Saat itu tengah malam, interval yang dingin.
Saat itu, perasaan spiritual mengambil alih pikiranku.
aku tidak berdaya dan sangat tidak berdaya.
Badai transparan berputar dalam darahku, dan kota yang dilanda gempa membakar organku.Aku merasa.
Ujung jalan tidak jauh lagi.
Aku semakin dekat setiap hari.
Pikiranku melayang, dan seorang wanita yang sama sekali berbeda datang menggantikannya.
aku merasa seperti otakku terbelah menjadi delapan, puluhan, terkadang kelipatan dua belas.
Mataku besar di rongganya, aku merasa akar bulu mataku terbakar.
Merinding, rasa racun yang beredar dalam darahku ada di tenggorokanku.aku tidak pandai membuat kalimat.
aku kaku.
aku tidak bisa melihat burung terbang, aku tidak tahu apakah laut itu biru atau hitam.
Langit berkabut, aku tidak bisa melihat matahari.
Trotoarnya berlumpur, aku tidak bisa berjalan.
aku membenci semua itu