4. Senandika Awal-Mula

2 0 0
                                    

Mungkin kita perlu duduk berdua,
Ditemani secangkir kopi hitam tanpa gula
Dan Menoleh ke belakang,
Mengingat masa di mana kita belum saling mengenal,
Kemudian dipertemukan sang masa.

Saling melempar tatap dalam tanya,
Bagaimana kemudian kita saling jabat dan bertukar nama,
Hanya begitu saja dan kita berdebar bahagia,
Berharap akan ada jumpa lagi setelahnya.

Seiring waktu berjalan bersama rasa,
Kita berbagi mimpi dan asa bersama,
Berharap Tuhan Yang Maha Kuasa sudi mengabulkan doa,
Berusaha saling menerima,
Agar kita bisa menempuh hidup baru bahagia hingga badan renta dimakan usia.

Mencoba mengingat,
Bagaimana dulu kita berjuang menggapai restu ibu dan ayah yang terhormat,
Menyingkirkan sekat yang dibuat adat,
Hingga restu kemudian kita dapat.

Mengingat lagi,
Merdu dan lugasnya suara dalam satu tarikan napas,
Mengikat kita sehidup semati dalam ikrar tanpa batas,

Bagaimana air mata menetes haru bahagia,
Ketika menyambut tangan tanda bakti istri saliha,
Yang lalu dibalas kecupan penuh cinta di kepala.

Mengenang lagi,
Bagaimana debar sentuhan kali pertama yang istimewa,
Apakah masih ingat ketika kita bahkan saling merona?

Kemudian melantunkan doa dalam hening cipta,
Apapun aral melintang di depan sana kita akan tetap bersama,
Suka duka, tawa air mata, miskin atau kaya,
Kita yakin melewatinya asal kita selalu bergandengan dalam sahaja,
Dan kita saling menerima.

Mengenang lagi,
Bagaimana hati gembira ketika Tuhan memberi rahmat-Nya,
Mempercayakan kita dengan titipan-Nya yang istimewa,
Yang lalu kita sambut dengan suka cita.

Bagaimana lantunan adzan di kumandangkan,
Air mata yang menetes bahagia yang mewakilkan,
Bahwa kelak kita akan berusaha lebih keras lagi,
Agar ia yang istimewa dapat terjamin hidup dan masa depannya,

Bertahun-tahun telah berselang
Hingga badai ini datang....
Hendak merobohkan pondasi yang telah lama tertanam,
Haruskah kita goyah, dan mencela Tuhan?

Yah, seharusnya kita mengingat lagi,
Tujuan awal kita dipertemukan,
Bagaimana kita saling bergandengan tangan mewujudkan impian,
Haruskah kita bertahan dalam lingkaran egosentris tak berkesudahan,

Namun, apa segampang itu?
Tentu tidak.

Namun, bukankah kita telah melewati tahun-tahun kebelakang,
Penuh terjal, halang dan rintang,
Dan kita masih tetap bersama, berdampingan.

Yang perlu kita lakukan adalah,
Bergandengan tangan,
Bersama-sama,
Saling menerima,
Berserah pada Yang Kuasa,
Seperti awal mula.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Coretan PoetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang