Langit gelap, dan udara dingin membungkus kota pagi ini. Awan mendung memayungi langit yang kini berubah kelabu. Rintik gerimis mulai turun. Alona mengeratkan jaketnya saat memasuki halaman sekolah.
Langkahnya gontai dengan kantung hitam di bawah matanya. Semalam ia tidak bisa tidur karena mimpi buruk yang membangunkannya di jam 1 sini hari dan tidak bisa tertidur lagi sampai sekarang, karena masih terbayang mimpi yang membuatnya tidak tenang.
Jika saja bukan karena ada ujian harian matematika hari ini, ia tidak akan mau masuk di hari mendung seperti ini, ditambah rasa kantuk yang baru menyapanya sekarang.
Suara berisik di lapangan membuatnya melirik sekilas. lalu kembali melangkah ke kelas dengan malas.
Lapangan sekolah tidak pernah sepi dari anak laki-laki yang selalu bermain futsal tidak perduli cuaca panas atau hujan. Bahkan terkadang di tengah jam pelajaran pun mereka masih bermain di sana jika tidak ada guru yang berjaga.
Sampai di depan kelas, gadis itu mengeluh, menyesal masuk sekolah hari ini hanya karena ujian harian.
Di dalam kelas itu hanya ada sepuluh orang dari tiga puluh siswa yang masuk, termasuk dirinya. Seharusnya dia sudah tahu itu.
Gadis itu segera duduk di kursinya, di sebelah gadis berambut pendek yang sedang tertawa dengan teman meraka di kursi depan mereka.
Alona menelungkupkan kepala di antara lipatan tangannya, demi apapun ia masih mengantuk. Gadis itu memejamkan matanya, berniat ingin tidur sebentar sebelum bel masuk berbunyi.
Tapi, percakapan tiga temannya menarik perhatian Alona. Ia masih menumpukan pipi di atas tangan yang tertekuk, menyimak percakapan itu.
"Katanya kemarin ada orang yang mati lagi dalam keadaan janggal," ucap gadis dengan rambut yang dikuncir kuda, alisnya tertekuk. Terlihat sangat serius dengan percakapan mereka.
"Dalam seminggu, udah tiga kali kejadian kayak gini. Pelaku nya pasti sama, berarti harus lebih hati-hati lagi nih."
"Manusia kadang lebih nyeremin dari setan," Arinda menanggapi, punggungnya ia sandarkan di sandaran kursi, "tapi menurut gue, dari luka yang ada di korban itu lebih mirip sama penyerangnya hewan buas gak sih?"
Ah..., sudah. Ia tidak ingin mendengarnya lagi. Gara-gara berita ini ia tidak bisa tidur nyenyak semalam, padahal cuaca sangat mendukungnya. Alona kembali ke niat awalnya, mengambil sedikit waktunya untuk tidur.
✧*✧*✧*✧*✧*✧
Suara dan gerakan rusuh dari orang di sampingnya membangunkan Alona, gadis itu mengusap wajahnya pelan sebelum menolehkan wajahnya ke samping.
"Udah bel?" Tanyanya masih dengan kepala yang ditumpukan pada meja kayu yang sudah reot itu. Ia menutup mulut, menguap kecil.
"Udah, guru piket lagi di sebelah, jangan tidur." Alona merenggangkan tubuhnya lalu menopang kepala dengan tangannya.
Hujan masih mengguyur deras di luar sana, bisa dipastikan Senin ini tidak akan ada upacara dan diganti dengan razia mendadak.
Ia melirik teman-temannya yang sibuk menyembunyikan barang-barang yang tidak boleh dibawa ke sekolah, sesekali mengusapkan tisu pada bibir, menghilangkan gincu merah yang biasa mereka pakai.
Gadis itu hampir menutup matanya lagi kalau Arianda tidak mengeluarkan suara senyaring itu, "LOH?!" Alona mendecak menoleh ke arah pandang temannya itu.
Di depan mereka, terdapat Bu Cahya dengan seorang laki-laki yang Alona tebak masih berusia awal dua puluhan membuatnya mengernyit heran.
"Selamat pagi anak-anak, di pagi hari yang mendung ini, kita kedatangan tamu perwakilan dari Universitas Circleade." Alona mengerutkan kening, tidak pernah mendengar nama kampus itu sebelumnya. Apa dari luar negeri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Degauss
FantasyDegauss means; remove unwanted magnetism. Bagaimana jika ternyata kamu adalah magnetnya dan mereka ingin melenyapkanmu? It is all your destiny, whether or not the events you mentioned earlier will not have an effect. You will still end up in this pl...