Sebuah tas terlempar dengan suara sepatu yang menggelinding dari tangga, tak lama setelah itu terdengar suara teriakan dengan langkah kaki yang bergerak cepat menuruni tangga. Sesekali dia meringis merasakan ngilu di kaki kanannya, ini juga salahnya yang berlarian di rumah.
Kalau bukan karena dia kesiangan, kejadian seperti ini pasti tidak akan terjadi. Tapi baru saja dia berniat mengambil tas dan sepatunya, sebuah buku terlempar mengenai kepalanya.
"Akh...!"
Dia menoleh, menatap ke arah pelaku "kakak..!!"
Seorang wanita mendekat, menendang pantatnya tanpa ragu "ini salahmu, pagi-pagi sudah bikin rusuh saja!"
Tangannya bergerak menyentuh kepala dan pantatnya yang menjadi korban kelakuan gila kakak perempuannya. Apalah daya dia punya kakak perempuan yang tidak tau apa itu hati nurani.
Rasanya dia ingin membalas kakak perempuannya itu, iya dia ingin tapi sebelum keinginan itu terwujud sebuah suara membuatnya mengurungkan niatnya.
"Rafael.. Nayla.."
Merasa di panggil, Rafael langsung menendang pantat kakak perempuannya dan kabur begitu saja. Dia tertawa saat mendengar teriakan dari kakak perempuannya "rasain! Makanya jangan iseng!"
Rafael menjulurkan lidahnya, tawanya masih tersisa dengan pandangan mengejek ke arah kakak perempuannya.
"Kamu ini sudah besar, masih saja usil!"
Lagi-lagi suara itu terdengar, Rafael menoleh menatap ke arah kakak perempuannya yang paling tua. Dia adalah anak bungsu dari empat bersaudara dan perempuan yang ada di depannya adalah kakak keduanya.
"Kak Kayra, kakak tau sendiri kan bagaimana kak Nayla itu!" Rafael mengadu, menatap penuh waspada pada kakak ketiganya yang baru saja duduk di sebelahnya.
"Kalian itu, kenapa gak pernah bisa akur"
"Gak akan pernah!"
Kayra tertawa kecil, menatap lucu ke arah dua adiknya "sudah cepat makan sana!"
Keduanya mengangguk, dan saling fokus pada makanan masing-masing. Tidak ada suara setelah itu sampai Kayra menyerahkan sebuah amplop pada Nayla.
"Apa ini kak?" tanya Nayla mengakat alisnya menatap ke arah kakak perempuannya yang tersenyum.
Rafael ikut penasaran, dia menatap ke arah amplop itu. Tangannya bergerak meraih amplop itu "wow.. uang!"
Tidak hanya Rafael yang terkejut, Nayla juga ikut terkejut menatap ke arah Kayra yang semakin menunjukkan senyum lebarnya.
"Bukankah lusa kau akan berangkat? Dan ini sebagai uang saku untukmu"
Nayla memang akan akan kuliah di luar kota, tapi dia tidak percaya jika kakak perempuannya itu memberikan uang. Memang benar, jika biaya kuliahnya di urus kakak perempuannya itu.
Tapi jika biaya hidupnya di sana juga di urus kakaknya, rasanya dia seperti beban untuk kakaknya. Setelah ayah mereka meninggal, keluarga ini hanya mengandalkan uang hasil kerja ibu mereka.
Tapi tidak lama setelah itu Kayra bisa menghasilkan uang dari hobinya, dan sejak itu Kayra terus membiayai hidup mereka. Tidak hanya dirinya tapi Rafael juga, apalagi ibunya sudah terlalu tua untuk bekerja.
Jika bertanya soal kakak pertama, dia sudah memiliki tanggung jawab sendiri. Dan karena hal itu juga Kayra berusaha menjadi kepala keluarga di rumah ini, walau sebenarnya Nayla tau kakaknya juga lelah.
"Tapi kak.."
Kayra tersenyum, mengelus surai Nayla "tidak apa, yang aku inginkan kau kuliah dengan baik" ucap Kayra membuat Nayla memeluk kakak perempuannya itu.
"Jangan lupakan aku!" sahut Rafael ikut memeluk kedua kakak perempuannya.
***
Rafael berjalan pelan, menatap ke arah teman sekelasnya yang terus mengoceh tentang hal yang membosankan. Maniknya bisa melihat seorang wanita yang berlari menuju ke arahnya.
Raut wajah Rafael langsung panik, dia menarik Jeno yang langsung jadi tamengnya. Wanita itu terlihat marah, menatap ke arah Jeno yang terkekeh pelan "hai Cindy.."
"Rafael..!" Cindy berteriak mengabaikan Jeno yang merasa seperti nyamuk di sana.
"Jen, usir cewek gila itu!"
Cindy semakin marah, dia masih bergerak mencoba meraih tubuh Rafael yang terus bersembunyi. Jeno lelah, tapi tidak ada yang mendengarkannya. Bahkan dia sudah pasrah di tarik-tarik oleh teman laknatnya ini.
"Cindy cantik, bagaimana jika bicaranya nanti saja?" walau pasrah, tapi Jeno tetap mau mencoba untuk lepas dari situasi menyusahkan seperti ini.
"Nanti! Kau gila! Jika bukan karena dia selingkuh, aku juga gak bakal begini!"
Nafas Cindy naik turun, jelas sekali dia sudah menahan amarahnya selama ini. Tapi ini juga masalah mereka berdua, kenapa dia juga harus ikut ambil adil di sini.
"Rafael, sini gak!" ucap Cindy merasa lelah terus berputar-putar tidak jelas.
Mereka jelas sudah jadi bahan tontonan orang-orang tapi Cindy tidak peduli, dia langsung menendang kaki Jeno dengan keras. Jeno berteriak, merasakan tulang keringnya yang ngilu.
Tubunya merosot, memperlihatkan Rafael yang sudah tidak bisa menjadikan Jeno sebagai tamengnya lagi. Sepertinya Rafael harus siap jika dirinya akan menjadi babak belur oleh anak atlet taekwondo itu.
***
"Ini salahmu!"
Jeno berteriak, menatap ke arah Rafael yang masih meringis sakit di ujung bibirnya. Wajahnya babak belur dengan perutnya yang juga ngilu akibat di pukul oleh Cindy.
Ini juga memang salahnya yang ngajak Rena jalan kemarin, dia pikir Cindy juga tidak akan tau. Tapi hari ini dia berakhir di putusin dan babak belur seperti sekarang.
"Teman gak guna lo!" ucap Jeno lagi, kakinya harus di perban akibat tendangan Cindy tadi. Dan Jeno yakin, ini tidak akan sembuh dengan mudah.
"Awas aja! Gue gak bakal kasih nomor Giselle baru tau rasa lo.."
"Jangan gitu dong, nanti gue gak bakal bisa deketin Giselle" raut wajah Jeno terlihat pucat menatap ke arah Rafael yang masa bodoh akan nasibnya.
"Terserah, gue juga gak peduli. Dan lebih baik gue temui Lisa saat ini"
Rafael tertawa mengejek, mengabaikan Jeno yang terlihat makin kesal. Dia melangkah pergi melewati lorong sekolah yang mulai sepi karena bel sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Tangannya merogoh saku celananya, mengambil sebuah ponsel yang terus berbunyi.
"Oh.. sayang, ada apa?" ucapnya setelah mengangkat panggilan itu.
"..."
"Putus!?" kaget Rafael, bahkan dia sampai tidak sengaja berteriak tadi.
Jeno yang berjalan di belakangnya langsung tertawa puas, melihat temannya yang di putusin dua kali dalam waktu yang sama membuatnya merasa senang.
Jarang-jarang dia bisa melihat raut wajah terkejut Rafael dan dia merasa bersyukur bahwa temannya itu akhirnya mendapatkan karmanya juga.
"Makanya kalau punya pacar satu aja, lo sih punya pacar sampai lima belas orang" ucap Jeno mengejek Rafael yang langsung menginjak kakinya kuat.
Rafael langsung pergi dengan wajah kesal dan ponsel yang dia genggam kuat. Sedangkan Jeno meringis merasakan sakit di kakinya dengan tawa yang masih tersisa di bibirnya.
"Fuck!!" teriak Rafael menunjukkan jari tengahnya.
TBC
Aku bikin cerita lagi, chapter awal langsung di suguhi dengan pria playboy cap buaya, pokoknya kalian harus sedia hujatan untuk pria cap buaya ini. Oke..
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Villains
RomanceBagaimana jika pria playboy bertemu dengan gadis dingin yang ternyata seorang gangster. Yuk baca aja, pasti seru..!