00. Dapat

23 2 0
                                    

HILDAN berjalan malas ke sekolah, dia enggan ada di sekolah yang penuh dengan kemunafikan dan juga rasa gengsi yang membuatnya menjadi seperti sekarang.

Kepergian ayahnya dan juga masa kejayaannya, membuat Hildan harus hidup pas-pasan dan membuatnya susah beradaptasi dengan keadaan sederhana.

Dulu hidupnya mewah, penuh dengan segala macam wishlist yang bisa dikabulkan detik itu juga, untuk sekarang? Untuk membeli bensin saja Hildan harus menabung selama tiga hari.

"Dan!" sapa Hwang, salah satu teman Hildan di sekolah ini.

"Belakang yuk! Ada anak baru yang enak buat dipalakin".

Padahal Hildan baru datang, kenapa harus mengajaknya yang belum ada tenaga?

"Siapa?".

"Anak baru kelas lu, namanya Mario. Tuh lagi di jagain Ama si Jarot, ada Felix juga," jawab Hwang membawa Hildan ke rangkulannya.

Hwang membawa Hildan ke kantin dan melihat Jarot serta Felix sedang merangkul seorang anak berkacamata yang duduk dengan gemetar.

Wajahnya sudah lebam, sepertinya dia sudah dipukuli. Yang pasti pelakunya salah satu dari kawan Hildan.

"Ini?".

Hildan duduk dan mendecih dengan senang melihat mangsanya yang gemetar. "Berapa?".

"Masa dia bawa duit ke sekolah tigaratus ribu, kan kurangajar," jawab Felix melempar uang itu ke atas meja kantin.

"To-tolong balikin uangnya, itu buat bayar uang praktek buat bulan depan," pinta pria bernama Mario itu.

Hildan mengambil uang itu dan menatap Mario dengan rendah, "udah lu cari lagi lah bulan depan susah banget. Lagian lu anak baru ngapain bayar praktek sekarang dah? Kok bisa tau bakal ada praktek bulan depan?".

"I-itu ..."

"Elah nggak penting, udah ah yuk cabut!" ajak Jarot yang membiarkan Mario sendirian disana dengan wajah lebamnya.

Hildan dan kawan-kawannya yang lain saat ini berada di gedung jurusan administrasi perkantoran, pasti kalian bertanya-tanya STM mana yang memiliki gedung terpisah di tiap jurusannya, jawabannya ya STM Bima Sakti. STM yang bisa dikatakan elite di daerah sini.

"Rania!". Hildan menyapa gebetan nya bernama Rania yang berada di jurusan administrasi perkantoran.

Rania yang tengah berbincang dengan teman-temannya dikantin tersenyum melihat kedatangan Hildan. "Hai! Sini duduk".

Satu sekolah tau bahwa Hildan menyukai Rania begitupun sebaliknya, rasa suka mereka timbul karena Hildan memang transparan dalam mengungkapkan rasa sukanya.

Dan Rania, dia hanyalah gadis tomboy yang mampu terbuai dengan laki-laki seperti Hildan. Padahal saingan Hildan dulu ada seorang anak dari jurusan akuntansi bernama Jay; anak pemilik sekolah ini.

Rania duduk tidak sendirian, begitupun Hildan yang datang juga tidak sendirian. Dia ditemani, Yena dan Lia disisi nya. Yena dan Hwang adalah saudara kembar.

Mereka berbincang di kantin bersama-sama hingga bel masuk berbunyi, Rania dan kawan-kawannya tentu bergegas untuk masuk ke kelas. Sementara Hildan dan kawan-kawannya, masih duduk diam di bangku kantin. Mereka memang berniat untuk bolos.

"Kalo udah bolos begini, langsung skuy aja kantin Bu Ema," ajak Hildan yang disetujui temannya itu.

Warung Bu Ema berada di belakang sekolah, mereka tidak mungkin juga untuk keluar disaat jam masuk baru saja berjalan. Akhirnya mereka memilih memanjat tembok belakang yang cukup tinggi, tapi tenang saja tersedia tangga kayu yang sudah dipaku, jadi tidak bisa dipindahkan oleh siapapun.

AndaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang