Satu: The Three Kings

35 3 0
                                    

Senin, 8 Agustus 2021, 07:30 WIB

Jari jemari tangan kirinya menggenggam gagang pintu kaca toko kueku dan mendorongnya hingga berayun terbuka. Tak kusangka di kehidupan ini ia dikaruniai wajah yang sama dengan di kehidupan pertamanya. Aku yang tadinya sedang menata kue dan roti di outlet, mendadak hanya bisa diam menatapnya. Senyuman lembutnya justru mengingatkanku pada luka dan rasa sakit yang tak pernah hilang sejak lebih dari sembilan ratus tahun yang lalu. Dialah ibuku, Minasih Narayawijaya, anak pertama dari pemimpin kerajaan kecil bernama Banyuasih, Sri Rajendra Dharmawarman.

Dosa besarku pada Naraya tak akan pernah bisa kutebus.

Aku berusaha menyapanya dengan ramah, seperti yang selalu kulakukan pada semua pelanggan toko. Sungguh, dalam beratus-ratus tahun hidup yang kujalani, tersenyum tidak pernah sesulit ini.

"Mau ambil pesanan minggu lalu ya, kak?" tanyaku pada Naraya yang dibalas anggukan dan senyuman hangat.

"Ini ya kuenya, lilinnya ada di dalam," aku menyerahkan tiga kotak berisi kue dengan hati-hati agar tidak menyentuh tangannya, tidak ingin melihat masa lalunya lagi seperti minggu kemarin.

Setelah menerima kotak-kotak kue itu, ia mengucap terima kasih dan berjalan keluar toko, menuju mobilnya yang terparkir rapi di depan.

"Selamat ulang tahun, Naraya. Semoga kamu selalu bahagia," ucapku pelan.

Sungguh aku rindu dan ingin sekali memeluknya. Aku ingin menceritakan apa yang terjadi di hidupku selama berabad-abad ini. Tapi tentunya hal itu tidak kulakukan. Setidaknya untuk saat ini, karena dia tidak akan mengingatku dan itu hanya akan membuat semuanya menjadi rumit.

Tak satupun manusia di dunia ini tahu masa laluku. Dalam buku sejarah pun tidak akan kau temui cerita tentang tiga kerajaan besar yang dulu berdiri di tanah Jawa; Kerajaan Kertabhumi, Genilangit, dan Banyubiru. Jadi izinkan aku bercerita sedikit tentang kisah mereka.

Apakah kamu percaya bahwa dunia pararel itu benar-benar ada?

Mungkin ini terdengar gila, tapi cobalah untuk sedikit percaya. Sesungguhnya, Indonesia ada lebih dari satu dan dunia merupakan bagian dari kepingan-kepingan multisemesta.

Kenyataan yang kita lalui adalah hasil dari setiap pilihan yang kita ambil. Pilihan-pilihan tadi bisa membawa perubahan kecil maupun perubahan besar, tapi biasanya semua akan berakhir dengan alur yang kurang lebih sama.

Memang nasibku saja yang sial. Satu pilihanku membuat ketiga kerajaan besar yang kusebutkan tadi runtuh dan dihapuskan dari sejarah.

Mulanya, kerajaan Kertabhumi dan Genilangit merupakan satu kerajaan besar bernama Basundari, yang dipimpin oleh Raden Wijayanegara dan istrinya Ratu Nagadewi. Kalau di masa sekarang mungkin kita bisa menyebut mereka power couple. Haha.

Raden Wijayanegara dan Ratu Nagadewi dianugerahi dua putra kembar bernama Wirabhumi dan Wiralangit. Rakyat Basundari hidup sejahtera sampai tiba masanya raja dan ratu mereka meninggal dunia akibat kapal yang mereka tumpangi karam dihantam badai. Saat itu kedua putranya berusia 20 tahun dan sama-sama berambisi untuk memimpin. Demi menghindari perang, keduanya sepakat untuk membagi dua wilayah kerajaan. Wirabhumi memimpin Kerajaan Kertabhumi yang mencakup wilayah tengah Pulau Jawa, sedangkan Wiralangit berkuasa di Kerajaan Genilangit yang ada di bagian barat.

Wirabhumi menikahi putri cantik bernama Aruna, yang berarti matahari. Aruna yang berasal dari Kerajaan Suryanika melahirkan dua putra kakak beradik bernama Ravandabhumi dan Deswarabhumi. Si bungsu Deswara meninggal 3 bulan setelah lahir, disusul dengan kematian Aruna yang sudah sakit sejak mengandung.

Seventh SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang