🍁🍁🍁
Awal pekan yang cerah. Hari masih pagi, matahari bersinar cukup cerah menghangatkan senyum para pegawai Kantor Pariwisata kota yang satu-satu persatu memasuki lobi kantor. Mereka saling senyum dan menyapa satu sama lain yang merupakan kebiasaan mereka sehari-hari.Tapi rupanya hangat mentari tidak mampu mencerahkan wajah tiga mahasiswa magang yang juga baru tiba. Dahi Quitta dan Sylen mengernyit aneh saat mendapati wajah lesu dan kusam Adalyn yang baru saja memasuki lobi kantor. Mereka berdua sengaja menunggu Adalyn di depan pintu lobi yang lebar.
"Selamat pagi," sapa Adalyn menghampiri kedua teman magangnya itu. Kedua temannya membalas sapaan dengan wajah horor.
"Astaga, Lyn! Ada apa dengan wajahmu itu?" pekik Quitta seraya menunjuk kantung mata di wajah Adalyn.
"Wajahmu mirip panda kurang tidur," sambung Fang yang baru saja tiba dan bergabung dengan mereka. Sementara Sylen hanya diam memandang cemas kondisi Adalyn.
"Apa yang terjadi, Lyn?" Suara lembut Sylen akhirnya ikut menimpali.
"Aku hanya kurang tidur semalam," jawab Adalyn tanpa semangat.
"Mengapa?" Quitta semakin penasaran.
Tidak biasanya Adalyn seperti ini mengingat sifat ceria dan serampangan temannya itu. Apapun situasinya Adalyn selalu menjadi orang yang menghidupkan suasana.
Adalyn memandang wajah ketiga temannya. Haruskah aku menceritakan mimpiku pada mereka? Bagaimana kalau mereka tidak percaya? pikirnya. Adalyn hanya menggelengkan kepala menanggapi pertanyaan Quitta.
"Kalau ada masalah ceritakan pada kami, mungkin kami bisa membantu." Si bijak Sylen menghibur Adalyn.
Si gadis magang mengangguk dan berusaha memberikan senyum terbaiknya agar teman-temannya tidak cemas lagi.
"Hei, hei hei ...! Ini baru awal pekan. Kita seharusnya bersemangat. Sebagai anak magang kita masih akan menghadapi banyak masalah dan tekanan kerja. Maka, mari kita bersemangat menyambut hari ini dan seterusnya. Demi masa depan yang gemilang!" seru Fang dengan semangat membumbung ke langit-langit.
"Semangat! Demi masa depan yang gemilang!" pekik ketiga gadis yang lain langsung koor dengan suara membahana menyambut semangat Fang.
"Woi ...! Jangan berteriak-teriak di lobi. Masih pagi kalian sudah membuat keributan," hardik bapak sekuriti seraya melotot ke arah pasukan putih hitam itu.
Fang dan ketiga gadis membungkuk meminta maaf lalu berlari masuk ke divisi mereka menghindari tatapan tajam orang-orang di lobi.
Sementara itu di pagi yang sama di ruang Kepala Divisi Perencanaan dan Promosi. Oza masuk ruangan setelah mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk oleh sang pemilik ruangan. Pria itu terkejut memandang wajah atasannya yang kuyu dengan lingkar hitam di bawah mata.
"Selamat pagi. Apakah ada masalah, Pak?" tanya Oza seraya meletakkan sebundel berkas di atas meja kerja Jun.
Jun menghela napas, menyugar rambutnya lalu mengusap wajahnya.
"Apakah Anda bermimpi buruk lagi?" tanya Oza hati-hati. Membicarakan mimpi adalah topik yang sensitif bagi Jun.
"Kali ini aku bermimpi yang sama selama dua malam berturut-turut. Perempuan itu bahkan seperti datang ke dunia nyata, tetapi ada hal lain yang lebih mengerikan," tukas Jun dengan suara berat.
Sepertinya Bos benar-benar tertekan, batin Oza.
"Pak, apakah tidak sebaiknya ke psik-" Oza belum menyelesaikan ucapannya ketika langsung dipotong oleh Jun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suaramu Mengalun lewat Mimpiku
FantasyBlurb. Jun Byram, seorang pria dengan karir bagus sekaligus putra tunggal wali kota berkuasa di kota Metro Raya, ibu kota negera Transnisia, mengalami mimpi aneh ketika dia mulai berumur dua puluh sembilan tahun. Dalam mimpinya ia selalu bertemu de...