1

4.4K 401 88
                                    

"Loh, katanya kamu bawa temen yang mau dikenalin ke kita, mana?" Gracia membuka pembicaraan saat Feni, teman semasa kuliahnya menarik kursi lalu duduk.

"Tunggu, bentar lagi nyampe, dia kejebak macet. Kamu kenapa sendirian? Ci Shani mana?"

Gracia dan Feni, dua orang perempuan beranjak dewasa yang sudah berteman sejak duduk di bangku kuliah. Keduanya berteman dekat selama empat tahun, hingga sekarang setelah satu tahun lalu mereka merayakan wisuda bersama, mereka masih tetap berteman dekat. Tidak peduli kegiatan dan kesibukan sudah berbeda.

"Tuh," Gracia memajukan dagunya, menunjuk ke seorang perempuan di belakang Feni yang baru saja keluar dari area toilet dan kini tengah berjalan ke arah mereka

Feni menolehkan kepala, menatap sosok yang dia cari, "Cantik banget," gumamnya lirih.

Gracia tersenyum, tangannya menopang dagu, tatapannya tidak lepas menatap perempuan yang mengenakan jaket kulit, skinny jeans model high waist, dan boots yang semuanya berwarna hitam. Gracia setuju dengan ucapan Feni, sosok itu cantik. Amat sangat.

"Kenapa sih pada ngeliatin gitu?"

Namanya Shani Indira, akrab disapa Shani, namun orang-orang terdekatnya lebih suka memanggilnya dengan sebutan Ci Shani. Panggilan itu diucapkan pertama kali oleh Gracia, lama kelamaan anggota keluarga Shani mengikuti, anggota keluarga Gracia mengikuti, hingga akhirnya orang-orang terdekat yang sering mendengar panggilan itu juga mengikuti.

Shani sendiri adalah pacar Gracia. Awalnya, dia dan Gracia hanya teman dekat yang selalu duduk satu meja, yang selalu ke kantin bersama, yang selalu mengerjakan tugas rumah bersama, yang selalu bolos bersama saat salah satu malas masuk kelas, dan yang selalu les di luar sekolah bersama. Kebersamaan yang selalu berulang ini yang membuat Shani berani meminta Gracia untuk menjalin hubungan lebih dari seorang teman. Gracia langsung setuju, bahkan kala itu dia tidak berpikir panjang dan langsung menerima Shani.

"Cantik banget kamu," ucap Gracia masih dengan senyum yang merekah lebar menatap Shani yang duduk di sampingnya.

"Apasih Ge," Shani tertawa dengan muka yang sedikit memerah, "Mpen juga apaan sih ngeliatin mulu," ucapnya kepada Feni yang masih menatapnya.

"Cici cantik banget," ucap Feni juga tersenyum lebar. Matanya bersinar menatap kecantikan salah satu ciptaan Tuhan yang duduk di hadapan.

"Apaan sih? Kalian ga punya kaca kah biar bisa liat diri kalian sendiri?"

"Cantikan kamu lah tetep kemana-mana."

Shani menoleh ke Gracia, matanya menatap lekat sosok mungil yang memakai sore ini memakai croptop putih model Sabrina, memperlihatkan bahu dan collarbonenya yang sangat indah, "Kamu mau diem atau aku peluk?"

"Peluk."

Shani langsung membawa Gracia ke dalam pelukan, melingkarkan dua lengannya pada tubuh mungil Gracia. Dua orang itu tertawa berdua, lupa bahwa ada Feni di depan mereka.

Feni menghelas nafas, "Bucin banget jujur." Pemandangan seperti ini sangat sering dia lihat, apalagi saat mereka masih kuliah. Bahkan seingatnya tidak pernah satu hari dalam hidupnya berlalu tanpa melihat dua orang itu berpelukan.

"Maap," Shani mengurai peluk.
-----
"Feni!"

Suara seseorang memanggil nama Feni membuat Shani dan Gracia kompak menoleh ke belakang.

Feni berdiri, sebelah tangannya terangkat ke arah sosok tersebut, "Anin!"

Shani dan Gracia mengikuti pergerakan perempuan berambut bondol hitam yang dipanggil Feni dengan sebutan Anin hingga sosok itu tiba di samping meja, membuat Shani dan Gracia ikut berdiri sebagai bentuk penyambutan.

Irreplaceable?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang