Tok... Tok... Tok...

68 0 0
                                    

"Yaahh... salah lagi!" gumam saya sambil menggeleng-gelangkan kepala di depan layar monitor. Sebatang rokok pun dinyalakan. Asap rokok kembali memenuhi balkon sempit yang digunakan sebagai ruang kerja ini, lalu menjalar turun melewati pagar balkon ke arah meja makan yang terletak di ruang tengah. Di rumah ini, ruang tengah tersebut memang menjadi pusat yang menghubungkan satu ruang dengan ruang lainnya, termasuk kamar tidur anggota keluarga. Tetapi kali ini saya tak punya masalah dengan asap rokok itu, toh malam ini cuma saya sendirian di rumah ini. "Mau abis berapa bungkus pun gak akan ngeganggu siapapun!" pikir saya sambil mengisap rokok dalam-dalam dan mengembuskannya. Saya lalu membenamkan punggung ke sandaran kursi dan memejamkan mata untuk sejenak melepas lelah dari silau pada layar monitor. Rasanya begitu nyaman. "Kayaknya, memejamkan mata juga bikin tenang pikiran dari tetek-bengek tugas." pikir saya lagi. Perlahan suara kipas CPU pun terdengar semakin jelas, juga sebuah dengungan halus yang berasal dari lampu di balkon ini. Sedangkan dari kejauhan, saya mendengar deru mesin-mesin kendaraan yang semakin menjauh.

"Tok...tok...tok..." sebuah ketukan kemudian terdengar diantara suara-suara itu. Bunyinya seperti pintu diketuk dan arahnya dari bawah balkon. Saya membuka mata memandang ke ruang tengah dan ke arah lorong yang menuju ruang tamu, namun setelah beberapa saat menunggu, saya tak mendengar lagi suara itu. "Ah, cuma salah dengar..." gumam saya dalam hati. Saya lalu mematikan rokok dan kembali menghadap layar monitor. Sudah sepekan lebih perkerjaan ini rasanya mengambil alih semuanya; waktu, tenaga, dan juga kebersamaan dengan keluarga. Tetapi dibalik itu, karena pekerjaan ini pula lah saya bisa menjanjikan sebuah liburan yang menarik buat keluarga. Istri saya sampai melompat kegirangan saat saya utarakan janji tersebut. Pupil matanya terlihat begitu besar. Lalu, sambil menandak-nandak, ia pun menyanyikan lagunya Tasya yang berjudul "Libur tlah tiba". Dan karena mengingat hal itulah saya sekarang senyum-senyum sendiri.

"Tok...tok...tok..." mendadak terdengar lagi suara ketukan itu. Sama sekali tak ada keraguan untuk kali ini. Saya melirik jam pada monitor di sudut bawah yang menunjukan pukul 1.02 AM. "Emang siapa sih yang bertamu di jam segini?" gerutu saya. Dengan malas, saya beranjak dari kursi dan melangkah menuju tangga. Cahaya lampu balkon menerangi tangga hingga setengah jalan, sedangkan sisanya adalah kegelapan. Seperti malam-malam biasanya, saya memang tak menyalakan lampu selain lampu teras luar dan balkon ini. Tak ada alasan apapun untuk itu, dan hal tersebut pun sudah berjalan semenjak kami pindah ke rumah ini. Saya menuruni tangga yang menjadi tampak seperti gradasi cahaya itu, namun sampai di anak tangga ke tiga, langkah saya pun terhenti, "Oh ya, tadi kan pintu pagar udah digembok, jadi kalaupun itu emang tamu, pastinya yang diketuk-ketuk itu gembok pagar, bukan pintu depan!" pikir saya. Saya pun segera berbalik dan kembali ke meja komputer. "Mungkin itu tikus yang ada di para, atau juga cicak... atau malah, kucing barangkali." pikir saya sambil melanjutkan pekerjaan.

"Bener kamu gak ikut, Mas?" tanya istri saya tadi sore di teras rumah.

"Nggak," jawab saya sambil merapikan jaket yang Iput kenakan. Iput adalah anak kami, ia berumur lima tahun.

"Ayah kenapa ngga ikut?" tanya Iput sambil berusaha memasang wajah cemberut. Dahinya dikerutkan dan bibirnya tampak dimonyongkan ke depan.

"Maaf ya, Put... tapi Ayah harus cepet-cepet nyelesein pe-er Ayah," jawab saya sambil mencolek hidungnya. Iput pun melepaskan seluruh tarikan otot pada wajahnya, kembali seperti semula. "Krayonnya ga lupa dibawa?" tanya saya kemudian.

"Udah dong..." jawab Iput sambil menepuk-nepuk tas selempang yang dipakainya. Iput memang senang menggambar, hampir dimana pun seringkali ia mendadak ingin menggambar. Mungkin hal itu menurun dari saya yang juga suka menggambar sejak kecil dan malah sekarang berprofesi sebagai desainer.

"Siiipp..." kataku sambil mengacungkan jempol pada Iput.

"Yakin kamu emang gak akan ikut?" tanya Istri saya lagi.

Tok... Tok... Tok...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang