Awal dan Akhir

16 2 0
                                    

Dinginnya malam di Ibukota dengan segala hirup pikuk. Seorang remaja 17 tahun bernama Bella. Berparas cantik, badan semampai bak model, siapapun yang melihatnya akan langsung jatuh hati.

Sudah banyak yang berusaha mendekatinya namun ditolak mentah-mentah. Padahal dengan semua kelebihannya, ia bisa saja menggaet siapapun.

Bella baru saja putus dari pacarnya, ia berjalan tanpa tujuan di sudut kota. Hingar bingar kerumunan tidak berlaku baginya. Di keramaian justru ia merasa sangat kesepian. Ia memang sudah sering bergonta-ganti pacar, namun kali ini ada perasaan yang sulit dilepaskan. Seseorang itu telah banyak mengisi ruang kosong di hatinya.

Malam ini, Bella berusaha melupakan mantannya dengan bepergian sendirian. Ia menaiki kendaraan umum, melewati jalanan yang dulu ia sering lalui bersama dengan mantan kekasihnya. Masih teringat jelas pada hari itu, rasanya baru kemarin ia bermesraan dengan kekasihnya yang sekarang telah menjadi mantan.

Bella menikmati segelas kopi menatap kosong pemandangan ramai di taman kota. Saat sedang berjalan sendirian di taman tengah kota, seorang pemuda belia mendekatinya. Wajahnya rupawan, badannya tinggi, penuh kharismatik. Sekilas terlihat seperti model dalam majalah dewasa. Dari perawakannya bisa ditebak usia pria itu hampir seumuran.

"Sendirian saja?" ucap pria itu berusaha membuka percakapan.
"Iya" jawabku tidak mengacuhkan.
"Boleh kenalan? Aku Rafi" pria itu menjulurkan tangan, awalnya aku ragu, namun langsung ku balas.
"Bella" aku hanya tersenyum tipis.

Setelah itu, ia mengajak jalan bersama, awalnya aku menolak namun segera berubah pikiran. Rafi mengajak ke Mall terdekat dan aku menerima ajakannya lagipula untuk hari ini saja. Kami berdua mengelilingi seisi mall, banyak tempat yang kami lewati dan akhirnya kami singgah di restoran terdekat.

Sebelum duduk, ia menyiapkan kursi untukku, persis seperti yang mantan pacarku lakukan. Kami memesan makanan dan duduk berhadapan. Ia mengawali percakapan dengan basa-basi dan tentu saja kutanggapi. Aku cukup terbuka untuk orang baru.

Menghabiskan waktu berdua dengan pria lain, terasa seperti kencan. Kehadirannya seakan mengisi kekosongan dalam hatiku. Seperti angin segar yang memabukkan.

Menurutku, dia sangat baik. Dia banyak melakukan hal kecil seperti membantu membawa belanjaan, menggandeng tangan agar tidak terpisah dan meminjamkan sandalnya saat sepatuku hampir rusak.

Sekilas aku teringat mantanku dan itu membuat aku sedih. Tapi Rafi segera menyadari dan berusaha menghibur. Kesedihanku sirna saat bersamanya. Aku cukup bersenang-senang untuk sekedar melupakan mantanku.

Kami saling mengobrol, banyak hal yang kami bicarakan. Tentang cuaca hari ini, mengapa susu bewarna putih ataupun tentang sistem kerajaan lebah. Topik yang sederhana untuk menghubungkan perasaan kami. Percakapan kami mengalir sejalan dengan perasaan kami.  Tidak ada detik yang terbuang percuma saat bersamanya.

Kami saling bertukar media sosial. Kami banyak bertukar cerita. Dia bertanya apakah aku punya pacar, kujawab tidak.

"Wah, kirain punya. Sayang banget, padahal kamu cantik" ia menopang dagu tersenyum hangat. Mendengar perkataannya membuat jantungku berdegup kencang.

"Aku baru saja diputusin" jawabku tanpa sadar. Aku terdiam lama hingga Rafi membuka suara memecah keheningan.
"Gak apa-apa, cerita aja. Yang penting hati kamu lega".

Aku banyak bercerita kepadanya tentang mantanku, aku merasa nyaman saat bersama laki-laki ini. Hingga tanpa sadar aku telah banyak bicara, segera aku balik bertanya "kamu sendiri?"

"Aku gak punya, tapi kalo pacaran sih pernah. Mantan pacarmu jahat banget ya, kalo itu aku. Aku gak bakal ngelakuin itu ke kamu" tatapan tajam matanya membuat aku tersipu malu, segera aku memalingkan wajah.

Tangannya meraih rambut yang menutupi wajah.

"Kamu lucu juga ya" ujarnya seraya terkekeh. Pasti ia menertawai wajahku yang kemerahan.
"Jangan ketawa ih, gak lucu" aku berusaha mengalihkan topik.

Tangannya meraih pipi, mencubit perlahan "Jangan ngambek dong, kalo gini kan makin lucu. Lihat, kayak kepiting rebus hahahaha" Rafi tertawa menikmati aku yang salah tingkah.

Aku menepis tangannya "udah ah kalok kayak gitu, aku mau pulang"
Segera ia menarik pergelangan tangan berusaha mencegah.

"Jangan dong, maaf ya" bujuknya.
"Masih ada waktu kan? temenin aku ke karaoke yuk. Aku bayarin deh".

Setelah kami selesai karaoke, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku hendak pulang, Rafi mengantarku sampai menemukan kendaraan. Dia bilang bahaya perempuan malam-malam sendirian.

Kami berdiri di depan Mall menunggu ojek. Sudah 30 menit namun belum juga dapat. Tiba-tiba langit mendung dan hujan. Rafi menawarkan untuk berteduh di apartmennya dekat dari sini.

Aku mengiyakan karena udara dingin semakin berhembus. Hanya menghabiskan waktu 5 menit dengan jalan kaki untuk tiba di apartmen. Tempat tinggalnya berada di ujung lantai tiga. Ia membukakan pintu dan mempersilahkan masuk. Ruangannya lumayan luas dan sangat bersih. 

Melihat aku yang hampir basah kuyub, Rafi memberikan handuk. Ia mengijinkan aku untuk menggunakan toilet. Agak canggung, baru kali ini aku mengunjungi rumah orang yang baru saja ku kenal.

Kami duduk bersebelahan di kamarnya. Kami menikmati film bersama dengan cemilan yang ia sediakan. Hanya ada keheningan antara kami berdua dan suara rintikan hujan.

Ia mencondongkan badannya berusaha mendekati, tubuhku diam membeku.

"Aroma tubuhmu bikin tenang, aku boleh gak peluk kamu sebentar" tangannya meraih punggungku. Jatungku berdenyut kencang, perasaan tegang dan gugup menjadi satu.

Aku bisa merasakan hangat tubuhnya saat kami berpelukan. Perasaan aneh yang baru kurasakan saat bertemu orang asing. Aku membelai rambutnya yang sedikit basah, lembut dan halus saat jariku menjamah setiap inci.

Rafi menghentikan tanganku, segera mengarahkan ke pipinya. Hangat saat kusentuh, air wajahnya tenang. Mata kami saling bertatapan. Ia menjatuhkan badannya tepat di atasku.

Bibir kami saling bersentuhan, dingin dan lembut. Gerakan bibirnya membuat tubuhku bergetar. Di malam yang dingin ini terasa membara.

"Mau dilanjut?" ia berbisik manis di telingaku. Nafasnya terengah-engah
"Apa kamu melakukan ini ke perempuan lain?" tanyaku
"Aku bukan lelaki baik-baik, tapi aku akan melakukannya dengan lemah lembut".

Aku sedikit kecewa tapi aku ingin mempercayainya. Bagaimapun juga aku merasa kalau kehadirannya merupakan kebetulan yang ditakdirkan. Aku terjebak dalam perangkap penuh nafsu dan ingin jauh masuk kedalamnya.

Khusus hari ini malam terasa panjang, aku tidak bisa berpikir jernih. Suaranya yang seksi dan menggairahkan memenuhi otakku. Pikiranku kosong hanya ada gambaran laki-laki ini dihadapanku. Keringat kami bercampur, aroma feromon saling memabukkan.

Kami baru saja saling mengenal, tapi perasaan kami terasa sangat nyata. Gejolak cinta membakar di dada. Desahan kami beradu, sangat aneh melakukan ini padahal kami tidak saling mengenal tapi aku berharap malam tidak cepat berlalu.

Dan esoknya kami kembali menjadi sepasang orang asing. 

Terimakasih sudah membaca hingga akhir. Tolong tinggalkan komentar, kritik dan saran sangat diperlukan untuk perkembangan penulis.
Amore

Be A ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang