Hancurnya Sebuah Alasan

10 2 0
                                    

Janhvi berdecak kesal, lelaki yang dirindukannya tak kunjung datang ke tempat mereka janjian. Gadis dengan lehenga sederhana itu telah duduk selama dua jam di kafe dengan interior ala Barat yang terlihat berkelas. Menandakan kalau kafe tersebut merupakan tempat nongkrong favorit kalangan elite di Mumbai. Dia bahkan sudah menghabiskan dua gelas minuman di sana.

Spam chat terus ia kirimkan pada Aditya. Tapi belum ada balasan apa-apa.

"Maaf Nona, kafe ini akan tutup lima menit lagi," ucap seorang lelaki di belakangnya saat Janhvi terfokus pada layar ponselnya.

"Oh ya ampun, bagaimana bisa? Ini baru pukul tiga sore," protes Janhvi sambil melirik arlojinya.

"Sorry bhai-"

Pria di hadapannya menahan tawa melihat ekspesi kesal Janhvi yang menjadi. "ADII!" pekiknya geram. Aditya membuka kacamata hitamnya, memamerkan mata indahnya yang dinaungi alis yang sedikit patah di ujungnya.

"Kenapa kau tak pulang, Jaanu?" tanya Aditya langsung duduk di hadapan Janhvi.

"Kenapa kamu baru datang?" balas Janhvi mengisi mulutnya dengan udara disertai delikan mata.

"Are! Jadi kau menungguku, Jaanu?" kelakar Aditya melupakan rasa sakit di sudur bibirnya. Bertemu Janhvi jauh lebih berhasil menyembuhkan lukanya daripada mengoleskan salep diatasnya.

"Lupakan. Orang sibuk sepertimu tak akan mengerti kan?" rajuknya kesal.

"Oke, mujhe maaf kijiye Malhotra-ji," ucap Aditya dengan menyentuh kupingnya.

"Eh, kau kenapa?" Janhvi menghulurkan tangannya untuk menyentuh dagu Aditya, tapi lelaki itu malah bergerak menjauh dengan pura-pura mengambil daftar menu.

"Mereka menyakitimu lagi, hum?" Mimik gadis itu berubah khawatir. "Kau berhak mendapat keadilan, ini sudah sangat melebihi batas Adi. Aku akan adukan ini pada pihak berwajib," kata Janhvi sangat iba pada nasib sahabatnya itu

"Sudahlah, ini hanya luka kecil. Aku bukan bocah Jaanu, tenanglah," tampik Aditya sebelum memanggil pelayan untuk memesan minuman dan camilan. Dia tak menghiraukan Janhvi yang sangat mencemaskanlah.

"Kau mau apa?" tanyanya pada Janhvi. Gadis itu menggeleng pelan dengan mata yang fokus pada luka kecil di sudut bibir Aditya. Pasti banyak hal yang disembunyikan lelaki tampan itu.

"Jadi, Nona Malhotra, kau punya maksud apa setelah bersikeras ingin bertemu denganku di sini?" tanya Aditya mengalihkan Janhvi agar tak bertanya lagi tentang luka itu.

Janhvi menghela napas, mengisyaratkan bahwa isi pembicaraannya kali ini akan sangat serius. Perempuan yang terpaut usia dua tahun lebih tua dari Aditya itu meremas tangannya sendiri.

Entah kenapa pelayan itu sangat cepat kembali, membuat Janhvi harus menahan kalimatnya untuk beberapa saat. Dia membiarkan pelayan lelaki itu menyimpan dulu pesanan Aditya di meja.

"Thank you," ucap Aditya pada pelayan.

"Adi-" matanya terpejam beberapa detik.

"Bicaralah," kata Aditya pelan.

"Adi aku ... sepertinya ... Adi aku tidak ingin melanjutkan rencana pernikahan ini," ungkapnya dengan susah payah.

Hampir saja kentang goreng yang berada di mulut lelaki beriris hitam pekat itu tertelan ke arah yang salah. Dia sangat terkejut. "Maksudmu?"

Aditya menerima tisu dari Janhvi dan langsung menyeka mulutnya saat masih terbatuk-batuk.

"Sorry," lirih Janhvi menunduk.

"Are! Maksudmu apa? Pernikahan yang mana?"

"Pekan lalu seorang lelaki dan orang tuanya datang melamarku, kedua orang tuaku menyambutnya dengan bahagia. Entah pernah ada kesepakatan apa antara orang tua aku dan lelaki itu. Sampai tanggal pernikahan pun ditentukan hari itu juga, semua berjalan tanpa ada yang menanyakan pendapatku. Adi, kya karoon?" ungkap Janhvi mulai menampakkan kegelisahannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SaansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang