"Sudah dibilang, bukan saya pelakunya!"
Suara teriakan dari mulut gadis yang memiliki rambut pendek itu menggema diseluruh sudut ruang. Ruangan yang memiliki ukuran 3x3m tertutup rapat namun terdapat kaca tembus pandang di salah satu sudutnya. Tangan mungil yang sesuai postur badan milik Sandra terkait oleh borgol yang mengunci tangannya dibelakang tubuh.
"Saya tanya sekali lagi, apakah benar anda tidak ikut terlibat akan kasus tersebut?"
"Ya! Saya bukan pelakunya! Apakah bukti dari pengacara saya kurang jelas? Atau ibu perlu menghipnotis saya agar berbicara jujur bahwa saya bukan pelakunya?"
Wanita berambut pendek diatas bahu tersebut menarik nafas panjang sambil menyandarkan tubuhnya di kursi yang tersedia. Kepalanya pusing memikirkan kasus yang hampir satu bulan belum terpecahkan. Bahkan kasus ini mampu mempengaruhi kehidupannya.
Menjadi seorang detektif bukanlah pekerjaan yang mudah. Se-pintar apapun Lesi mampu berfikir jerhih, namun ini adalah kasus pertama yang membuatnya hampir gila. Bahkan dia juga tidak menyangka ada orang yang tega membunuh sahabatnya sendiri.
Seorang pria memasuki ruangan yang hanya ada Lesi dan gadis gila yang duduk didepannya. Gadis itu tidak mempunyai gangguan kejiwaan, namun perlakuannya sangatlah gila bagi orang normal. Pasalnya, dua tahun yang lalu, dia tertangkap basah didepan jasad seorang wanita yang mati dengan tragis.
"Maaf, bu."
Pria botak itu membisikan sebuah pesan kepada Lesi. Lesi yang mendengarkan pesan dari pria tadi kaget atas perihal yang didengarnya. Wajahnya mulai memucat, kakinya yang sedari tadi berdiri tegak mulai melemas hingga dia terjatuh diatas kursi.
Dua tahun lalu, Lesi mempunyai dua adik yang sangat dia sayangi. Dia merupakan kepala keluarga setelah kepergian ayahnya. Reno, adik pertamanya baru menduduki bangku SMA beberapa bulan. Dan Lusi, adik kecilnya yang baru saja berumur enam tahun.
Mereka harmonis, tinggal di kota kecil yang masih rimbun akan pohon. Rumah yang dibeli Lesi dari uang pensiunan Ayahnya, sederhana namun nyaman bagi keluarganya. Rumah yang memiliki halaman luas guna bermain adik-adiknya.
Ibu Lesi telah pergi setelah ayah mereka meninggal. Memang sedari awal, Ibu mereka tidak menyayangi suaminya. Itu mengapa ibu dan ayah Lesi tidak terlihat begitu harmonis.
Namun itu bukanlah hal yang besar bagi Lesi, walaupun ibunya tidak mau membiayai hidup dia dan kedua adiknya, tapi Ibu Lesi berbaik hati karena tidak meminta sepeserpun uang dari pesangon Ayahnya.
Lesi memutuskan menjadi detektif karena ingin selalu mengingat ayahnya. Saat dia kecil, dia selalu menonton amine jepang yang memiliki konsep detektif. Sebenarnya cita-cita ayah Lesi adalah menjadi detektif, namun karena kurang pintar, alhasil ayah Lesi hanya menjadi polisi biasa.
Semua kenangan dan harapan Ayah Lesi kini dipegang oleh Lesi. Kepala keluarga juga pembawa harapan Ayahnya. Namun kejadian miris terjadi disuatu hari.
Jasad anak kecil ditemukan di rumahnya, mati dengan cara dimutilasi. Begitu kejam pelakunya, tidak memiliki hati nurani, dan tidak mempunyai akal yang sehat. Seluruh bagian tubuhnya dipotong, namun hati milik anak kecil itu tidak ada di lokasi.
Sialnya, Ressa, kekasih Reno yang kebetulan hari itu hendak bermain di rumah Reno tertangkap basah di lokasi. Ressa sebelumnya membawa sebuah pisau yang ada di meja depan dekat dengan pintu masuk rumah Reno. Entah kerjaan siapa, namun lorong menuju ruang keluarga itu ditutup oleh banyak selotip agar orang yang datang dari luar tidak bisa masuk kedalam rumahnya.
Tanpa ragu Ressa memotong selotip tersebut dengan pisau yang entah siapa meletakan di atas meja kecil tadi. Namun tidak disangka, dibalik selotip yang banyak itu terbaring Reno, kekasihnya dan anak kecil yang diduga adalah Lusi.
Tubuh Ressa mematung kaku tidak percaya atas apa yang dilihatnya. Tidak lama dari itu sebuah sirine dari mobil polisi terdengar, beberapa petugas memasuki rumah tersebut dan mendapati Ressa yang memegang pisau. Tanpa lama petugas itu memorgol kedua tangan Ressa yang nampaknya masih terkejut atas apa yang dilihatnya saat ini.
Karena bukti yang tidak begitu kuat, Ressa hanya mendapat binaan dan perawatan kejiwaan atas syok yang dialaminya dua tahun lalu. Hubungannya dengan Reno masih baik, karena Reno paham bukan Ressa yang dilihatnya saat itu. Melihat adegan mengerikan didepan matanya.