Borderline : 13

8.3K 878 47
                                    

Ara dan Chika kini berada di rumah Ara. Siang tadi, Chika sudah diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit karena kondisinya sudah membaik.

Ara ingin ke rumah karena semalam ia tidak pulang. Sedangkan Chika tidak ingin ditinggal oleh Ara. Jadilah Chika ikut Ara ke rumahnya. Mungkin nanti sore Ara akan mengantarkan Chika pulang.

Mereka berdua masih di dalam mobil. Chika tertidur, kepalanya ada di bahu Ara. Ara memberhentikan mobilnya lalu melepas seat beltnya dan milik Chika.

Ara mengecup puncak kepala Chika lalu mengusapnya lembut.

"Sayang,"

Chika masih belum merespon.

"Ica."

Chika akhirnya terusik dengan usapan tangan Ara di pipinya.

Chika membuka mata lalu memundurkan badannya. Matanya menangkap Ara yang tersenyum ke arahnya.

Chika sontak memeluk Ara.

"Habis sakit gini ya. Clingy banget kamu." Ara terkekeh.

Chika malah makin mengeratkan pelukannya. Seperti ini jika hati seseorang sudah berhasil luluh.

"Ara."

"Kenapa?"

"Araa..."

"Apa, Ica?"

"Ra..."

"Kenapa sayang?"

Chika menggeleng dalam pelukannya. "Pengen manggil aja."

Ara tersenyum gemas. Ara melepaskan pelukan itu dan mencium pipi Chika. Mereka berdua kini saling menatap.

"Masuk yuk?"

Chika mengangguk.

Ara dan Chika berjalan menuju pintu utama rumah Ara.

"KEMANA AJA KAMU SEMALEM GAK PULANG?!" teriak Anin kepada Ara yang baru saja membuka pintu rumahnya.

Ara dan Chika terjekut.

"Bunda.." ucap Ara.

Anin kini mengarahkan pandangannya ke Chika yang ada di sebelah Ara. Anin kira Ara tidak bersama siapapun pada saat memasuki rumahnya.

Chika yang ditatap seperti itu langsung menjulurkan tangannya ke Anin. Chika salim kepada Anin.

"Saya Chika, tante."

"Maaf tante tadi teriak."

Chika tersenyum lalu mengangguk.

Sebenarnya Anin bingung. Semalam anaknya itu tidak pulang dan tiba-tiba pulang membawa anak orang. Anin juga sempat kagum dengan aura dan kecantikan Chika.

"Masuk dulu bunda, Ara jelasin."

Mereka bertiga lalu berjalan menuju ruang utama. Ara duduk di sebelah Chika. Anin menatap mereka berdua.

"Maaf tante." Chika merasa tidak enak karena Ara dibentak bundanya karena menemaninya.

"Maaf kenapa, Chika?" Anin mengernyitkan dahinya.

Ara mengusap pelan tangan Chika.

"Ara semalem di rumah sakit nemenin Chika." ucap Ara.

"Kamu gak bohong kan?" tanya Anin.

Ara menggeleng.

"Ara gak bohong tante." ucap Chika.

Anin menghela nafas lega. Ia sudah berfikir dan menduga yang tidak-tidak karena Ara tidak bisa dihubungi. Anin akan marah besar jika Ara kembali di dunia malamnya. Mabuk dan balapan. Walaupun tanpa Anin dan suaminya tau, anaknya masih ada di dunia kebut-kebutan itu. Hanya saja Ara sudah tidak mabuk-mabukan.

BORDERLINE (Chikara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang