Prologue

35 18 50
                                    

Dr. Muda Thalia Myesha.

Kaki jenjangnya melangkah cepat mendorong brankar berisikan pasien yang mungkin keadaannya sudah kritis, tidak peduli dengan snelinya yang akan terkena noda darah dari sang pasien. Yang terpenting baginya adalah keselamatan pasien yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

"CEPAT PANGGIL DOKTER ERIC!" teriak Thalia saat akan memasuki ruang operasi.

Salah satu suster berlari menuju lantai 3 untuk memanggil partner Thalia. Alaska Eric.

Thalia dan beberapa suster lainnya sudah memasuki ruang operasi.

"CEPAT SIAPKAN ALAT OPERASI!" teriak Thalia kemudian.

Para suster mulai sibuk dengan alat operasi yang akan mereka gunakan, tidak lama datanglah dokter Eric dan membantu Thalia melakukan operasi pada pasien tersebut.

Keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing, hingga suara alat pendeteksi jantung itu terdengar begitu nyaring.

Piiiiiip....

Piiiiiip....

"Detak jantungnya melemah, nafasnya tidak beraturan! Suster Eni siapkan alat pernafasan!" Dokter Eric berujar cepat.

Suster yang di ketahui bernama Eni itu langsung menyiapkan alat pernafasan, Dokter Eric langsung memasangkannya sedangkan Thalia masih fokus dengan acara operasinya.

"Dapat!"

Setelah dua jam lamanya, akhirnya Thalia berhasil mengeluarkan peluru yang tertanam di perut Pasien. Hingga sedikit lagi peluru itu akan menembus ke lambung.

***

Cjrshhhhhh....

Huhffttt...

Helaan nafas terdengar begitu jelas, operasi tadi begitu menguras tenaga para medis. Pasien tadi terkena luka tembakan, lebih tepatnya itu tembakan yang salah sasaran.

Peluru yang tertanam pula, cukup berbahaya.

Selesai membasuh muka, Thalia beranjak dari toilet dan akan kembali mengecek keadaan pasien yang harus di masukkan ke ruang ICU karena keadaannya yang buruk.

CKLEK

Hal pertama yang Thalia dengar adalah suara alat pendeteksi jantung, dan seorang laki-laki yang terbaring lemah di atas brankar dengan berbagai alat medis yang terpasang di sana.

Jullian Alvaro. Nama laki-laki tersebut.

"Huftt..."

"Keadaannya bahkan masih sama seperti tadi." Ujar Thalia.

Sekitar 10 menit dia mengecek keadaan Jullian, akhirnya kegiatannya selesai dan beranjak dari sana. Bertepatan dengan keluarnya Thalia, seorang polisi muda datang dan langsung menghampirinya.

"Dokter, bagaimana keadaan adik saya?" Tanya polisi tersebut. Jindo Alvarez.

Siapa yang tidak mengenal Jindo? Kepala kepolisian berjasa, polisi muda yang baru berusia 24 tahun itu terlihat sangat tampan dan gagah dengan rahang yang tegas.

Thalia menghela nafas, "keadaan Tuan Jullian cukup buruk, peluru yang tertanam itu dapat melumpuhkan dalam beberapa waktu. Detak jantungnya mengalami kerusakan, hingga detak jantungnya melemah." Jelas Thalia.

My PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang