13

231 65 11
                                    

"Jay! Ayo memanah bersamaku!" ajak Isabella dari balik pintu kamar pemuda yang masih mengurung diri di kamarnya.

"Jangan ganggu ak—" Hampir saja pemuda itu mengulangi kesalahan yang sama di hari kemarin. Dengan cepat ia membuka matanya dan beranjak dari ranjang kesayangannya lalu membuka pintu kamar. "Ayo," balasnya kepada Isabella.

"Bantu aku bawa ini," pinta Isabella sambil memberikan Jay satu tas yang berisi beberapa anak panah yang terbuat dari kayu. Jay pun menerimanya dan menggendongnya di pundaknya.

Setelah Isabella mengambil busur panahnya, mereka pun berjalan keluar rumah. Mereka berjalan sedikit jauh mencari pohon yang besar untuk mereka jadikan sasaran memanah.

"Bagaimana kalau di sini?" tanya Isabella sambil berkacak pinggang memandangi pohon tinggi di hadapannya.

Jay mengangguk tanda setuju. Lelaki itu pun menunggu instruksi selanjutnya dan Isabella. Sejujurnya ia masih ingin memejamkan matanya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang, tapi ia tidak mau membuat perempuan itu bersedih lagi seperti hari kemarin.

"Baik. Aku akan mencontohkan sekali caraku memanah dan kau akan mengikutiku, bagaimana?"

"Baiklah, aku akan duduk di sini," ujar Jay lalu duduk di atas tanah menghadap ke arah Isabella.

Perempuan itu mengambil satu anak panah dan menaruhnya di busur panah. Matanya tertutup sebelah dan membidik ke tengah-tengah pohon. Tangan kanannya menarik anak panah lalu setelah bidikannya terasa tepat, ia melepasnya. Anak panah itu melaju lurus dan tertancap tepat di tengah-tengah pohon.

Mata Jay membelalak kagum. Bukan karena anak panahnya yang menancap di tengah pohon, tapi karena rambut panjang Isabella yang terhempas saat anak panah itu melaju. Padahal itu biasa saja, tapi pemuda itu mendapati hal yang membuatnya terpukau.

Setelah anak panah tertancap, Isabella tersenyum bangga lalu mengibas rambutnya pelan. Ternyata kemampuan memanahnya belum sepenuhnya pudar. Perempuan itu berjalan mendekati pohon itu lalu mencabut anak panah yang tertancap.

"Ayo sekarang giliranmu." Isabella memberikan busur panahnya kepada Jay.

Jay menerima busur panahnya. dahinya berkerut. "Sekarang? Aku bahkan tidak tahu cara memasang anak panahnya," ujar Jay.

"Aku tadi sudah bilang, perhatikan. Ya sudah kau berdiri dulu saja, nanti aku arahkan," ucap Isabella lalu menarik tangan pemuda itu untuk berdiri.

Jay berdiri menghadap pohon tinggi di depannya. Ia mengangkat busurnya dengan tangan kiri lalu menggenggam anak panah menggunakan tangan kanannya. Lalu ia menaruh anak panah itu di busurnya. Sayang, anak panah itu tidak bisa diam di tempat. Anak panah itu terus-terusan bergerak ke kanan dan ke kiri.

Isabella terkekeh melihat Jay yang kesulitan menaruh anak panah. "Bukan seperti itu," ucapnya lalu menghampiri Jay dan membantunya membenarkan posisi tangannya.

"Ayo, tarik dan lepaskan," perintah Isabella setelah membetulkan posisi Jay.

Pemuda itu mulai membidik ke tengah pohon dengan mata sebelah kiri yang tertutup. Begitu dirasa sudah tepat, ia mulai melepaskan tarikan tali busur. Anak panah itu melaju sesuai dengan arah yang Jay bidik tadi. Sayangnya anak panah itu tidak tertancap di tengah pohon.

Pemuda itu membuang napasnya. "Ah ...." Jay berjalan lesu mendekati pohon untuk mengambil anak panah. Ia mulai berdiri di depan anak panah lalu menggenggamnya dan bersiap untuk menariknya.

"Hei, hei! Tidak seperti itu!" seru Isabella lalu berjalan menghampiri Jay yang baru saja ingin menarik anak panah. Apakah dirinya melakukan kesalahan? Apakah ada aturan tersendiri juga untuk menarik anak panah?

Noh ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang