Tari berlari sambil membawa keranjang belanja. Pagi ini sedikit terasa dingin, menusuk tubuhnya yang hanya berbalut jaket tipis. Jaket satu-satunya yang selalu dipakainya selama ini. Jaket pemberian seorang lelaki yang sangat baik.
Tari mempercepat laju larinya, saat mata birunya sudah melihat bangunan menjulang tinggi, berdiri dengan megah di tengah kota. Tari tidak perlu memencet bel, cukup menggesek card yang dipegangnya setiap hari.
Jarum jam masih menunjuk ke angka 5, tapi Tari sudah memulai kegiatan rutinnya disetiap pagi. Tari setiap pagi akan selalu memulai harinya di tempat ini. Tugas Tari, membersihkan apartemen megah ini, menyiapkan semua keperluan pemilik bangunan mewah ini, lalu membuat sarapan.
"Abang harus ke luar kota nanti sore. Mungkin selama seminggu. Bisa ga Dek, kamu buatin sambal sama kering tempe teri buat bekal?!"
Tari sampai terjengkit kaget saat mendengar suara bariton di belakangnya. "Bisa Bang. Tapi pulang sekolah ya? Kan belum belanja juga," Lelaki itu hanya mengangguk mengerti, sambil berjalan ke arah meja makan. Hari ini, Tari membuat menu yang lumayan menarik untuk lelaki tampan itu. Lontong sayur.
"Tumben kamu buat kaya gini Dek?!"Tari mengelap tangannya yang baru saja mengepel lantai. Berjalan menghampiri lelaki yang sedang mencoba makanan yang sudah dia siapkan di meja.
"Tadi dapat pesenan lontong sayur, Bang. Coba incip dikit aja. Kalau Abang kurang cocok, Tari buatin yang lain."
Lelaki 19tahun itu tersenyum, sambil meraih sendok untuk mencoba masakan Tari. Ini pertama kalinya buat Rafael memakan makanan Indonesia. Tari memang gadis kecil dengan segala kelebihan yang tersembunyi di wajah lugu dan polosnya.
"Enak Dek. Kapan-kapan buat lagi ya. Oohh ya. Aku sudah meminta izin kepada Ibu Mawar, untuk memberimu izin tinggal di sini selama aku pergi ke luar kota."
Tari mendongak, menatap lelaki tampan itu dengan mata berbinar-binar senang. Tari sangat senang jika diberi kesempatan bisa menginap di sini. Abang El punya perpustakaan pribadi dengan segala macam buku. Lengkap.
"Pakai saja dapur ini, jika kamu memang mendapat pesanan. Gunakan saja kartu yang Abang kasih buat kamu, mengerti?!"
Tari sangat bahagia. Bisa bertemu dan mengenal lelaki baik ini. Walaupun di luarnya sangat kaku dan dingin, tapi hatinya sangat lembut dan hangat. Tari bersyukur, masih diberi kehidupan yang layak, walaupun harus bisa mencari uang sendiri untuk sekedar mengisi perutnya.
El mengantar Tari ke sekolahnya sebelum berangkat ke kampus. Mentari, gadis berusia 12 tahun yang sekarang duduk di kelas 9 semester terakhir. Tari tidak punya teman di sekolah elit ini. Semua enggan menatap Tari, yang hanya tukang cuci piring. Tapi itu tidak membuatnya berkecil hati. Salah satunya karena Rafael yang sudah menganggapnya sebagai adik kandungnya sendiri.
Tidak ada seorang pun yang tau jika Tari mengenal anak dari pemilik yayasan. Pemilik yayasan sangat menyayangi Tari. Berbanding terbalik dengan sikapnya kepada anak kandungnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Hanya Ingin Bahagia
HumorApa salahku hingga mereka tega membuang ku. Aku juga tidak meminta untuk dilahirkan. Aku hanya ingin bahagia. Mentari. Gadis yang dianugerahi Tuhan dengan otak yang cerdas dan jenius, dibalik hidupnya yang menderita. Tari, berusaha bertahan hidup, d...