"Lula?"
Pintu kayu berderak pilu saat Allie mendorongnya. Ia melongo ke dalam ruangan yang masih kelam dan belum layak pakai itu, melihat adik kecilnya sedang duduk di atas kasur memangku Coco, boneka beruang cokelat sahabat baiknya.
"Kamar ini harus dibersihkan dulu," ucap Allie sembari duduk di samping Lula. "Kau suka tempat ini?" Dada Allura serasa ditusuk dan sensasi aneh menyelimutinya saat Lula menggeleng.
"Tidak suka. Bisakah kita kembali ke London saja?"
Allie menyunggingkan senyum dan mengelus rambut hitam gagak Lula. "Rumah kita di sini sekarang. Awalnya memang akan terasa sulit, tapi lama-lama kita pasti terbiasa."
Lula tidak menjawab lagi. Jemari mungilnya memelintir bulu Coco. Anggukan pelan gadis lima tahun itu meyakinkan Allie kalau dia tidak perlu melanjutkan.
"Hei, ayo kita bereskan barang-barangmu," usul Allie kemudian.
Mereka meninggalkan kamar dan menuruni tangga ke ruang tengah di mana kardus-kardus berserakan di sudut rumah. Sebagian masih lengkap dengan plesternya sementara beberapa sudah terbuka dengan bekas guntingan.
"Hai, gadis-gadis manisku! Bagaimana kamar kalian? Kalian suka?" tanya Ibu dengan suara melengking semangat. Mata cokelat terangnya berbinar menyambut Allie dan Lula. Lula tidak menjawab dan berlalu ke bagian lain rumah. "Benar-benar penjelahah kecil," lanjut Ibu sembari menepuk tangannya di udara, membersihkan debu yang tersisa. "Bagaimana kamarmu?"
"Well, it's not bad. Bigger, and a little bit cold."
"Ayah akan menyalakan pemanas sebentar lagi. Rumah ini tua, jadi butuh sedikit usaha untuk menghidupkannya lagi. And, dengan begitu kusimpulkan kau suka tempat ini?"
"Entahlah, Bu. Maksudku, tempat ini terlihat suram. Berapa tahun rumah ini tak ditinggali?"
"Mungkin beberapa dekade? Setidaknya itu yang diberitahu Ayah. You know what makes me excited right now? Kita akan mengubah tempat ini menjadi sebuah istana yang layak. Kita akan memasang lampu-lampu gantung, wallpaper dan karpet baru, serta bantal-bantal dan gorden bercorak yang tidak akan gagal memberi napas segar di tempat ini. Kau boleh pilih beberapa yang kau mau."
Allie mengangguk dan menarik seulas senyum, tak kuasa menolak aura bahagia yang disebarkan ibunya. "I'm in, then."
Sayangnya, kenyataan tak semanis kata yang diucapkan Ibu. Keadaan rumah itu saat malam benar-benar membuat bulu kuduk meremang. Penerangan yang ada tak cukup untuk membuat rumah besar ala Victoria itu terang benderang. Kegelapan kentara sekali mengelilingi tiap sudut, ditambah dominasi cat hitam dan hijau lumut di mana-mana.
Allie mencoba yang terbaik di kamarnya yang kini tiga kali lipat lebih besar daripada kamar yang sejak kecil ditempatinya di pusat kota London. Dia menempelkan poster One Direction dan selembaran promosi film Interstellar, lalu menggantungkan lampu neon berwarna-warni di atas ranjang. Mengusir kegusaran dari dadanya tidak semudah menempelkan wajah Harry Style di lemari pakaian, karena wallpaper berpola daun bernuansa hijau gelap tak memberikan banyak perubahan. Baik untuk kamar itu sendiri ataupun suasana hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
There's Something In Lula's Room
HorrorRumah baru, suasana baru, dan Allie tak tahu harus merasa bagaimana akan perubahan drastis pinggiran kota menuju rumah tua di pedalaman Portpatrick. Malam sunyi, kertas dinding dan karpet tua, lalu ketukan di jendela membuat Allie terjaga sepanjang...