1. SKANDAL

3.6K 41 2
                                    

Netta merasakan pegal-pegal di seluruh tubuhnya setelah pergulatan panas dengan Hendy, suaminya. Nafsu lelaki itu memang luar biasa, tiap hari selalu minta jatah. Liburnya hanya ketika sang istri datang bulan, itupun masih memaksa minta dilayani dengan mulut.

Perempuan itu membuka mata dan bermaksud bangun, fajar sudah menyingsing, banyak tugas rutin menantinya. Namun tak bisa, lengan Hendy yang memeluknya terasa berat, tak bisa disingkirkannya.
"Mas ...," bisiknya, "aku perlu ke kamar mandi, panggilan alam."
"Hmmm ...."
Sang suami hanya menggeliat malas, lalu menindihnya.
"Sekali lagi ...."
"Mas!" pekiknya tertahan, kuatir membangunkan kakak iparnya.

Teddy, kakak Hendy, diusir istrinya. Sudah lebih dari tiga bulan menumpang tinggal di situ. Ia menempati kamar depan, pintunya langsung menghadap ruang keluarga.

Hendy mana perduli keberatan Netta? Dioboknya area sensitif istrinya, dan begitu merasakan masih lembab, ia langsung masuk tanpa permisi.
Netta melayani setengah hati, kuatir dilihat kakak iparnya. Mereka sedang berbaring di karpet depan televisi ruang keluarga.

Setelah beberapa lama, sang istri sedang menggapai puncak ketika keasyikan mereka diganggu dering ponsel. Dari nada deringnya, mereka tahu itu ponsel Hendy.
"Siapa sih menelepon pagi-pagi begini," gerutu lelaki itu setelah menyemprotkan muatannya.
Tanpa memperdulikan si istri belum mencapai puncak, Hendy menarik diri dan dengan langkah gontai masuk ke kamar, tidak merasa perlu memakai pakaiannya.

Netta cepat bangkit dan memakai daster tanpa dalaman, kuatir Teddy keluar kamar.
Intuisinya benar, kakak iparnya keluar tepat setelah ia memakai dasternya. Teddy tersenyum maklum melihat paha mulus yang belum sempat ditutupinya. Netta menunduk malu, kalau tidak ada telepon entah apa yang dilihat kakak iparnya.

Hendy keluar kamar dengan rambut setengah basah, sudah rapi memakai pakaian kerja. Netta sudah di dapur menyiapkan kopi dan mi instan untuk sarapan suaminya. Namun lelaki itu hanya menyesap kopi sedikit, tidak menyentuh sarapan yang disediakan istrinya.
"Aku sarapan di pabrik. Ada masalah, harus buru-buru."
"Tapi Mas ... humpf ....."
Netta tak bisa menyelesaikan kalimatnya, bibir Hendy telah membungkamnya, melumat cepat lalu ia beranjak keluar. Perempuan itu hanya bisa menarik napas panjang, tak berdaya.

Sementara itu Teddy masuk ke kamar dan keluar lagi berkalungkan handuk.
"Mas Teddy," sapa Netta, "mau sarapan mi? Saya masak untuk Mas Hendy, tapi dia buru-buru, gak dimakan."
"Nggak kamu makan sendiri?" sahutnya.
"Saya nggak boleh makan mi instan, masalah asam lambung."
"Hmmm ... oke aku makan daripada mubazir."
Lalu Teddy duduk, mulai makan sambil tetap berkalungkan handuk.

"Net, tadi itu sudah finish?" tanya lelaki itu membawa mangkuk ke dapur.
"Apanya yang finish?"
Sesaat Netta gagal mencerna maksud pertanyaan kakak iparnya.
"Ituuu ... yang kalian lakukan berdua di karpet ...."
Pipi perempuan itu langsung merona merah, memalingkan wajah tidak berani memandang Teddy.
"Kalau belum, sini aku bantu menuntaskannya," imbuh lelaki itu.

Netta masih terpukau oleh kata-kata Teddy. Kakak iparnya tidak bermaksud menidurinya, kan?
Tiba-tiba perempuan itu merasa tubuhnya melayang, Teddy telah membopongnya masuk ke kamar, dengan pelan membaringkan di kasur, lalu ia membuka pakaiannya sendiri.
"Mas!" pekik Netta, tak percaya kakak iparnya akan melakukan hal terlarang itu kepadanya.

Teddy merangkak naik ke atasnya, mulai menindihnya.
"Kamu itu berisik, tau nggak?" katanya sambil mencium leher Netta, "tadi malam sudah membuat aku sulit tidur, eh pagi-pagi membangunkan dengan suara yang sama."
Tangannya menyingkap daster dan mengelus semak-semaknya yang rimbun. Netta memang belum memakai pakaian dalam, pikirnya sekalian mandi pagi. Hal kecil yang diabaikannya memberikan keuntungan kepada lelaki itu.

"Maas ...," desah Netta, "aku belum membersihkan diri ...."
Nafsu Teddy sudah di ubun-ubun, mana sempat menunggu perempuan itu bersih-bersih. Ia tidak menjawab, langsung menerobos masuk dan tergelincir jauh ke dalam.
Netta berbaring pasif, ia masih lelah. Teddy tidak keberatan, ia yang aktif menggenjot adik iparnya sampai keduanya melenguh bersama, berbarengan semprotannya membasahi rahim Netta.

Teddy tertawa puas. Sudah tiga bulan ia puasa, dan baru sekali ini hasratnya terlampiaskan.
Ia menjatuhkan diri di samping Netta, berbaring miring memeluknya.
Sang adik ipar bermaksud bangkit, tapi lelaki itu menariknya, tidak melepaskan pelukannya.
"Mau kemana?"
"Mandi," sahut Netta.
"Nanti saja. Toh nggak ada yang urgent, kan?"

Tangan Teddy bergerilya, meraba sekujur tubuhnya, meremas bukitnya yang mengkal. Desahan meluncur keluar dari bibir Netta, membangkitkan gairah lelaki itu lagi.
"Mas! Aku cape," keluhnya ketika Teddy merangkak naik ke atasnya.
"Kamu sih, kebanyakan dengan Hendy!"
Lelaki itu mengisap puncak bukitnya, serasa tak ingin melepaskannya.
"Maaasss ...."
Desahan Netta membuat libido Teddy meningkat pesat. Diletakkannya kedua kaki perempuan itu di pundaknya, dan ia memposisikan ujungnya di mulut gua yang lembab. Ia tidak segera masuk, sengaja menggoda di pintu.

Netta mengangkat pantatnya, dan Teddy tergelincir masuk. Lelaki itu mulai menggerakkan pinggulnya, sambil membandingkan adik iparnya dengan istri yang mengusirnya. Keduanya belum pernah melahirkan, tapi lorong gua Netta lebih sempit, lebih kesat.
Kepalanya langsung dipenuhi pikiran buruk, jangan-jangan Lastri selingkuh, melayani banyak lelaki selama ia bekerja. Betapa beruntungnya Hendy, walaupun Netta kalah cantik dari Lastri, tapi service terjamin, tiap hari selalu siap melayani.

Begitu Teddy turun dari atas tubuhnya, Netta bergegas bangkit, memakai daster dan beranjak keluar sebelum ditahan lagi.
"Netta!"
Namun perempuan itu tak menggubris panggilan kakak iparnya, segera masuk ke kamar dan menguncinya. Ia mengambil pakaian ganti dan masuk ke kamar mandi, membersihkan diri.

***

Sejak mencicipi istri adiknya, Teddy jadi malas bekerja, lebih banyak bermalas-malasan di rumah, memandangi adik iparnya.
Netta yang salah tingkah dipandangi dengan tatapan penuh nafsu seperti itu.
"Mas, ijinkan aku bekerja, ya," pintanya kepada sang suami.
"Kenapa? Kalau kau bekerja, siapa yang mengurus rumah?"
"Menyapu dan mengepel kan bisa dibantu Mas Teddy. Belakangan ini dia jarang menerima panggilan."
"Lainnya?"
"Makanan bisa beli matang. Cucian bisa dilaundry."
"Apakah uang belanjamu kurang?"
"Nggak," sahut Netta, "aku hanya risih sesiangan berduaan dengan kakak ipar."
"Hmmm ...."
Deheman itu mengakhiri diskusi mereka, karena Hendy melakukan kegiatan favoritnya.

***

Sibuk mengirim lamaran kesana-kemari, Netta tidak memperhatikan periode haidnya mundur beberapa minggu. Hendy senang-senang saja karena tak ada waktu libur, setiap malam skidipapap, minimal dua ronde.

Netta baru mulai bekerja seminggu ketika ia pingsan di kantor. Hendy tak bisa meninggalkan pekerjaan, karena itu meminta bantuan Teddy mengantar Netta ke rumah sakit.

"Ibu Netta positif hamil enam minggu, Pak," kata dokter yang memeriksa kepada Teddy.
"Kandungannya lemah, harus bedrest selama trimester pertama," imbuhnya.
Jantung Teddy berdetak lebih kencang, mengingat enam minggu sebelumnya ia menebar benih di dalam lorong adik iparnya.

Surabaya, 24 Nopember 2021
#NWR

SKANDAL IPARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang