1

14 1 2
                                    

Eira Jasmine. Perempuan 17 tahun yang tak pernah tinggal menetap di suatu tempat. Ia terus berpindah, mengikuti sang ayah yang terlalu sibuk dengan pekerjaan. Tahun ini ia resmi menjadi murid baru di SMA Flamboyan di Jakarta. Sebenarnya Eira sudah nyaman di sekolah sebelumnya. Namun karena pekerjaan ayah, kini ia harus kembali beradaptasi lagi.

Selain alasan pekerjaan, kepindahan Eira dan ayahnya juga didasari oleh permasalahan keluarga. Ya, orang tua Eira bercerai setelah usia pernikahan mereka hampir dua puluh tahun. Tak ada lagi cara untuk mempertahankan pernikahan mereka. Bahkan kehadiran Eira juga tak memberikan solusi dari kandasnya rumah tangga orang tuanya. Bagi Eira, dirinya hanya seorang anak yang tidak tahu apa-apa, yang kehadirannya hanya berguna sebagai pelengkap saja.

Menjadi anak broken home merupakan hal paling berat yang pernah Eira rasakan dalam hidup. Ia harus menahan diri untuk tidak berlarut dalam kesedihan ketika melihat kedua orang tuanya saling menatap dengan penuh kebencian. Semua itu terasa sulit, terlebih ia tak punya siapa-siapa yang dapat diajak berbagi cerita.

"Mas, ini penuh sampe belakang?"

"Masih muat, Mbak. Sini sebelahan sama saya!" Ajak kernet bus yang genit kepada Eira. Perempuan itu memilih menolaknya, membuat bus yang sudah penuh penumpang itu melaju meninggalkan halte.

Tidak ada yang bisa Eira lakukan sekarang. Ia yakin seratus persen akan datang terlambat ke sekolah. Sialnya, Eira bahkan tidak membawa hape sama sekali. Entah, hari pertamanya masuk sekolah justru jadi hari sial untuknya.

Kayaknya semesta gak kasih gue restu untuk pindah sekolah.

Eira memilih duduk di bangku halte, pasrah dengan semua yang akan terjadi.

Ia benci dengan semua ini. Ia tidak tahu mengapa ia harus memilih ayah. Sebentulnya baik ayah atau mama, keduanya Eira benci. Eira benci ayah ketika pria itu lebih suka menghabiskan waktu untuk bekerja ketimbang dengan keluarga. Kepada mama, Eira benci karena wanita itu sering pulang larut dalam keadaan mabuk dengan diantar oleh pria tua.

"Anjing!!"

Umpatan kasar itu menyadarkan Eira dari lamunan. Seorang lelaki dengan seragam putih abu-abu tengah marah dengan menggebuki sadel motornya.

"Bangsat!! Sialan!!!"

Eira mengernyit mendengar semua kata-kata kasar lelaki itu. Ia ngeri menemukan dirinya berada dalam jarak dekat dengan orang itu. Eira takut karena kini situasi halte sedang sepi, hanya ada dirinya yang menunggu bus.

Kenapa motor cowok ini pake mogok di depan halte segala, sih!

"Pam, jemput gue di halte depan SMP Rajawali! Cepet!!"

"Ora bisa, Gan. Nyong wis ditahan Bu Rosi gara-gara gak pake sabuk sama dasi."

"Tolol!"

"Astaghfirullah... Coba Ael, Surya atau Jeremy, Bro. Ojo nesu-nesu wae loh, cepet sepuh!"

"Kampret!!"

Lelaki itu memasukan hapenya ke saku celana sambil menggerutu. Eira terkejut saat lelaki itu berjalan untuk duduk sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Kini di halte, Eira berakhir terjebak dengan orang aneh yang terus marah-marah itu. Berdua, hanya berdua.

"Ini kerikil dari mana coba bisa masuk sepatu gue, anjir!" Lelaki itu marah-marah lagi sambil mencopot sepatu dari kaki kirinya.

Dih, marah-marah mulu.

Eira khawatir dengan keselamatannya sendiri dengan kehadiran cowok itu yang terus marah-marah. Berulang kali mengedarkan pandangannya berharap ada bus baru yang datang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senandung HarmoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang