Satu

0 2 0
                                    

Irfan kecil menggedor-gedor pintu kamar mandi. Kamar mandi berukuran 2×2 meter itu gelap, lampunya sengaja dimatikan, hanya ada sedikit pencahayaan dari celah pintu juga fentilasi kecil. “Mila! Bukain pintunya, aku takut! Pleas bukain!” Pinta Irfan kepada teman perempuannya.

“Nggak! Salah siapa gangguin orang” kata anak perempuan itu yang umurnya hanya lebih muda satu tahun darinya.
“Aku minta maaf, aku gak sengaja! Pleas keluarin aku dari sini!” Pintanya lagi, dirinya semakin takut apa lagi cerita dari teman-temannya yang bilang bahwa di kamar mandi itu ada penunggunya.

“Nggak!” ketus anak perempuan itu, lalu berjalan meninggalkannya.

“Please! Keluarin aku, aku takut” ucap Irfan disela-sela tangisnya. Dirinya duduk di pojok kamar mandi dengan kedua kaki yang di tekuk, kepalanya ia tundukkan dalam-dalam, dirinya benar-benar takut, “Aku takut Mil, pleas bukain” ucapnya lagi.

“Irfan!”seru anak perempuan itu berbarengan dengan suara pintu yang berbenturan dengan dinding dengan cukup keras. Keringat membasahi keningnya, nafasnya terengah-engah seperti habis berlari. Di ambilnya segayung air dan disiramkannya ke seluruh badannya. Ia lakukan hal yang sama kepada Irfan yang masih duduk di pojokan kamar mandi.

Irfan membelalakan matanya saat tubuhnya disiram dengan air oleh anak perempuan itu. “Ayo bangun, Kita harus keluar sekarang!” ucap anak perempuan itu, tangan kecilnya menarik tangan Irfan keluar dari kamar mandi.

“Kenapa? Kenapa kita harus lari?” tanya Irfan bingung, namun tetap berlari.

“Kebakaran” ucap anak perempuan itu masih berlari sambil menarik tangan Irfan agar ia lebih cepat berlari.

“Apa?” kata Irfan terkejut, dan semakin kencang berlari, kini kondisi mereka berbalik yang tadinya Mila yang menarik tangan Irfan, kini Irfan yang menarik tangan Mila namun lebih kencang.

“Irfan!” teriak Mila sambil mendorong Irfan.

“Euh,,, Mila!” seru Irfan yang melihat Mila tertindih sebuah benda dan tak sadarkan diri. Ia berjalan sambil tertatih-tatih mendekati Mila, pandangannya mulai kabur, dirinya jatuh membentur lantai, hal terakhir yang ia tahu  suara sirine dan api yang semakin membara.

“Kak Irfan, bangun....!” teriak seseorang tepat ditelinga Irfan.
Irfan yang terkejut sedikit berguling ke arah samping.

Bugh

“Aduh” erang Irfan saat dirinya jatuh dari atas kasur. “Siapa si yang ganggu? Orang lagi tidur juga” ucapnya kesal, sambil bangkit dari posisi jatuhnya.

Terdengar gelak tawa seseorang, dari atas kasur. Tawa kemenangan melihat kakaknya yang jatuh dari atas kasur karna terkejut dengan teriakannya.

Irfan sudah menyiapkan sebuah hadiah untuk orang yang membuatnya jatuh dari atas kasur. “Oh jadi kamu, Erik” ucapnya dengan senyum yang terukir diwajahnya saat melihat anak laki-laki yang duduk di atas kasurnya dengan mengenakan seragam putih biru khas anak SMP.

Tawa Erik terhenti mendengar ucapan dari sang Kakak, dirinya menelan ludah. “A-ampun kak, E-Erik gak sengaja” ucapnya gagap melihat senyuman sang kakak.

“Oh gak sengaja” kata Irfan, tangannya terulur siap mencubit tangan adiknya.

“Irfan, cepat siap kamu sekolah kan sekarang?” ucap seorang pria dari ambang pintu kamar Irfan.

“Iya pah, ini juga mau siap-siap” jawab Irfan, menatap kearah Papa-nya sesaat dan kembali menatap Erik. Irfan berbalik dan melangkah menuju kamar mandi.

Mati gue batin Erik.

“Erik, kamu turun sarapan habis itu berangkat sama pak Bambang ya” ucap papa melangkah pergi meninggalkan kamar anak sulungnya.

“Oke pah” jawab Erik yang tengah beranjak turun dari atas kasur sang kakak.

⚜️

Gimana ceritanya bagus gak jangan lupa tinggalkan jejak ya
See you
Sampai jumpa di bagian selanjutnya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Friend is  My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang