Aku memandangi diriku di depan cermin, meja rias yang sudah berantakan karena alat makeup dan barang lainnya berceceran diatas meja rias tidak menjadi halangan pandanganku kearah cermin. “cantik” batinku. Dengan cepat aku berbalik menuju ranjang yang juga sama kacaunya, karena aku telah menumpuk hampir semua baju yang aku miliki di atas ranjang. Dengan sedikit tergesa aku mengacak acak timbunan baju untuk mecari dimana letak handphoneku, dan setelah 15 detik lamanya akhirnya aku menemukannya diujung ranjang.
Akupun berjalan kembali kearah meja rias dan duduk di kursi sembari memainkan handphone. Dengan cepat aku membuka aplikasi foto dan meletakan handphone diatas meja rias, untuk beberapa detik aku kesulitan untuk membuatnya terdiam karena permukaan meja yang sedikit licin tetapi akhirnya akupun berhasil. Kulihat pantulan diriku di depan kamera, “diliat dikamera juga cantik” gumamku merasa puas karena akhirnya setelah kurang lebih 2 jam makeup dan berganti pakaian, aku mendapatkan hasil yang sangat sangat memuaskan.
Setelah benar benar memastikan handphoneku telah berada diposisi yang benar, aku mulai bergaya didepan kamera. Sepertinya bukan hanya aku saja yang setuju bahwa bergaya dengan angle dari sebelah kiri akan membuat diriku menjadi lebih cantik dan terlihat “langsing”. Aku memulainya dari bergaya dengan senyuman manis, membuat duck face, cemberut, menjulurkan lidah, menopang dagu, dan banyak lagi gaya foto yang aku gunakan.
Setelah kurang lebih 30 menit, tiba tiba aku merasa sangat lelah dan memutuskan untuk berbalik dan melemparkan diriku ke tumpukan baju diatas ranjang untuk mengistirahatkan pinggang dan punggungku yang benar benar sudah pegal. Untuk beberapa saat aku hanya memejamkan mataku dan merasakan badan yang rileks sampai aku mengingat bahwa saat ini aku memakai softlens, dengan cepat aku membuka mata dan bangkit dari “tidur singkat”ku dan berjalan menuju cermin untuk mengecek apakah softlensku tidak berputar kebelakang bola mata. Dan ternyata mataku masih berwarna coklat muda yang artinya softlens itu masih bertahan di tempatnya. Dengan malas aku mulai untuk membersihkan diri, kulirik jam yang berada diatas meja rias, pukul set 4 pagi, orang gila mana yang merias dirinya dijam 4 pagi dini hari, ya tentu saja aku orang gila itu. dengan pikiran yang benar benar sudah lelah, aku mempercepat gerakanku untuk membersihkan diri, dimulai dari melepaskan softlens, menggunakan micellar water untuk membersihkan makeup, membuang sisa sisa kapas dan tissue yang telah digunakan, mencuci muka dan menggunakan skincare malam.
Aku melihat meja rias dan ranjangku yang masih kacau balau tetapi karena aku benar benar sudah tidak ada tenaga untuk membereskannya, aku hanya memindahkan baju baju itu kelantai dan langsung tertidur.
Aku membuka mataku dengan terkejut. Samar samar aku mendengar sebuah alarm berbunyi, dengan lemas aku mencari cari sumber suara yang telah mengganggu tidurku. Dengan mata yang masih tertutup, Aku meraih raih helaian baju yang berada di lantai dan mulai mecari handphoneku. Setelah cukup lama aku tidak juga menemukan apa yang aku cari, dengan sekali gerakan, aku bangkit dan mengangkat tumpukan baju dan menemukan handphone yang tidak mau berhenti berdering di dasar “gunung” itu. dengan kesal aku mematikan alarm dan melihat jam yang terdapat di layar hp dan menemukan bahwa sekarang telah pukul set 7 pagi dan dalam waktu 30 menit lagi aku sudah harus berada di kampus. Dengan kecepatan penuh, aku bergegas menuju kamar mandi dan mulai bersiap.
Setelah memarkirkan motor, dengan cepat aku berlari menuju lantai 2 gedung fakultas dan mendapati lorong lantai 2 terlihat sepi, dengan panik dan berkeringat dingin, kurapikan baju dan rambut sebahuku karena saat ini aku benar benar terlihat mengerikan. Aku mengenakan sebuah sweater oversized, celana jeans dan sebuah convers merah karena hanya sepatu itu yang terlihat dan sedang mudah di jangkau. Aku bahkan tidak mengenakan makeup sama sekali karena saking buru burunya dan menutupi imperfectku dengan kacamata dan sebuah masker. Dengan nafas yang masih belum benar, aku mulai berjalan perlahan kearah kelas yang akan aku tempati, dan saat aku membuka pintu kelas, baru beberapa mahasiswa yang telah datang. Aku yang kebingungan berjalan menuju salah satu bangku dan menanyakan kepada seseorang disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
JINA-ILHAM
Teen FictionJina Ilham Dua manusia yang sangat bertolak belakang, mencoba untuk bersatu. Apakah mungkin? Jina Diandra dengan kepribadian yang bundar, dan Ilham Bagaskara dengan kepribadian Kotak