Prolog

0 0 0
                                    

HAPPY READING

Felix berjalan melewati setiap lorong. Banyak murid berpapasan dengannya, namun tak ada satupun yang menyapanya. Begitu juga Felix, ia tak berniat menyapa seseorang meski ia tau nama orang itu. Keberaniannya tumpul setiap melihat segerombolan orang. Tapi, meski begitu Felix masih sanggup menegakkan kepalanya seperti seorang yang tak pernah tertindas.

Kala itu hari Senin. Usai upacara berakhir murid-murid berbondong-bondong memasuki kelas, namun tak sedikit juga ada yang berlari menuju kantin untuk menghilangkan dahaga. Saat itu juga matahari bersinar sangat terik, membuat siapa saja kepanasan hingga mengeluarkan keringat.

Langkah kaki Felix baru ingin memasuki kelas, namun tiba-tiba ia berhenti ketik mendengar namanya tersebut. Ia berdiri di dekat pintu seperti orang yang tengah bersembunyi. Ia menguping pembicaraan tiga orang itu.

" Hei, Felix mirip cewek, ya? " 

" Ah, ku kira juga begitu. "

" Mungkin dia homo? "

" Wah aku duduk disebelahnya, nih! "

" Mampus, kau mungkin bakal digenjot! "

" Hahahaha" Tawa tiga orang itu menggema di kelas itu.

Tett! Tett! Tett!

Bunyi bel pertanda masuk kelas berbunyi nyaring. Felix yang awalnya melipat tangan sebagai bantalnya pun terbangun. Ia mengerjap kan matanya beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk kematangannya.

Ketika sepenuhnya sadar, ternyata semua orang sudah memasuki kelas. Seperti biasa, suara orang-orang terdengar seperti gemericik air ditelinga Felix. Seperti biasa juga Felix duduk sendiri di bangku pojok belakang.

Lelaki itu mengingat-ingat. Ia memimpikan hal itu lagi. Padahal sudah hampir dua tahun kejadian itu berlalu, namun otaknya masih tak melupakan itu. Terlebih kejadian setelahnya membuat trauma mendalam bagi Felix.

Tiba-tiba seorang guru masuk diikuti seorang laki-laki jangkung. Spontan seluruh mata di kelas itu termasuk Felix sendiri tertuju pada satu objek yakni laki-laki di sebelah guru tersebut.

" Selamat pagi anak-anak. " Kata guru tersebut dan dijawab serupa oleh muridnya.

" Hari ini kelas ini kedatangan murid baru. Coba perkenalkan diri kamu. " Kata guru tersebut kepada murid di sebelahnya.

Semua pandangan tertuju pada murid laki-laki itu. Sorot mereka seolah menanti-nanti kata-kata yang akan diucapkan oleh laki-laki itu, terutama murid perempuan yang seolah sudah jatuh cinta pada pandangan pertama.

Felix tidak bisa berbohong kalau ia juga memilki sorot mata serupa. Mau bagaiman lagi? Baru pertama kali ia melihat rupa setampan itu.

" Perkenalkan namaku Alexander Matthew Ezekiel. Kalian bisa panggil Alex. " Meski singkat, semua orang dikelas itu seolah tak kecewa dengan murid tersebut.

Beda halnya dengan Felix, ia mengerutkan dahinya seolah ia sedang bertanya dalam hatinya.  'hanya begitu saja?'

" Baik, kamu silahkan duduk di bangku yang masih kosong. " Titah guru tersebut lalu keluar dari kelas.

Murid yang bernama Alex itu lantas berjalan mencari bangku kosong. Ketika matanya melihat sebuah bangku kosong di belakang, kakinya hendak menuju ke bangku tersebut namun tiba-tiba namanya terpanggil dan ia menoleh ke sumber suara.

" Alex! " Teriak nyaring seorang cowok yang letaknya tak jauh darinya.

" Duduk di sini! " Lanjutnya.

Namun teman di sebelahnya tiba-tiba berucap dengan serkas.

" Hei, jika dia duduk di sini, lalu aku akan duduk di mana?! "

" Kau bisa pindah! Duduk dengan Felix sana! "

" Ah, aku tak mau duduk dengan homo. "

" Kau ini! " Geramnya.

" Hei sudah, aku akan duduk di sana. " Kata Alex menunjuk bangku di sebelah Felix. Raut wajah Alex juga terlihat tertekan, pasalnya baru kedatangannya di sekolah ini ia malah melihat sebuah pertengkaran. Lalu Alex berjalan ke tempat tujuannya. Tanpa sepatah kata ia meletakan tasnya dan duduk.

Felix yang melihatnya pun tak bisa berkata apa-apa dan hanya diam seraya melihat keluar jendela. Namun sebelum pandangannya sepenuhnya ke arah jendela, ia melirik sekilas orang orang yang menginginkan Alex untuk menjadi teman sebangkunya. Orang itu menatap tak suka kearah Felix dan berbicara dengan teman-temannya.
Felix tak peduli dan memalingkan wajahnya.

" Kehidupan itu keras. Tak ada yang namanya hidup nyaman di dunia ini. Sewaktu-waktu, pasti ada saja seseorang yang mengganggu ketenangan ku. " Ucap  Felix dalam hatinya. Itu sudah biasa baginya. Rumor buruk, telah melekat padanya setelah kejadian itu.

⟨ TERIMAKASIH ⟩

📩 Menampung Kritik & Saran








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Future Belongs To ThoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang