Renjun memakai pakaian yang menurut nya rapih. Kemeja berwarna putih, jas hitam dan dasi hitam. Renjun beberapa kali bolak-balik bercermin dan merapihkan rambutnya.
"A-apa nanti b-bos nya Jeno tidak akan marah ya? Ra-rambutku belum aku cat."
Rambutnya berwarna silver. Renjun mengecat rambutnya menjadi silver karena demi "mengusir ketidakberuntungan". Dan benar saja, selang 4 hari dia mengecat rambutnya Jeno sudah menelpon nya untuk pergi ke kantor Na Corp.
Renjun mengambil tas punggungnya dan keluar dari rumah dengan tak lupa mengecek lampu rumah dan kunci. Renjun menghela napasnya, gugup.
Akan seperti apa boss nya Jeno?
money
Jeno duduk dengan gelisah di kursi kerja nya. Sudah 30 menit sejak dia mengirimkan alamat kantornya pada Renjun. Namun Renjun belum menghubunginya.
"Apa dia tersesat ya?"
Jeno menggaruk kepalanya gatal. Rekan kerja nya, Karina menatap Jeno yang menunjukkan tingkah aneh.
"Jeno, kamu sakit?"
Jeno tersentak dengan perkataan Karina. Kursi wanita itu terlalu deket dengan kursi kerja miliknya. Dengan cepat Jeno menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Hanya bingung saja."
Karina mendecak kesal.
"Daripada bingung lebih baik kamu kerjakan pekerjaan mu. Ingat, tuan Na memantau Jeno."
Karina menunjukan gestur 'lihatlah cctv' dengan dagunya dan kembali ke meja kerja. Fokus Jeno tersadarkan dengan dering telpon. Jeno segera keluar dari ruangan sembari mengangkat telepon.
'J-jeno aku su-sudah di lobby. Ta-tapi tidak boleh m-masuk.'
"Baik. Aku segera turun."
Jeno berjalan menuju lift. Masuk ke dalam lift dan menekan tombol 1. Berkaca di dalam lift sembari merapihkan kemejanya.
Lift itu berhenti di lantai 1. Dengan segera Jeno keluar dan melangkah menuju lobby. Mencari Renjun. Jeno sempat kebingungan mencari Renjun. Hingga akhirnya dia menemuka Renjun yang sedang duduk sembari menyedot latte miliknya. Jeno menepuk pundak kecil itu.
"Hey. Hampir saja aku tidak menemukanmu."
Renjun menyimpan latte nya dan tersenyum.
"Ke-kenapa susah mencariku?"
"Rambutmu. Berbeda sekali."
Renjun memegang rambutnya.
"I-iya Jeno aku cat rambutku. Me-mengusir keti-tidakberuntungan."
"Masih saja percaya mitos, dasar."
Jeno berdiri dan tersenyum.
"Ayo. Aku antar ke ruangan Boss Jaemin. Aku sudah bilang padanya tadi."
Jeno mengetuk pintu ruangan Jaemin. Perlahan pintu ruangan terbuka otomatis. Jeno masuk ke dalam ruangan dan membungkuk pada Jaemin yang sedang berdiri menatap gedung di seberang kantor sembari merokok.
"Selamat siang boss."
Tanpa menengok ke belakang, Jaemin terus menghisap rokoknya.
"Teman saya ingin bekerja disini. Bukankah boss sedang mencari pegawai baru?"
Jaemin membalikan badannya dan berjalan pelan menuju meja miliknya. Mematikan rokoknya yang masih setengah dan menatap Jeno.
"Saya ingin merekomendasikan teman saya. Dia sudah berpengalaman bekerja selama 5 tahun."
Jaemin mengangguk.
"Baiklah. Aku percaya rekomendasi dari pegawai ku sendiri. Suruh dia datang hari ini."
Jeno membungkuk.
"Terima kasih boss."
Jeno menatap Renjun yang terus-terusan menggosok tangannya sendiri.
"Tenanglah. Bos Jaemin tidak kejam."
Renjun mengangguk meyakinkan dirinya setelah mendengar perkataan dari Jeno. Jeno mengetuk pintu ruangan Jaemin dan pintu itu otomatis terbuka.
Renjun melotot heran dengan pintu itu. Seperti pintu ajaib, baginya.
Jeno membungkuk diikuti Renjun.
"Boss ini teman saya."
Jaemin mengintip mereka berdua dari balik pc nya.
"Jadi namamu?"
Renjun membungkuk 90 derajat.
"Na-nama saya Hu-huang Renjun."
Jaemin mengerutkan dahinya.
"Ah boss. Renjun memiliki keterbatasan berbicara. Dia gagap sejak kecil."
Jeno tersenyum pada Renjun.
"Keluar."
Satu kata yang keluar dari mulut Jaemin membuat Jeno dan Renjun terdiam. Jeno menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk.
"Iya kamu, keluar. Saya akan bicara dengan teman kamu."
Renjun menatap Jeno dan menggeleng pelan. Jeno berbisik pelan.
"Jangan khawatir. Jangan membuat boss Jaemin geram."
Jeno berjalan mundur dan membungkuk sebelum keluar dari ruangan Jaemin, meninggalkan Renjun di dalam ruangan Jaemin.
money
Jaemin tersenyum melihat Renjun yang terus menerus menunduk.
"Santai saja. Aku hanya akan memberimu beberapa pertanyaan."
Renjun menegakan tubuhnya dan menatap mata Jaemin.
"Ba-baik tuan boss."
"Kamu pernah bekerja dimana saja?"
Renjun menarik napas pelan.
"Sa-saya pernah bekerja selama 2 tahun di restoran ayam, 3 ta-tahun di super-supermarket dan kemarin 1 bulan d-di kantor pajak."
Jaemin mengangguk.
"Pernah menjadi sekretaris?"
"Se-sekretaris?"
Jaemin mengangguk.
"Pernah?"
Renjun menggelengkan kepalanya pelan.
"Ti-tidak pernah."
Jaemin melipat tangannya di dada dan menatap Renjun. Renjun yang ditatap pun menjadi salah tingkah.
"Berdiri."
"Y-ya?"
Jaemin mendecak.
"Saya bilang berdiri, Renjun."
Renjun mengangguk dan kemudian berdiri. Menyimpan tas punggung nya di sofa lainnya.
"Buka jas mu."
Renjun membuka jas nya dan menyimpan nya bersama dengan tas punggungnya. Jaemin mengangguk setelah melihat lekuk tubuh Renjun.
"Sudah. Pakai lagi jas nya."
Renjun kembali memakai jas dan duduk.
"Besok kamu mulai bekerja dan ruanganmu ada di sebelah ruanganku."
Renjun membelalakan matanya.
"Sa-saya bekerja se-sebagai apa tuan?"
"Sekretaris sekaligus asisten pribadi."
Jaemin tersenyum misterius.
'Selamat datang, mainan baru.'
tbc