Serendipity

11 2 0
                                    

SI KUCING

Pagi yang kelam. Langit terus saja menangis. Menyebarkan kesedihan di seluruh alam. Aku tak suka dengan pemandangan ini, karenanya aku harus membatalkan rencanaku. Hari libur yang kacau.

Daripada terus meratapi nasib, aku memutuskan untuk membuka facebook untuk menghubungi temanku menanyakan tugas kelompok kami. Entah mengapa tiba-tiba aku mulai tenggelam dalam dunia maya tersebut. Melihat status yang dibuat teman-temanku. Sesekali aku tertawa sendiri karena status yang konyol maupun humor.

Aku terus membaca hingga sebuah status yang disertai sebuah foto menarik perhatianku. Aku merasa tidak asing dengan tempat yang ada dalam foto tersebut. Di sebuah ruangan dengan dinding yang dipoles dengan warna hujau muda dan putih, dengan beberapa orang dewasa yang duduk melingkar, dua anak perempuan dan satu anak laki-laki.

Ada beberapa sajian makanan di tengah-tengahnya. Aku melihatnya sekali lagi dan memperhatikan dengan seksama. Pandanganku tertuju pada seorang anak laki-laki yang duduk bersila sambil menyunggingkan sebuah senyuman. Sepertinya dia sangat bahagia, dan wajah itu seperti tak asing bagiku.

Aku terus berpikir dimana dan siapa. Hingga akhirnya aku mengakhirinya ketika ibuku memanggilku dan memintaku mengantarkan alat perkakas ke rumah pamanku yang tidak jauh dari rumahku. Sebenarnya aku malas karena langit masih saja menangis.

~

Setelah mengepak alat perkakas, kuambil payung warna hijau dan membukanya. Aku mulai berjalan menyusuri jalan setapak yang tergenang air. Ada beberapa anak kecil yang hujan-hujanan. Mereka terlihat sangat bahagia. Sesekali mereka juga melemparkan senyuman kepadaku dan akupun membalasnya. Walaupun begitu, aku terus saja berpikir mengenai foto yang kulihat tadi. Aku mencoba membuka kotak-kotak memoriku untuk mengingatnya. Karenanya aku hampir saja tertabrak sepeda yang dikendarai seorang anak yang melaju menyalipku.

Setelah melalui beberapa blok belokan, aku sampai di rumah pamanku. Aku membuka pintu dan melihat ia di depan televisi. Segera kuserahkan kotak perkakas dan berterima kasih.

"Apa kau akan langsung pulang?" tanya pamanku kepadaku. Aku mendengarnya, tetapi aku tak menjawabnya.

Pandangan dan pikiranku tertuju pada seorang anak laki-laki yang tidur di sofa. Itu anak yang hampir menabrakku tadi. Tapi kenapa ia ada di sini? Mengapa? Dan bagaimana? Banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Hingga akhirnya aku terkejut karena paman menepuk pundakku. Tanpa berbasa-basi aku langsung pamit pulang. Raut wajahnya terlihat bingung. Mungkin karena aku tidak menjawab pertanyaannya dan tingkahku yang aneh.

Walaupun sudah di jalan, pikiranku tetap melayang. Siapa dia? Untuk apa dia di rumah pamanku? Pertanyaan itulah yang selalu terlintas di kepalaku. Kucoba mengotak-atik, mencari di memoriku. Aku terus berpikir.

"Oh... Tidak... Apakah itu dia? Apa dia anak kecil enam tahun lalu?" kataku berguman tak percaya. Tapi, sepertinya itu memang nyata. Itu adalah anak enam tahun lalu. Anak yang bermain denganku namun hanya sesaat. Eric, dia kembali. Mungkinkah dia masih mengingatku atau justru sudah melupakanku? Itu sudah sangat lama.

Keesokan harinya ketika di sekolah aku langsung menuju kelas. Aku ingin menceritakan semuanya kepada Charu, temanku sejak kecil. Namun, sayangnya dia belum datang. Aku tidak sabar ingin menceritakan segalanya. Tak berapa lama ia datang. Aku segera menyuruhnya duduk dan menceritakan semuanya. Ia sepertinya juga tak percaya dengan ceritaku. Terlihat jelas dari raut wajah yang ia tunjukkan.

Teman masa kecil. Yang bahkan telah terpisah begitu lama. Berharap bisa bermain seperti tanpa beban, mengulang adegan masa lalu. Namun apa daya. Hanya bisa menatap dari kejauhan. Jangankan bermain, sekedar bertukar sapa pun tak sampai.

End ~

[End] Serendipity || One Shoot ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang