6

2.2K 305 34
                                    

Gracia menatap smartwach hitam di pergelangan tangan kiri, masih ada setengah jam waktunya tersisa sebelum berangkat ke kantor. Gracia sebenarnya bisa pergi sekarang, malah lebih baik karena jalanan masih lengang, tapi dia tidak tega membangunkan Shani untuk sekedar menyuruh Shani pindah tidur ke kamarnya.

Gracia meletakkan barang bawaan ke sofa satu lagi, dia kemudian duduk di pinggiran sofa tempat Shani tidur. Kepala Gracia menoleh ke belakang, menatap Shani yang pulas dan tidak berubah posisi sejak tadi. Satu tangan Gracia terjulur, berniat untuk mengusap pelan kepala Shani, namun belum sampai tangannya, Shani tiba-tiba bergerak dalam tidur, membuatnya mengurungkan niat.

Dua mata Shani perlahan terbuka. Sadar ada seseorang duduk di sampingnya, dia menoleh, dan memutar tubuh begitu tau Gracia orang tersebut, "Ge..." Shani mengangkat bangun punggungnya dari atas sofa, "udah mau berangkat?"

Gracia tidak menjawab. Dia menatap Shani yang duduk persis di belakangnya dengan kaki terjulur, sedang meregangkan tubuh yang Gracia yakini pasti pegal karena semalaman tidur di sofa.

"Kok diem? Masih marah?"

"Kamu udah beneran sadar apa masih ngigau nih?" Gracia bisa melihat ada lingkar hitam di bawah mata Shani.

"Udah sadar, tapi boleh tunggu lima menit lagi gak? Atau kamu udah mau berangkat sekarang?"

"Mau ngapain emang?"

"Mau tidur lagi lima menit."

"Naik ke kamar aku aja gih," Gracia sungguh tidak tega mendengar permintaan itu, "ntar malem aku kesini baru kita pulang ke apartemen bareng."

"Kamu beneran masih marah ya?" tanya Shani hati-hati. Ucapan Gracia seperti sarkas baginya, "yaudah deh ga jadi, ayo berangkat sekarang."

Gracia menggeleng, "Masih marah, tapi aku beneran nyuruh kamu naik ke atas buat istirahat."

"Ga mau, aku mau nganterin kamu."

"Tapi aku yang nyetir," Gracia memberi penawaran, namun Shani menolak.

"Aku aja-"

"Ga." potong Gracia begitu saja, dia tidak bisa mempercayakan nyawanya pada Shani yang masih keliatan mengantuk.

"Aku mau ngasih tau kamu sesuatu, kalo kamu yang nyetir takut kamu ntar marah-marah atau apa sambil nyetir..."

Gracia tertegun. Jantungnya berdegup kencang saat itu juga, "Apa?"

"Nanti aja, aku boleh tidur lima menit dulu ga?" Shani kembali meminta lima menitnya yang sudah berlalu.

Gracia ingin sekali memaksa Shani berbicara, tapi wajah lelah itu, mata sayu itu, membuat Gracia mengiyakan permintaan Shani yang sangat sederhana, "Yaudah, iya."

Shani merebahkan kepala, menyandarkan dahi ke atas pundak Gracia. Dua matanya terpejam dalam keadaan menunduk. Sekujur tubuhnya tidak hanya merasa lelah, namun di beberapa sisi dia juga merasa nyeri dan sakit.

Sunyi datang menyergap. Gracia menatap lurus dinding putih gading di depan dengan dua kaki saling menyilang. Lima menit yang Shani minta menenggelamkannya dalam pertanyaan dan perkiraan tentang apa yang ingin Shani sampaikan. Lima menit yang Shani minta membuatnya hampir meledak karena rasa penasaran. Lima menit yang Shani minta mengubah sunyi jadi mencekam.

Hanya lima menit, dan Gracia merasa seperti lima jam.

"Aku mau cuci muka dulu sama sikat gigi," Shani yang mengangkat kepala tiba-tiba membuat Gracia tersentak.

"Naik sana ke atas," Gracia menoleh menatap Shani, "mau ditemenin atau aku tunggu di sini?" tanyanya lebih lanjut.

"Temenin."

Irreplaceable?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang