Bab 11 Pertapaan Kendalisada

77 8 1
                                    

"Raden.. Raden..." terdengar ketukan di pintu kamar Raden Inu. Ia terbangun dari tidurnya. Semalam ia sulit tidur. Bayangan wajah cantik dan tubuh mulus Panji Semirang terus membayang-bayangi pikirannya. Dengan tubuh lemas ia menyeret kakinya ke pintu. 

"Raden ditunggu gusti Panji Semirang dan kanjeng ibu. Mereka mengajak raden sarapan pagi di taman di belakang rumah." kata Kuda Perwira sambil menyerahkan 1 setel pakaian ganti.

"Ya baiklah. Aku bersiap-siap dulu." katanya.

"Sendiko raden."

Setelah mencuci muka dan bersalin baju, Ia pergi ke taman belakang rumah. Di taman belakang Panji Semirang terlihat sedang bercakap-cakap dengan ibunya. Mereka menunggu Raden Inu untuk sarapan bersama. Setelah berbasa basi, Raden Inu duduk di kursi. Mereka duduk mengelilingi meja. Di atas meja terlihat ada nasi liwet dengan lauk pauk sederhana tapi nikmat. 

Mahadewi mempersilakan tamunya untuk makan. Setelah sarapan mereka menikmati teh hangat dengan gula batu. Sungguh nikmat sarapan sambil menikmati pemandangan hutan dibelakang rumah.

"Raden, hari ini ku lihat wajahmu kuyu. Apakah kau sakit ?" tanya Mahadewi.

"Oh, tidak bibi. Terimakasih atas perhatiannya. Tadi malam aku memang kurang tidur."

"Ada apa ? Apakah ada masalah dengan kamarmu ?"

"Tidak bibi. Hanya sedang ada pikiran."

"Ada apakah barangkali kami bisa membantu ?"

"Apakah bibi tahu tentang putri Galuh Chandra Kirana ? Aku dengar sang putri menghilang."

Mahadewi dan Panji Semirang pura-pura terkejut.

"Iyakah raden ? Kami tinggal di hutan. Kami belum mendengarnya." Kata Mahadewi.

"Begitulah yang aku dengar, bibi. Dia tunanganku. Kedatangan kami ke Daha adalah untuk menyerahkan seserahan untuknya. Sekarang katanya ia menghilang. Aku jadi bingung harus bagaimana." Keluh raden Inu.

Mahadewi berpura-pura termenung.

"Hm... Ya.. Masalah sulit.. Lalu bagaimana mau raden ?" Tanya Mahadewi. Ia mencari tahu isi hati sang pangeran. 

Raden Inu memandang wajah Mahadewi dan Panji Semirang berganti-ganti.

"Aku harus menyerahkan barang seserahan ini dulu kepada paman Prabu Samarawijaya. Paling tidak aku harus menyelesaikan amanat dari ayahku. Setelah itu aku akan mencari kemana dia pergi. Selama ini apakah bibi tidak pernah mendengar atau kira-kira tahu kemana dia pergi ?"

"Tidak raden. Kami tidak ada urusan dengan Daha."

"Iyakah bibi ? Bibi, apakah paman prabu mengetahui keberadaan kalian ?" 

Panji Semirang dan ibunya berpandang-pandangan. Mereka paham Raden Inu mulai mencurigai mereka.

"Anu kangmas, kayaknya sejak putrinya menghilang sinuwun Prabu sudah tidak terlalu mempedulikan Panjalu. Karena itu kami tidak pernah diusik beliau. Mungkin juga karena kami pun tidak mengusik beliau. Kami dan Panjalu saling mendukung dan saling membantu. Kami menyediakan kebutuhan dasar penduduk Daha, penduduk Daha membayar jasa kami. Jadi hubungan kami simbiosis mutualisma, kangmas."

"Iya benar. Tapi kalian masuk wilayah Daha. Apakah kalian membayar upeti atau pajak ke Daha ?"

Kembali Panji Semirang dan Mahadewi bingung untuk menjawab. 

"Kami membayar koq, kangmas. Setiap ada transaksi keuangan dengan Daha kami pasti bayar pajak."

"Begitu ya.. Tapi kalian benar-benar tidak pernah mendengar kemana perginya Galuh Chandra Kirana dan ibunya ? Kudengar mereka pergi malam hari. Apakah mereka benar-benar tidak kemari ?"

Panji SemirangWhere stories live. Discover now