syarat. Seperti Mentari yang selalu datang dipagi hari memberi kehidupan di bumi. Tanpa syarat tanpa pamrih. Begitulah besarnya cintanya padaku.
Namun… tepat sebulan yang lalu. Lelakiku meminta ijin untuk membagi cintanya. Memintaku untuk berbagi hati dengan wanita lain. Wanita pilihan ibunya. Dengan isakan dan derai air mata terpaksa ia mengatakan itu semua. Aku yakin ia sangat sedih harus mengatakan ini padaku. Aku juga tau sesungguhnya dalam hatinya ia tak mau membagi cintanya. Menduakanku meskipun aku merelakannya.
Mas Hardi mengatakan ini semua ia lakukan demi Ibu. Ya…ibu mertuaku menginginkan mas Hardi menikah lagi. Karena mas Hardi harus mempunyai keturunan. Sedangkan aku, wanita yang sangat dicintai mas Hardi tak bisa mengabulkan keinginannya. Sungguh sakit hati ini mendengar lelakiku akan menikah lagi. Tapi hati ini lebih sakit melihat ia menangis dan menderita menahan luka dan kesedihan ini.
Kuusap kepalanya, kuciumi tangannya. Ku katakana padanya, aku disini bersamamu. Aku selalu mendukungmu. Aku percaya kau bisa melakukannya. Lakukanlah apa yang menjadi keinginan Ibumu, jadilah anak shaleh. aku ikhlas asal kau bahagia. Dengan derai air mata aku kuatkan lekakiku untuk memantapkan hati menerima perjodohan ini. menerima kehadiran perempuan lain pilihan orang tuanya.
Dengan penuh tangis kami lalui malam itu dengan saling berpelukan. Memberikan kekuatan satu sama lain untuk melanjutkan hidup ini. tanpa sadar mata terpejam dalam tangis berselimut kesedihan.
Acara lamaran pun berlangsung dengan lancar. Hari itu pertama kali aku melihatnya. Perempuan pilihan Ibu mertuaku. Parasnya cantik dan anggun.. Sangat cocok berdampingan dengan mas Hardi. Keduanya terlihat sangat serasi. Namun mas Hardi seperti tidak bahagia. Aku tahu itu, matanya tak bisa berbohong. Ku lihat beberapa kali ia berusaha tegar untuk tidak meneteskan buliran bening di matanya.
Malam ini Kembali ia datang padaku. Dikamar ini ia menceritakan semuanya padaku. Tentang pernikahannya esok hari. Kudengarkan setiap kata yang keluar dari mulut indahnya. Agar tak satu katapaun yang terlewat dalam pendengaranku. Ia menangis dan menanyakan kenapa semua harus terjadi. Aku tahu ia sangat terluka. Begitupun aku, dalam hati menangis, melihat lelakiku seperti ini. Menerima kenyataan lelakiku akan menikah lagi denga perempuan lain. Oh Tuhan…kenapa ini terjadi padaku.
Berkali-kali ia katakan maaf padaku. Maaf untuk membagi cintanya padaku. Maaf untuk pernikahan ini. Dan maaf karena telah menyakitiku. Sekuat hati aku tahan derai air mata ini. Aku yakin, ia tak sampai hati menginginkan pernikahan ini. Aku percaya dalam hatinya masih tersimpan rasa yang sama besarnya untukku. Tak pernah berubah sedikitpun walau aku bukanlah wanita yang sempurna.
Pagi harinya kulihat mas Hardi sudah bersiap-siap dengan baju pengantin. Kemeja putih dengan celana Panjang hitam dan jas hitam. Terlihat serasi dengan dasi abu-abu motif garis dan peci hitam. Tak lupa ia menyemprotkan parfum kesukaanku di badannya. Sempurna penampilan lelakiku hari ini. Terlihat sangat tampan dengan kumis tipis di wajahnya.
Kupandangi wajahnya. Perlahan ketakutan mulai hadir dalam hati ini. Akankah ia melupakanku setelah ada wanita lain? Ah…tidak akan. Aku percaya mas Hardi bisa berlaku adil untukku dan Aisyah. Ya Aisyah Yumna Almahira wanita yang akan dinikahi lelakiku hari ini. dengan penuh derai air mata aku antar mas Hardi ke tempat akad nikah. Acara akad nikah digelar diruang tamu rumah ini. Itu adalah permintaan dari Ibu mertuaku. Karena beliau sedang sakit tidak bisa pergi jauh-jauh. Sementara Aisyah calon istri mas Hardi adalah anak yatim piatu yang dibesarkan di Panti Asuhan, sehingga acara akad dan resepsi digelar di rumah ini. Rumah orang tua mas Hardi yang sudah delapan tahun ini aku tempati.
“Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Yumna Almahira binti Syukron dengan mas kawin uang tunai sepuluh juta dibayar tunai”, dengan lantang mas Hardi ucapkan ijab kabul.
“Sah…sah…sah..”. Semua yang hadir mengucapkan sah. Pertanda telah sah sudah lelakiku menjadi milik Aisyah.
Linangan air mata tak kuasa kutahan melihat Aisyah mencium tangan mas Hardi. Dan mas Hardi membalas mencium pucuk kepala Aisyah. Pemandangan yang sungguh teramat berat. Tapi aku harus tegar. Demi kebahagiaan mas Hardi dan Aisyah aku ikhlas. Dengan berat hati aku meninggalkan tempat ini dan masuk kedalam kamar.
Biarlah kamar ini menjadi saksi betapa rapuhnya aku. Pernikahan lelakiku dengan Aisyah membuat hatiku sakit. Sesakit inikah melihat orang yang kita sayangi menikah dengna wanita lain?. Kupandangi foto pernikahan ku dengan mas Hardi. Kuusap penuh cinta wajah mas Hardi dalam foto itu. Kubisikan padanya selamat menempuh hidup baru mas, semoga kau bahagia. Tak terasa buliran bening mengalir deras tak tertahankan.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Betapa kagetnya aku, tampak dua mempelai pengantin masuk kamar. Dengan malu-malu Aisyah berada dibalik punggung lelakiku. Aku yang kaget tak sengaja menjatuhkan figura foto pernikahan kami yang berada diatas nakas.
Prankkkkkk…………
Seketika beling berserakan memenuhi lantai kamar ini.
“Biar aku yang bereskan ini mas”, Aisyah langsung memunguti serpihan beling kaca itu.
Diambilnya foto pernikahanku dengan mas Hardi.
“Itu foto pernikahanku dengan Anisa delapan tahun yang lalu, kalau kamu keberatan boleh kamu singkirkan”, mas Hardi menjelaskan.
“Biarlah foto itu nanti aku belikan bingkai mas, sekalian buat foto pernikahan kita. Biar kuletakan bersisihan di nakas itu. Walau bagaimana mba Anisa itu pernah menjadi bagian dari hidup mas”. Sungguh Aisyah sangat bijaksana. Ia seakan mengerti hati mas Hardi. Ia bisa memposisikan dirinya dengan baik. Aku yang ada dipojok kamar tak hentinya menitikkan air mata. Sungguh mulianya hati perempuan ini.
Kini aku sadar, aku hanyalah masa lalu mas Hardi. Kanker ganas bukan hanya memisahkan ruh dari tubuhku. Tapi memisahkanku dari cinta sejatiku. Mulai hari ini aku yakin, Aisyah adalah perempuan baik. Ia bisa menjadi pendamping mas Hardi menggantikan posisiku. Aku sekarang tenang meninggalkan mas Hardi disini bersama Aisyah.
Selamat tinggal mas Hardi aku pamit, bahagiaku melihatmu bahagia. Kutunggu kau di alam keabadian
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Harus Bersama
Short StoryKetika cinta tumbuh subur diantara dua insan. Disaat yang sama mereka harus merelakan untuk berpisah. Menerima takdir. Bahwa cinta tak harus bersama.