Bab 1.

1.3K 151 27
                                    

Tok. Tok. Tok.

"Let, bangun!"

Arletta menarik bantal dan menutupi telinganya. Dia sudah bangun, namun masih sangat mengantuk akibat tadi malam maraton drama Korea.

"Woi, Let bangun buruan!" teriak Karel kembali. Suara ketukan yang semula masih santai, berubah jadi gebrakan yang bisa melepaskan engsel pintu.

"Iyaaaaa!" Arletta kemudian duduk. Dia menyibak selimut dan turun dari ranjang. Membuka pintu sembari menguap lebar, lalu menyandarkan kepala ke kusen dengan malas.

"Eh, gila Lo ya, ini udah jam berapa? Gue nggak mau telat gara-gara Lo, ya!" maki Karel.

"Emang jam berapa sih ini?" Arletta menoleh ke belakang, mencari letak jam dindingnya. Seketika matanya membulat melihat jarum pendek jam berada di angka tujuh, sementara jarum panjangnya sudah di angka sembilan. "Kok nggak bangunin gue dari tadi sih?!"

"Alarm di kamar Lo aja bisa bangunin orang mati, tapi Lo yang masih hidup malah masih enak-enakan mimpi!"

"Emang alarm gue bunyi?" Arletta sama sekali tidak menyadarinya.

"Emang perlu dibawa ke THT, ganti telinga baru." Karel berbalik pergi. "Lima menit Lo nggak turun, bye!"

Arletta langsung menutup pintu dan berlari ke kamar mandi. Lima menit sepertinya cukup untuk menggosok gigi dan mencuci muka. Berpakaian sebentar, dandannya di mobil aja. Isi kepala Arletta sudah dipenuhi dengan rencana darurat.

Tepat sepuluh menit, Arletta sudah turun ke bawah mencari Karel. Tapi ternyata Kakaknya itu sedang makan dengan santai. "Good morning," sapa Arletta dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.

"Mandi nggak?" tanya Karel curiga.

"Ya ... Lima menit emang sempet buat mandi?" Arletta menggaruk kepala.

"Anjir, gue punya adek gini amat. Lo nggak pernah denger ada yang bilang kalau keluar rumah nggak mandi bisa terkena sial?"

"Sorry, gue lama tinggal di Amerika." Arletta mencebik angkuh.

"Songong." Karel berdiri. "Berangkat sekarang," ajaknya.

Arletta langsung mengambil roti yang sudah diberi selai strawberry, lalu menyusul Karel dengan cepat. Untuk sementara, dia harus menjadi adik yang penurut karena membutuhkan masih peran kakaknya itu.

Di mobil, Arletta berdandan. Hanya memakai bedak tipis, merapikan alis, maskara, sedikit blush-on dan juga lipgloss. "Di sana lingkungannya enak nggak?" tanyanya.

"Asri. Banyak pohon."

"Bukan itu bego." Arletta memasang ekspresi zombie. "Maksud gue, dari sudut pertemanan. Karyawan di sana asyik-asyik nggak?"

"Lumayan."

"Lumayan itu nggak menjawab sama sekali," keluh Arletta.

"Intinya jangan sampai ada masalah sama Elang, atau magang Lo bakalan berasa di neraka."

"Elang ... siapa?"

"Manajer."

"Oh." Seketika Arletta membayangkan Elang itu memiliki perawakan gendut dengan kumis tebal nyaris menutupi bibir atas. Dia merinding.

***

"Terlambat di hari pertama magang. Lo niat kerja nggak sih? Atau karena Lo ngerasa cuma magang, nggak ada gaji tetap, makanya bisa seenaknya?"

Arletta hanya bisa menunduk saat seorang wanita mengomelinya. Entah apa jabatan wanita itu dalam divisi naungannya ini, tapi yang pasti lebih tinggi dari sekadar anak magang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang Rasa (Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang