Disclamer : Tidak ada bertujuan untuk menjelekan tokoh asli/apapun yang berbau negatif. Cerita ini 100% karangan saya pribadi karena suka berhalu.
"Hai anak kecil, Ngintipin siapa lo?"
"Bukan urusan lo juga." Aku bergegas pergi selagi moodku sedang bagus sebaiknya tidak meladeninya.
Aku tahu sedari tadi dia mengikutiku dari belakang, jelas-jelas di kelasnya ada guru yang mengajar buat apa dia membayar sekolah bila untuk membolos. Aku berkeliaran karena guru yang harusnya mengajar berhalangan hadir hingga kelasku diberi tugas tambahan yang harus di kumpulkan hari ini, tapi pekerjaanku telah selesai di bantu Egi sahabatku.
Aku hendak menuju perpustakaan tapi setelah dipikir lagi terlalu jenuh dan membosankan. Aku menaiki lantai paling atas gedung sekolah biasanya sepi dan lumayan sejuk untuk bersembunyi.
"Gue lagi malas cari masalah sama lo, jadi gue minta tolong untuk pergi dari sini, gue lagi pengen sendiri." Aku duduk di bangku yang sudah tidak digunakan lagi. Di atas gedung ini banyak kursi dan bangku tidak terpakai lalu sengaja di kumpulkan di sini.
"Gue mau ngerokok asem banget mulut gue kalo gak nyebat." Dia duduk tepat di depanku mengeluarkan sebungkus merek rokok dan korek dari saku celananya, dengan santainya menyalakan korek kemudian meniupkan asap sialan itu tepat di depan mukaku. Dasar setan.
Aku terbatuk memegang dadaku yang sedikit sesak, bisa mati aku lama-lama bila dia seperti ini.
"uhuk, uhuk lo.... bisa gak sih memanusikan manusia sedikit aja."
"Sekilas lo mirip tikus dari pada orang." Dia menopang dagunya melihatku, dan melanjutkan kegiatan rokoknya.
Ingin sekaliku cungkil ke dua mata coklat itu laluku donorkan pada yang membutuhkan. "Dan lo anjingnya." Jawabku malas.
"GUK, GUK, GUK. "Disertai tawa menyebalkan di muka bumi ini terdengar. Baikalah kotak kesabaran dalam diriku mulai menipis.
Aku dan si setan ini sudah berkenal semenjak aku pindah di daerah ini. Saat sekolah dasar kelas tiga dan dia kelas empat. Dia memang lebih tua dariku tapi otak dan tingkahnya tidak lebih buruk dari anak paud. Aku selalu terjebak dengannya di satu ruang lingkup persekolahan karena mamaku mempercaya bila aku dengannya maka aku akan aman.
Dia pernah mematahkan tangan anak laki-laki yang tidak sengaja menabraknya dan mengakibatkan ponselnya jatuh sehingga ada retakan yang parah di layarnya ponselnya, itu satu dari sekian kenakalan yang lain. Dia tidak akan menyatakan dirinya salah dia akan selalu merasa benar apa pun tindakannya. Namun, mamaku dan mamanya tidak akan mengetahui hal tersebut semua surat teguran dari sekolah akan di buang dan dia menyewa orang untuk mengganti berpura-pura menjadi paman atau bibinya dengan alasan kedua orang tuanya sibuk.
Tidak ada satu makhluk yang berani mengusiknya di sekolah ini. Dia memiliki uang dan kekuasaan.
Aku harus beranjak sebelum aku menamparnya seperti lima hari yang lalu.
Dia menahan tanganku, menarikku sehingga membuatku terayun terduduk pada pangkuannya. Satu tangannya Melingkari punggungku. Lalu membuang rokoknya dan menghembuskan sisa asapnya tepat di samping kepalaku. Lama-lama aku bisa terkena kanker paru-paru karena menjadi perokok pasif.
Aku tidak diam saja. Aku Wenny pemegang sabuk hitam taekwondo walau aku mendapatkannya karena dia juga. Aku menginjak kakinya yang besar dengan segenap kekuatanku lalu aku menyikut perutnya dengan kekuatan yang sama. Aku langsung berdiri, dia memegang perutnya dan tersungkur ke depanku dengan baiknya aku menambahkan satu injakkan lagi pada punggungnya. Masa bodoh dengan kekerasan yang aku lakukan. Tadi merupakan pelecehan, dasar manusia gila.
"Aw, sakit anjing. lo kecil-kecil tenaga lo kayak kingkong."
Dia masih memegang purutnya dan punggungnya ada bercak kakiku, biar saja kotor biar dia kena marah dari tante salah siapa seenaknya.
" u u a a u u a a." Aku menirukan suara simpanse itu, kemudian berlalu dari hadapannya.
---
"Iya mama, Wenny dengar. Mama udah ngulang hampir lima kali." Mama mengomeliku karena Cleo yang tak lain adalah tetanggaku datang ke rumah mengadu pada mama kalo aku menendangnya, dan mama menyalahkanku. Apa yang terjadi dengan Cleo bila aku mengadu pada tante semua kelakuannya di sekolah, bisa di penggal kali kepalanya.
Mama duduk di kasurku sedangkan aku duduk pada meja belajarku, menatap mama dengan malas. "Kamu perempuan, mama dulu ngeijinin kamu taekwondo buat jaga diri, bukan malah ngelakuin kekerasan sama Cleo sampai bajunya kotor perutnya sakit. Anak perempuan gak boleh bar-bar gitu."
"Cleo duluan mama yang mulai, Wenny cuman membela diri."
"Lima hari lalu juga kamu tampar dia pipinya sampai merah, terus sekarang kamu tendang. Emang Cleo ngapain kamu?, kamu di pukul sama dia atau di bikin apa?"
Percayalah sebenarnya yang anaknya adalah Cleo, apa pun yang dia laporkan kepada mama. Maka dengan muda mama akan percaya. "Dia nyebelin."
"Besok motor kamu mama sita, kamu berangkat sama Cleo atau naik bus. Keputusan final gak di ganggu gugat." Lihatlah, sekejam itu.
Mama menutup pintu kamarku dengan kencang. Aku anak semata wayang anak satu-satunya tapi di perlakukan seperti anak tiri . Aku tidak pernah melaporkan apa pun yang terjadi di sekolah ke mama atau ke tante Clara tentang Cleo, karena itu bukan urusanku dan belum ada titik di mana aku harus melaporkan kelakuannya.
Dia memang nakal tapi aku tidak pernah melihat dia berperilaku kurang ajar terhadap wanita, dia memang suka berkelahi tapi itu terjadi karena dia di senggol duluan, dan dia memang suka membolos bisa di hitung jari kapan dia masuk kelas. Dia tidak pintar, Cleo memanfaatkan murid pintar dikelasnya yang akan di bayar dengan uangnya, sehingga tante Clara dan om Bram tidak akan menemukan angka merah di rapotnya.
Aku mengambil ponselku dan mengetik nama Anak Setan di kontak pencarian, memencet dan terdengar deringan ke tiga telfon di angkat.
"Besok lo harus anter gue sekolah." Sautku malas.
"Udah?."
Langsung aku matikan telfonnya, tanpa berbasa-basi.

KAMU SEDANG MEMBACA
CLEO DIERJA ( Revise berjalan)
Literatura FemininaCerita Biasa. Cleo Dierja Suka melakukan tindakan sesuai ego, memilih menjalankan kehidupan yang sebenarnya tidak dia inginkan tapi ego memaksanya untuk membuktikan kepada ayahnya bila ia layak dan bukan sosok pengganti. Anak yang di tunggu deng...