01. MAAF

43 10 12
                                    

Ayumi termenung di kamar nya yang berantakan. Ucapan dokter sore tadi kembali berkelebat di pikiran, saat dokter bilang bahwa Ayumi sedang mengandung dan usia kandungannya itu sudah menginjak tiga Minggu.

Gimana bisa? Itulah pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Kenapa harus? Kenapa harus ada malaikat kecil yang tumbuh dalam rahimnya sementara dia masih sekolah dan usianya baru 17 tahun?

Apakah dia sudah siap menjadi seorang orangtua ? Tentu jawabannya adalah TIDAK. Namun, Ayumi juga tidak mungkin membunuh bayi tak berdosa ini.

Sekarang, dia benar-benar bingung harus melakukan apa. Bagaimana caranya mengobrol pada cowok itu? Bagiamana reaksi Papanya nanti?

Adisty Mareta Ayumi nama gadis itu. Orang biasa memanggilnya Ayumi . Dia memiliki Wajah cantik warisan almarhumah sang Mama membuatnya selalu ditatap penuh puja oleh banyak Kaum Adam. Malangnya, karena dia bukan berasal dari kalangan atas, banyak orang yang selalu menganggapnya rendah, tidak terkecuali mantan kekasihnya itu.

Ayumi bodoh, benar-benar bodoh. Lebih bodohnya lagi, kenapa baru sekarang dia menyadari kebodohannya?

Harusnya, dia selalu mendengarkan larangan sang Papa agar tidak pacaran dan fokus saja sekolah. Harusnya, dia tidak semudah itu termakan bujuk rayu kakak kelas yang terkenal Most Wanted di sekolahnya itu.

Seandainya dia tidak pacaran, pasti hari-harinya hanya akan disibukan dengan tugas sekolah dan berbincang hangat dengan sang Papa ketika sore hari. Seandainya dia tidak merahasiakan hubungannya pada sang Papa, pasti dia sudah putus dengan cowok itu sebelum mereka melakukan hal itu. Semua ini pasti masih bisa dicegah kalau Ayumi tidak bertindak bodoh.

Ayumi mendongak, air mata yang lancang mengalir ditepisnya kasar. Sekarang lihat, dia sedang menangis karena kebodohannya. Untuk apa coba? rasa menyesal sungguh tidak berarti jika sudah seperti ini.

Ayumi terlalu bimbang dan takut. Sungguh dia tidak menyangka jika malam di mana dia pergi diam-diam bersama pacarnya ke club Sunny ity, diberi sebuah minuman hingga tidak pingsan, lalu paginya bangun di sebuah hotel bersama sang, pacar, semua itu akan mengakibatkan dirinya hamil.

Setelah malam itu, semuanya memang berubah. Sikap pacar berubah, dari yang dulu sangat manis menjadi selalu marah-marah, hingga akhirnya mereka putus. Ayumi senang ketika hubungan mereka usai, karena itu berarti dia tidak perlu berbohong lagi pada Papanya. Namun apa, apa ini? Kenapa harus ada dia?

Di satu sisi Ayumi sedih dan takut karena hadirnya janin di rahimnya, tapi di sisi lain dia juga tidak mau janinnya itu kenapa-kenapa. Sudah banyak sekali dia melakukan dosa, dan dia tidak mau menambah dosa yang sangatlah besar untuk kedua kalinya dengan membunuh janin suci ini.

Ayumi meraba perutnya yang masih rata dengan tangan bergetar, lalu tersenyum getir. Dia berhak untuk hidup, bagaimanapun ia adalah darah darah daging nya. Ayumi janji akan selalu menjaganya sampai kapanpun.

Tok tok tok

Suara pintu terdengar diketuk, jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 20.08. Ayumi tersenyum, itu pasti Papanya, dengan cepat dia berlari untuk membukakan pintu. Namun, ketika sadar ada nyawa lain di rahimnya, dia pun memelankan jalannya karena tidak mau calon anaknya kenapa-kenapa.

Klek

"Assalamualaikum, Ayumi."
Papanya-- Arkan, tersenyum hangat pada anak semata wayangnya. Ayumi membalas senyum itu dengan riang, kemudian tangan kekar Papanya dicapai, hendak dicium.

"Waalaikumsalam Pa," jawab Ayumi ketika sudah melepaskan tangan Papanya.

"Papa kok baru pulang?"

"Papa lembur, biar gajinya lebih besar," kata Arkan sambil berjalan memasuki rumah.

Ayumi mengikuti setelah kembali mengunci pintu.

"Pa, Maira gak suka kalo Papa kecapekan, nanti sakit. Gak usah lembur lagi ya?" pinta Ayumi khawatir dengan kondisi sang Papa karena akhir-akhir ini Papanya sering sekali pulang malam.

Arkan memutar tubuhnya, kemudian tersenyum lagi sambil mengusap kepala Ayumi, Senyum itu, senyum yang tidak pernah luput dari wajahnya untuk Anak kesayangannya, meski dalam keadaan lelah atau sedih sekalipun.

"Sayang, kerja itu sudah kewajiban Papa. Lagian, Papa seneng kok ngelakuinnya. Kalo Papa rajin kerja dan gajinya bertambah, itu kan buat kamu juga, biar kamu bisa lanjut sekolah tinggi dan jadi Dokter."

Itulah harapan besar Papa Ayumi. Seorang orangtua yang pekerjaannya hanya sebagai Pekerja Kantor , sangat berharap anak satu-satunya itu kelak akan berhasil menjadi orang sukses dan membanggakannya. Namun, andai Papanya tahu jika harapannya sudah pupus, masih bolehkah dia semangat bekerja? Masihkah dia menyayangi Ayumi?

Ayumi memandang Papanya dengan mata yang berkaca-kaca. Sesak sungguh yang Ayumi rasakan saat ini. Cepat atau lambat Papanya akan mengetahui semua ini. Entah apa yang akan terjadi padanya nanti, Ayumi sudah lelah.

Arkan mengerutkan keningnya ketika melihat Anak nya  menangis.

"Loh, anak Papa kenapa nangis?",

Dada Ayumi sangat sesak sampai dia kesulitan bicara, yang bisa dia lakukan saat ini hanya memeluk Papanya erat-erat. Setelah Papanya tahu dia hamil, Ayumi tak yakin masih bisa memeluk sang Papa seperti ini.

"Sayang, Kenapa, tumben kok Ayumi nangis?"

"Ma-maaf Pa ...." ucap Ayumi disela isak tangisnya.

"Stttt ... kamu gak perlu minta maaf sama Papa, Papa baik-baik aja, Ayumi." ujar Arkan sambil mengusap kepala Ayumi dengan lembut.

"Maaf ...."

Hanya kata maaf lah yang bisa Ayumi ucapkan saat ini. Lidahnya kaku, dadanya dipenuhi rasa sesal.

YEYYYY UDAH PUBLISHED SATU PART
JANGAN LUPA VOTE KOMEN
TERUTAMA ZAHRA, DEMIA, RAISYAA, KINAN JUGA

AYUMI, Single ParentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang