Di usianya yang sepuh, nenek masih sering bekerja ke ladang atau mencari kayu bakar untuk memasak. Di belakang rumah kami memang langsung bertemu kaki bukit. Di bukit ini sebagian masih dibiarkan dalam wujud hutan, sedangkan sisanya sudah berganti dengan kebun kebun milik masyarakat sekitar.
Kadang, sore sekitar jam 3 atau 4 nenek sering ke hutan belakang untuk mencari kayu, dan pulang menjelang maghrib. Kalau disuruh istirahat, beliau sering menolak dan bilang "kalau ibu ga kerja, badan ibu jadi sakit sakit. Jadi biarin aja, nggak berat juga" kata beliau kurang lebih.
Dimata orang kampung, nenek cukup dikenal sebagai sepuh yang bisa melakukan pengobatan "alternatif". Ya, warga di kampung ini masih lekat dengan hal hal klenik seperti ilmu kebal, ilmu santet, tenung, dan lain lain. Sehingga banyak orang tua yang datang ke nenek untuk minta obat dan jimat, jimat untuk anak anak yg baru lahir agar tidak kena guna guna, atau obat untuk anak yang kena gangguan "disapa" leluhur. Tapi tak jarang, orang yg datang ke rumah mengadukan hal hal lain
Dahulu yg dikenal ahli dalam pengobatan ini sebenarnya adalah kakek. Namun sejak beliau meninggal, neneklah yg melanjutkannya. Nenek biasanya akan mengenakan kain di kepalanya, masuk ke kamar, lalu tak lama keluar dengan membawa kunyit dan kencur untuk media pengobatan. Saya sendiri tidak tau apa yang nenek lakukan di dalam kamar saat melakukan pengobatan itu karena pintu selalu tertutup.
Kembali ke cerita, waktu itu momennya saya sedang libur semester kuliah tiba2 saja diminta ibu saya untuk pulang kampung. Kabarnya, nenek sudah beberapa hari sakit sedangkan Tante Meri kandungannya sudah besar dan kesulitan untuk mengurus nenek. Karena memang sedang tidak ada kegiatan selama libur kuliah, dan saya satu satunya cucu nenek yang sudah dewasa, sayapun menyanggupinya.
Tidak sulit bagi saya untuk pergi ke kampung seorang diri karena hal yg sama sudah pernah saya lakukan ketika lulus SMA dahulu.
Singkat cerita, saya sudah sampai di kampung tanpa kendala apapun. Saya tiba sekira jam 6, karena memang dari bandara ke rumah nenek memakan waktu yang cukup lama dan hanya bisa ditempuh dengan mobil travel sewaan.
Tok tok tok
"Assalamualaikum, tante.. Nenek.." Ucap saya di depan pintu sambil menggeret koper saya.Lalu terdengar jawaban salam dari rumah sebelah, rumah Tante Meri
"waalaikumsalam. Eh Rian? Udah daritadi datangnya?" kata Tante Meri di depan pintu rumahnya.
Sayapun menghampiri Tante Meri dan salim padanya. Terlihat perut Tante Meri telah membesar dan dia harus meletakkan tangannya di pinggangnya yg terus terasa berat.
"Engga kok tante, baru sampe. Wah bentar lagi saya punya sepupu baru nih hahaha" canda saya sambil melihat ke arah perut tante.
"Aamiin aamiin. Nanti baik baik sama sepupu nih, ajarin juga belajar matematika ya" Jawab tante sambil tersenyum.
"Hahaha bisa bisa tante. Nanti saya ajarin private deh, asal ada uang lesnya aja" Jawab saya. Kamipun saling tertawa untuk beberapa saat.
"Masuk aja yuk, nenek kamu di dalem, udah beberapa hari ini ga enak badan katanya. Paling sekarang lagi tidur" Ajak Tante
Sayapun mengiyakan dan kembali ke depan pintu rumah nenek bersama Tante Meri. Pintu yang ternyata tidak terkunci itupun dibuka, Tante Meri lalu menyuruh saya menaruh koper di ruang tengah dan langsung menemui nenek dahulu di kamarnya.
Namun ketika kami ke kamar, kamar nenek kosong.
Tante Meri mempercepat langkahnya menuju dapur dan nenek juga tidak ada disana. Saya yang melihat tante Meri sibuk berjalan dengan cepat itu lalu bertanya
"nenek gaada tante? Kemana?". Tapi Tante Meri tidak menjawab.
Ia kini mengarah ke wc lama yang ada sumurnya itu. Ketika tirai penutup wc itu dibuka, nenek sedang jongkok disana, buang air kecil sambil berpegangan pada batu batu sumur.
"Astaghfirullahaladzim ibuuuu... Kirain tadi kemana..." Ucap Tante Meri menghela nafas panjang yang selama ini ia tahan karena panik.
"Ibu ke air(wc) Mer.. Ada apa?" Tanya nenek singkat.
"Itu, cucu nenek udah datang, si Rian, lagi libur kuliahnya jadi main kesini" ujar Tante menyembunyikan tujuan asli saya ke kampung.
"Rian? Mana?" Nenek dengan semangat bergegas menyudahi hajatnya dibantu tante yang menimba air sumur untuk menyiram sisa buang air kecil nenek.
"Assalamualaikum nek, sehat?" ujar saya muncul dari belakang Tante Meri lalu maju sambil mencium tangan kurus nenek dan disambut dengan ciuman nenek di kening saya.
"Alhamdulillah cu, begini aja nenek.. Kadang sakit, kadang sehat.." jawabnya gemetar khas nenek. Tak lupa tangan nenek memijat2 lembut lengan dan bahu saya sembari memuji saya yg menurutnya sudah makin tampan dan dewasa.
Kamipun mengobrol banyak, ya bahasannya seputar kondisi kesehatan nenek, kuliah saya, kabar ibu dan bapak di jawa serta bahasan bahasan lainnya. Intinya, nenek belakangan sering merasakan pusing dan pandangannya kabur. Sesekali badannya terasa panas dan kalau itu terjadi, nenek akan kesulitan bergerak karena seluruh tubuhnya sakit.
Tiba tiba saja ditengah obrolan, "Besok mau nenek buatin semur ayam? Rian mau ya?" Tawar nenek kepada saya.
Jujur sebenarnya saya mau banget karena sudah kangen dengan masakan nenek, namun saya tau nenek sudah sangat kepayahan untuk berjalan. Tadi saja dari wc ke ruang tengah, nenek berjalan sedikit demi sedikit dan dipapah oleh saya dan tante Meri.
"Gausah nek, nenek istirahat dulu aja, nanti kalau udah sembuh, baru masakin buat Rian ya. Rian liburannya lama kok" jawab saya.
"Iya, nanti Rian makan semur Meri dulu aja bu, resepnya sama aja kan" kata Tante Meri menimpali.
Saya tersenyum dan mengiyakan walaupun saya tau rasanya benar benar jauh berbeda.
Jam 9 malam nenek kembali ke kamarnya. Kondisi kamar nenek masih sama dgn yang terakhir saya tempati. Sebuah ranjang ukuran dua orang dengan dipan besi yang berdenyit kalau dinaiki serta langit langit yang loss sampai ke rangka atap seng. Didalamnya ada sebuah lemari besar dengan kaca setengah badan dan tumpukan kardus serta koper. Tak lupa lampu berwarna orange temaram yang menyinari kamar itu dengan alakadarnya.
Saya memilih tidur di ruang tengah beralaskan kasur kapuk tipis dan bantal dari kamar nenek. Sebelum tidur, semua lampu saya matikan dan hanya menyisakan satu buah lampu petromax di tengah ruangan. Suasana sangat sunyi di desa itu. Saya bisa mendengar suara jangkrik dan kodok yang saling bersautan, sesekali suara anjing dan lenguhan sapi tetangga terdengar samar samar dari kejauhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGA MAYIT
Kinh dịRian, seorang mahasiswa yang tengah libur kuliah, diminta untuk pulang ke kampung halamannya, di salah satu daerah di Sumatera. Selama ia menginap di rumah nenek, hal hal mengerikan terus terjadi satu persatu, dan semua bermula dari sebuah suara ker...