01 : datang.

41 4 5
                                    

Bayi. Serius ini bayi.

Youngmin mengucek matanya sekali lagi, memastikan objek di depannya ini benar-benar bayi atau bukan. Setelah kucekan mata keempat ditambahkan pukulan di pipinya pelan, Youngmin benar-benar yakin ini adalah seorang bayi.

Pria dua puluh enam tahun itu menunduk, mengambil bayi beserta dengan keranjang kayunya, membawanya ke dalam rumah dengan hati-hati. Youngmin duduk di sofa, kemudian meletakkan keranjang itu di meja tamunya.

Matanya kembali memandang objek yang sedang tertidur di depannya itu lamat-lamat. Pipi bayi itu bersemu merah dan gemuk, matanya tertutup rapat. Lima detik kemudian kesadaran memukul dirinya, Youngmin terperanjat. "Ini bayi siapa?!?"

Rupanya suaranya yang keras membangunkan si bayi, Youngmin panik bukan main, selama dua puluh tahun hidupnya, dia belum pernah mengurus seorang bayi. Apalagi yang masih kecil seperti ini.

Bayi itu tentu saja menangis keras, kaki kecilnya menendang nendang udara. Youngmin semakin panik, dia menepuk pelan pantat bayi itu, berharap tangisannya mereda. Karena belum pernah memegang bayi, tentu saja tepukan yang pelan itu terasa keras bagi bayi berselimut biru itu.

"Siapa sih yang na— ANJIR BANG ITU BAYI SIAPA?"

Woojin. Teman satu kos Youngmin sepertinya terbangun dari tidur karena tangisan keras si bayi. Mata Woojin terbuka lebar, sangat terkejut dengan bayi kecil yang diletakkan di keranjang kayu.

"Gue gatau Jin, dia tiba-tiba ada di depan pintu, mana gue tau dia bayi siapa." Youngmin mengusak rambutnya asal, bingung.

"Jujur sama gue bang. Lu abis hamilin anak orang kan?" Woojin menatap Youngmin tajam.

Yang lebih tua menghela napas, dirinya sudah pusing dengan kedatangan mendadak si bayi, kemudian Woojin malah menanyainya dengan sesuatu yang tidak masuk akal.

"Ya mana mungkin gue hamilin anak orang, Woojin. Ketemu cewek depan gang aja gue puter balik."

Woojin mengangguk membenarkan. "Bener juga. Beda cerita lagi kalo yang nerima bayi si Donghyun, dia mah suka tepe tepe."

"Udah ah, gausah bahas itu." Youngmin masih setia menepuk pelan tubuh bayi, lambat laun bayi itu mulai memejamkan matanya, kembali tertidur. Woojin mendekat ke arah meja ruang tamu kosnya.

"Jin, lu bisa gendong bayi ga?"

"Hah?"

"Lu bisa gendong bayi ga?"

"Hah?"

Youngmin menghela napas. "Lu bisa gendong bayi kaga, Woojin budek?!"

Woojin dengan cepat menutup mulut Youngmin, matanya melirik ke arah si bayi yang untungnya tidak terusik dengan suara keras Youngmin.

"Hmphhh!" Youngmin mencoba membebaskan dirinya.

"Ngapa sih Jin?"

"Gila ya lu, ngapain ngomong keras kek tadi?"

Youngmin memutar bola matanya malas. "Ya habisnya gue dah ngomong tiga kali masa kaga kedengeran sih? Apa itu namanya kalau bukan budek?"

"Gue bilang hah bukan karena gue ga denger, itu karena gue gabisa gendong bayi." Woojin melanjutkan, "kalau gendong kak ungie mah bisa." Yeu ngeles aja Woojin mah.

"Aelah kan lu bisa bilang gabisa. Gitu aja kok repot."

"Ribet ah."

"Lu yang ribet."

"Yaudah trus ni bayi gimana? Kalo ketahuan Pak Rhymer habis kita. Lu mau kasih alasan kalo lu nemu ini di depan rumah kaga bakal diterima, tau sendiri Pak Rhymer gimana orangnya."

Youngmin menghela napas, berpikir keras. Memikirkan tentang cara menjelaskan tentang asal usul si bayi. Woojin yang disampingnya ikut menghela napas, menghembuskan napas panjang, padahal dia mikirin pacarnya.

"Bilang aja ini adek si Daehwi." Woojin mengusulkan sebuah ide.

"Tapi kan Pak Rhymer dah tau Daehwi anak tunggal."

"Bener juga." Keduanya kembali terdiam.

"Hah! Gue tau!"

"Anjir kaget. Apaan?"

Woojin bertepuk tangan tiga kali, seakan akan idenya sangatlah brilian. Youngmin menatap dengan penuh harap, walaupun kadang Woojin mengesalkan tapi kadang idenya berguna.

"Bilang aja kalo ini anak gue sama Kak Woong," kata Woojin sambil cengengesan.

Satu pukulan penuh emosi mendarat di bahu Woojin. "Dia kan cowok anjir!"

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Daily Yeppie.Where stories live. Discover now