"Aku kira kamu nggak akan datang," gumam Ray dengan senyuman khasnya. Ray meminggirkan tubuhnya agar Gavyn bisa masuk ke kamarnya.
"Aku butuh bantuan kamu," ucap Ray sembari melewati tubuh Gavyn menuju ke arah pantry kamar hotelnya. Ray diikuti dengan Gavyn yang masih diam dan sibuk menelaah Ray yang tampak begitu berbeda.
"Bantuan apa?"
"Fashion week masuk dalam bucket list aku. Aku ingin menghadiri seenggaknya satu fashion week brand besar sebelum pergi," ucap Ray lagi sembari menyandarkan tubuhnya di konter. "Dan kamu pasti bisa membantu aku."
"Pergi maksud kamu?" tanya Gavyn tidak mengerti, sembari mendekati Ray.
'Itu nggak penting," ucap Ray sembari mengibaskan tangannya tidak peduli. "Yang penting adalah apa yang bisa aku berikan ke kamu supaya kamu menyetujui rencana aku."
"Aku nggak masuk ke dalam invitation list mereka. Itu mama aku," jawab Gavyn sembari menggidikkan bahunya tidak peduli dan bersandar si konter yang berseberangan dengan Ray. Kini keduanya berhadapan dengan jarak yang cukup luas di antara mereka.
"Kamu yang nggak mau masuk ke dalam invitation list itu," koreksi Ray dengan nadanya yang pelan. "Kamu Tjandrakusuma. Apa yang nggak bisa dilakukan Tjandrakusuma?"
"Aku dapat apa?" tanya Gavyn lagi dengan seringai nakal mulai muncul di wajahnya. Gavyn melipat kedua tangannya di depan dada, seolah menunjukkan jika dialah yang memegang permainan itu.
"Aku bisa membayar kamu. Sebut saja berapa, aku bakal bayar," gumam Ray, sama angkuhnya seperti Gavyn.
"Aku nggak ingat menjadi simpanan bisa sekaya ini," ejek Gavyn dengan tatapannya yang terang-terangan merendahkan.
Ray memutar bola matanya malas mendengar Gavyn. Ini mulai membosankan. Ray mendekati Gavyn, kemudian meletakkan kedua tangannya di sisi kiri dan kanan tubuh pria itu, seolah memgurung Gavyn agar tidak ke mana-mana. Gavyn menaikkan sebelah alisnya tertarik melihat gestur Ray. Nyatanya wanita yang agresif dan angkuh bisa semenarik ini di matanya.
"Tapi kamu Tjandrakusuma," gumam Ray lagi sembari menyentuh lembut kerah kemeja Gavyn. "Tjandrakusuma tidak membutuhkan uang bukan begitu?"
Gavyn mencondongkan tubuhnya ke arah Ray, mengikis jarak di antara mereka. Ray mendongak, Gavyn menunduk. Tatapan keduanya terkunci antara satu dengan yang lain. Nafas lembut Gavyn bahkan terasa dengan jelas di pipi Ray.
"Kamu nggak mungkin ingin tidur dengan aku kan, sebagai bayarannya?" tanya Ray memastikan.
"Itu ide yang menarik," jawab Gavyn dengan senyuman miringnya. "Kamu nggak suka dengan ide itu?"
"Kita bercinta sekali dan kamu akan memberikan apa yang ak-"
"Sekali?" potong Gavyn pelan sembari menyentuh dagu Ray dengan lembut. "Kalau hanya sekali, aku akan menjadi pihak yang dirugikan di sini."
"Kamu memang bajingan," ejek Ray dengan dengusan tak percayanya. "Aku kasihan pada gadis religius itu."
Gavyn memberanikan dirinya untuk menundukkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya di lekuk leher Ray. Ia menarik simpul jubah tidur Ray hingga terlepas dan jubah itu turun dari pundaknya dan berhenti di sikutnya.
"Bukan kamu satu-satunya yang mengatakan itu," ejek Gavyn di kala ia mulai berani melabuhkan tangannya di tubuh Ray. Gavyn menarik tubuh Ray ke arahnga dan memeluk pinggang wanita itu dengan erat. Ray meremas kemeja Gavyn di kala ia merasakan tensi di antara keduanya kian memanas.
"Jadi, aku hanya perlu bercinta dengan kamu beberapa kali dan aku akan mendapatkan apa yang aku mau?" tanya Ray memastikan kembali.
"Iya, mudah kan?" bisik Gavyn sembari menggigit telinga Ray.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOW TO BE A (FAKE) CRAZY RICH✔
RomanceTAMAT May contain mature scenes Ray awalnya memiliki segalanya, namun ia kembali jatuh dan bahkan kehilangan semua yang pernah ia punya. Impian, karier dan ibunya. Ia tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertahankan. Tidak memiliki apa-apa berarti...