~Be Like Water, Habibi~
Kehilangan memang momok yang sangat mengerikan, terlebih lagi jika ia adalah orang terkasih. Namun percayalah, akan selalu ada sosok pengganti pun dengan sinonimnya sekali.
-🌙-
Di malam yang rumit ini, mereka berseri. Entah karena rasa sepi yang mulai menepi atau, hanya sekedar menutupi kesedihan hati demi si bungsu ini? Tidak ada yang tahu bukan?
Hangatnya peluk dari sang Ayah dan belaian kasih dari Sang Kakak, kini mampu menjadikan Habibi lebih kuat. Lebih kuat untuk menahan sakit, lebih kuat untuk menahan ringkihnya hati, dan lebih kuat untuk meniti mimpi.
-Next✍️
Cuaca dingin yang mampu menikam kulit, serta sinar mentari pun turut mendominasi ruang kecil dengan nuansa apik milik Habibi. Sedikit siluet darinya pun sanggup membuat sang empu tergusur dari bunga tidurnya.
"Eungh," keluhnya sambil menyibak selimut sutra yang menelungkup tubuh mungilnya.
"Ah, udah pagi? Astaga."
"Ayah sama Kak Fahri nggak bangunin Habibi? Kenapa?" monolognya. Dengan kilat Habibi turun dari tumpukan kapas empuk yang menjadi alas tidurnya, lalu mengecek seseorang yang sejak awal menjadi tujuannya yaitu Fahri--Kakaknya.
Habibi mendongak, menyorotkan netranya pada ruang datar tepat di atas ranjang penatnya. Atau, lebih tepatnya Kasur bertingkat yang telah ditempati olehnya dan Fahri.
"Huh! Belum bangun ternyata," respon Habibi setelah didapatinya seonggok daging bernyawa dengan nafas teratur yang tengah bersenandung ria dengan alam mimpinya.
"Kak, Kak Fahri ayo bangun!" Rupanya menyadarkan Fahri tidak semudah itu.
"Ihs Kak Fahri! Bangun. Udah siang lho ini, nggak mau ngampus apa?" ucap Habibi seraya mengacak selimut Fahri.
Tampaknya usaha Habibi kali ini tidak sia-sia, Sang empu berhasil tersadar dan mulai membuka sedikit pandangannya.
"Hmm, Habibi?" Ucap Fahri sambil mengucek pelan kedua matanya. "Kenapa sih? Tumben banget lo udah bangun, Mama aja belom bangunin kok." Fahri merubah posisi tidurnya menjadi tengkurap.
"Kak, Mama ..." Habibi tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya, karena bagaimanapun juga ini adalah hal yang menyakitkan bagi kakaknya. "Mama udah nggak ada, Kak."
Fahri terkesiap. Bagai disiram cuka di atas lukanya yang masih menganga, tanpa sedikit persiapan, otaknya sudah dipaksa untuk mengingat kembali semua memori jahat yang baru kemarin terjadi padanya. "E-e, g-gue ..."
"Udah Kak, mendingan Kakak mandi, Habibi mau cek Ayah dulu ke kamar." Perkataan itu keluar dari mulut hati Habibi.
Habibi meninggalkan Fahri yang masih berusaha tegar. Sebenarnya Fahri merasa buruk sebab ia merasa kalah dengan Habibi, bagaimana bisa ia sebodoh ini di depan Habibi? Bukankah seharusnya ia bisa lebih kuat? Tetapi kenyataannya, Fahri masih belum siap.
Sesampainya di kamar Sang ayah, Habibi mengangkat tangannya dan diketuknya papan kayu yang menjadi batas antar tiap ruang di rumahnya. "Ayah, ini Habibi... Bangun Yah, udah siang ini nanti Ayah terlambat ke kantornya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Like Water, Habibi
FanfictionSeperti air yang terus mengalir, tanpa pernah berpikir di mana nanti akan berakhir. Hanya segelintir kisah tentang seorang lelaki yang bermimpi untuk menjadi hujan di saat kekeringan. Hanya sekelumit perjalanan tentang sang pemeran utama untuk menja...