Satu

932 128 14
                                    

“  Arjuna „

☘☘☘

Pagi yang cerah, dengan gumpalan awan menghiasi birunya langit. Membuat sosok siswa yang sedang berjalan di koridor dengan kardus besar ditangannya, memandang penuh senyum kearah tanah lapang luas, yang langsung menampilkan pemandangan langit cerah yang menjadi favoritnya. Meski matanya sedikit mengernyit karena cahaya matahari yang cukup menyilaukan.

"heh Jamal, meleng aja lo jalan. Kesandung tau rasa." omel temannya yang berjalan di sampingnya ㅡ juga membawa kardus yang cukup banyak barang sitaan dari sebagian para siswa dan siswi di sekolah ini. 

Siswa itu hanya terseyum mendengar ucapan temannya, dan melanjutkan langkah menuju kelas lain untuk mengadakan sidak barang-barang bawaan para murid ㅡ yang tidak diperkenankan untuk dibawa ke sekolah.

"2-C." ujar sosok temannya, yang memiliki tubuh lebih tinggi dari yang lainnya.

Suasana riuh kelas itu pun terdengar memekik pagi ini. Pelajaran belum dimulai meski bel sekolah sudah berdering. Seketika sunyi saat tiga anggota osis yang masuk ke kelas mereka.

Para murid sudah bisa menebak hal apa yang akan dilakukan 3 anggota osis yang cukup menawan itu. Banyak dari mereka yang terlihat mendengus pasrah. Karena sungguh, benar-benar tak pernah ada bocoran kapan sidak itu dilaksanakan tiap bulannya. Hanya anggota osis dengan pembinanya yang tau.

"taro tas kalian di atas meja." ujar Jamal, sang ketua osis, usai menarik atensinya pada isi kelas itu. Ketiganya pun berkeliling tiap bangku untuk memeriksa tas para murid, adik kelasnya. Mereka menyapu bersih barang-barang bawaan yang tak penting yang harusnya tidak dibawa ke sekolah. Seperti ; Make Up, Catokan, majalah dewasa, dan lainnya diluar dari yang dibutuhkan dalam kegiatan di sekolah. Hingga Jamal berdiri dikursi belakang, dengan sosok murid berwajah datar dan cukup dingin. Penampilannya tak bisa dibilang rapih, namun tak berantakan juga.

Namun hal yang menyita si ketua osis ini adalah rambutnya yang diwarnai dengan cukup mencolok. Memang, sekolah ini memberikan sebuah dispensasi bagi yang meminta ijin untuk mewarnai rambutnya. Sekolah ini bertahap international dengan fasilitas yang cukup menjamin. Selain orang-orang dari kalangan konglomerat, ada pun dari kalangan artis memilih bersekolah di tempat yang memiliki nama Arpina High School. Jadi, untuk mereka, para artis yang meminta ijin dengan surat yang jelas akan di beri dispensasi.

"boleh saya minta surat ijinnya?" tanya Jamal sebelum memeriksa adik kelasnya yang berwajah kaku itu. Tak dapat respon dari siswa tersebut, Jamal pun langsung menggeleda isi tas anak itu demi mempersingkat waktu.

Dan yang ia dapati adalah sebungkus rokok diantara buku dan alat tulis yang tak berjumlah banyak itu. Jamal sedikit mendengus lalu menyita rokoknya, murid yang ber nametag Arjuna Asta K. itu masih bergeming seakan tak acuh dengan expresi Jamal yang terlihat cukup mengintimidasi.

"istirahat pertama temui saya dan pembina di ruang osis." tegas Jamal yang lalu beranjak bersama kedua temannya. Meninggalkan ruang kelas yang kembali ramai karena guru mereka yang masih belum datang.

"gaya lo miskin." sebuah toyoran didapatkan Arjuna saat ia baru saja membenarkan posisi tasnya.

"udah miskin bertingkah, sok-sokan di warnain rambut. Pake ngerokok lagi, najis!" berbagai umpatan pun keluar dari beberapa siswa yang mengerumunginya. Tak jarang dari mereka yang main fisik dan merusak barang-barang milik Arjuna. Namun anak itu hanya membisu, tak membalas sedikitpun, lebih kepada malas menimpali para anak manja itu.

Sampai pada istirahat pertama, Arjuna duduk menghadap si Ketua Osis dan dua temannya. Berserta pembina dan wali kelas Arjuna. Mata mereka menyidik seakan menunggu pembelaan dari bibir Arjuna yang masih membungkam sejak awal masuk.

"Arjuna, kami harus memanggil orang tuamu dan memberikan tindak kedisiplinan. Jadi tolong sampaikan surat ini untuk menemui saya besok," ucap wali kelas 2-C. Arjuna meraih surat itu tanpa penolakan, membacanya sekilas nama yang tercantum di amplop putih itu. Ia pun langsung melipat dan memasukannya kedalam saku setelahnya.

"Baiklah, kamu boleh kembali ke kelas." Tanpa basa basi Arjuna  langsung menarik diri dari ruang Osis. Menghiraukan tatapan berbeda dari setiap orang yang ada di ruangan itu.

"yaudah Jamal, Doni, Yudha, bapak pamit dulu."  Pembina dan Wali Kelas meninggalkan ruangan yang sering di pakai rapat ke panitiaan itu.

"Iya pak, terima kasih," jawab Jamal dan yang lain dengan sopan.

Mereka pun kembali bergeming sambil memandang kardus yang berisi beragam barang tersebut.

"Tuh anak tadi bisu ya?" Celetuk Yudha tiba-tiba. Mengalihkan spontan atensi kedua rekannya.

"Kalo bisu gak sekolah di sini bego, sekolahnya di SLB lah!" balas Doni sambil menjegur kepala temannya itu.

"kali aja bapak lo kurang dana, makanya modelan begitu di terima aja."

"si anjing, gak gitu juga udin." keduanya pun berdebat meski dibarengi dengan candaan. Namun berbeda dengan sosok Jamal yang masih tenggelam dalam pikirannya sambil memutar-mutar bungkus rokok yang ia sita tadi. Sosok adik kelasnya yang berwajah dingin, namun menyimpan begitu banyak kesedihan.

Sorot mata dari manik rubahnya itu terlihat  kosong, pikirnya. Bahkan terlihat sangat menderita.

"Nyet buat gue sini." Yudha langsung merebut rokok di tangan Jamal dan memasukannya ke saku celana.

Jamal hanya mendengus melihat kelakuan sahabatnya itu, ia pun beranjak untuk pergi ke kantin mengganjal perutnya yang belum terisi sarapan.

.
.
.

Suara dering telpon masuk sedikit mengusik Arjuna yang sedang menikmati tidur siangnya di pojok perpus.

Area yang jarang terjamah karena rumor-rumor buatan para murid tentang adanya penghuni gaib di sana.  Faktanya, penghuni tetap tempat itu hanya Arjuna seorang. Terlebih saat jam istirahat, siapa yang rela menghabiskan waktu ditempat keramat ini?

"Hm?" jawab Arjuna sedikit malas. Ya, memang cukup malas mengangkat telpon dari kontak yang ia namai 'orang gila' ini.

"udah makan?" tanya seseorang di seberang sana. 

"gak, males," jawabnya sengit dengan mata yang masih terpejam. 

"udah siang nanti kamu sakit."

"bukan urusan lo!"

"saya cuma khawatir."

"eh orang gila! lo bukan siapa-siapa gue, bahkan gue gak tau siapa lo! Jadi jangan sok-sokan khawatir, bangsat! Berhenti hubungin gue!" sungut Arjuna dengan meledak-ledak. Bahkan ia melupakan fakta bahwa dirinya sedang di perpustakaan. Ya, untungnya tak ada orang. 

Dengan sedikit menghentakkan kaki ia pun beranjak dari tempat favoritnya juga, menuju atap sekolah.

Menyalakan sebatang rokok dari saku celana dan berharap tak ada lagi yang menganggu ketenangannya saat ini.

Ya, untung ia masih menyimpannya di tempat lain dan anggota sinting itu tak menggeleda bagian tubuh Arjuna.

***tbc

Arjuna [JaeRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang