──────────────────────────
DIA MEMBERIKU JULUKAN
──────────────────────────Aku tidak berharap apa-apa saat masuk ke sekolahku saat ini, aku tidak berharap menjadi populer dan diperebutkan oleh cowok-cowok keren seperti yang ada di novel.
Itu karna aku masih menyukai seseorang dari smp dulu. Seseorang yang menjadi cinta pertamaku, aku masih belum melupakannya.
Setidaknya sebelum aku bertemu dengannya. Laki-laki hitam manis yang paling tinggi di kelas kami.
Pertemuan kami saat itu tidak bisa dibilang baik, dia bukan laki-laki yang bertingkah dingin walau penampilannya terlihat seperti itu. Dia lebih hangat dari itu dan err ... sedikit menjengkelkan.
Aku duduk di kursi sambil menanti seseorang mengisi kursi di sampingku. Ini tahun pertamaku sebagai murid sma dan sialnya aku tidak sekelas dengan teman smp ku. Tidak satu pun.
Siapapun tolong duduk di samping ku, begitu doa ku dalam hati. Hingga seorang perempuan dengan poni yang agak panjang mendekat dan bertanya apakah ia boleh duduk disini.
Aku mengangguk dan mengajaknya berkenalan. Walau begitu, aku tau namanya saat guru mengabsen. Aku tidak dengar saat dia menyebutkannya walau dia sudah mengulangnya sebanyak tiga kali.
Kelas sudah hampir penuh. Seluruhnya adalah wajah-wajah yang asing untukku, namun wajah-wajah asing ini yang juga akan menjadi temanku nantinya.
"Kursi belakangnya udah abis ck!"
Telingaku menangkap suara yang terdengar jengkel, suara itu berasal dari belakangku. Aku tidak tau siapa dan tidak peduli juga.
"Loh, ini depan gue kosong." Balas suara lainnya. Sebenarnya aku tidak peduli siapa dua orang yang bercakap-cakap itu, yang membuatku jadi peduli adalah karna dia berbicara seperti itu sambil memegang senderan kursi ku.
"Kaco! Itu ada yang nempatin woy!" Balas suara orang pertama sambil sedikit tertawa. Aku makin jengkel.
Akhirnya, ku putuskan menoleh ke belakang. Seorang anak laki-laki berkulit hitam manis terlihat menjulang tinggi di mataku. Senyum jahil terhias di wajahnya, "Eh, gue gak liat abis kecil banget sih."
Sejujurnya saat itu aku ingin sekali menonjok wajahnya tapi ku putuskan untuk tidak melakukannya. Aku gak sampai.
Kedua laki-laki itu tertawa sebentar lalu melanjutkan percakapan mereka, aku memilih tidak ambil pusing. Guru yang mengaku sebagai wali kelas kami masuk dan mulai mengabsen.
"Adan Griondar."
"Hadir!"
Itulah, saat aku tau namanya. Laki-laki yang meledekku tadi pagi, tak akan aku lupakan dosanya itu.
🦋
Aku tau laki-laki yang duduk di kursi belakangku itu jahil tapi aku gak tau kalo dia sejahil ini. Ini masih jam sepuluh pagi dan itu artinya masih dua jam lagi sampai bel pulang berbunyi.
Dan dia sudah lima kali memanggilku, entah untuk meminjam sesuatu atau bertanya tulisan apa yang ada di papan tulis sana. Ayolah, aku tau dia hanya ingin meledekku karna jelas-jelas dia yang paling tau apa yang tertulis disana.
"Anak kecil, tulisan yang di papan tulis sebelah kanan itu apa?" Tanya nya, lagi.
Aku memutar setengah badan, "Diem deh. Gue tau ya lu tuh sebenernya tau tulisannya." Aku jengkel, sangat jengkel.
"Jawab dulu, apa tulisannya?" Katanya memaksa, akhirnya aku bacakan yang tertulis disana. "Baju olahraga, batik, dan baju muslim bisa dibeli di koperasi."
Aku bisa lihat senyumnya melebar, "BENER! Ternyata keliatan ya anak kecil, kirain gak bakal keliatan."
Ya Tuhan, tolong hilangkan makhluk ini. Aku gak sependek itu, tolong. Sejak itu pula, dia memanggilku dengan julukan 'Anak Kecil' dan itu diikuti oleh semua anak kelas. Aku frustasi.
Kebiasaannya meledeknya itu semakin menjadi-jadi. Perbedaan tinggi kami memang cukup parah, dia anak tertinggi di kelas dan aku anak terpendek di kelas. Kombinasi yang luar biasa.
Harusnya aku membencinya, apalagi karna dia juga semua orang memanggilku 'anak kecil'. Aku sudah gila, karna lama-kelamaan aku menyukai julukan darinya.
──────────────────────────
BERSAMBUNG
──────────────────────────