Javian dan Rumitnya

3.3K 394 77
                                    

Menjelang siang, bukan lagi tubuh gemulai dan rupa manis diselingi raut binal yang didapati Jaehyun. Punggung sempit yang beberapa jam lalu masih tertidur dalam dekapannya, kini tengah berkutat sibuk didapur. Selayaknya orang berwenang penuh atas asupan nutrisinya, Renjun begitu pandai membuatnya terbuai dengan aroma masakan.

Jaehyun kadang bingung, Renjun itu laki-laki, namun bagaimana bisa sosoknya menguasai seluruh bakat yang kebanyakan dimiliki wanita? Segalanya tentang Renjun, Jaehyun tidak selalu dapat mengerti. Hingga dadanya sering kali merasa penuh saat berhadapan langsung dengan Renjun beserta sifat manisnya ini.

"Saya belum belanja, jadi cuma ada ini. Gak apa-apa, kan?" tanya Renjun yang saat itu telah menyelesaikan kegiatan memasaknya.

"Iya."

Bukan maksud Jaehyun mencoba terlihat baik-baik saja, namun memang sangat baik saat Renjun menyajikan nasi dengan beberapa lauk yang memang cukup menggugah selera. Mungkin jika Jaehyun tidak melakukan olahraga rutin, ia meyakini bahwa satu atau dua tahun ke depan perutnya akan buncit. Sebab nafsu makannya memang selalu meningkat saat dihadapkan dengan masakan si manis.

"Saya sudah kirim uang untuk bulan ini. Kalau kurang bisa kabari lagi," ucapnya setelah mendudukkan diri dikursi meja makan. Renjun duduk disisi kanannya.

Helaan napas berat terdengar begitu jelas. "Uang bulanan yang kemarin juga masih banyak, buat apa sih kirim lagi? Kalau kebanyakan uang mending langsung dibakar, jangan dikasih ke saya terus," gerutu Renjun tidak terima. Bukan munafik, hanya saja, Jaehyun terlalu berlebihan dalam mengeluarkan uang. Nominalnya pun bukan main-main, itu yang selalu membuatnya berdecak jengkel.

"Lho, saya bukan ngasih ke kamu kok," bantah Jaehyun tak ingin disalahkan.

"Ya terus?"

"Saya kan sering numpang makan disini. Jadi itu untuk ganti biaya semua makanan yang sudah saya makan."

"Alasan," gumam Renjun.

"Jam tangan yang minggu lalu kamu pengen udah ada dikamar," ucap Jaehyun acuh. Kemudian memakan makanan tanpa melihat bagaimana reaksi Renjun yang lagi dan lagi berdecak jengkel.

Renjun memang selalu mendapat uang bulanan semacam yang keduanya bicarakan tadi. Namun Renjun juga dibekali dengan satu kartu yang setiap bulannya tidak pernah kosong, tentu saja pemberian Jaehyun. Menurutnya, selain bodoh, Jaehyun juga senang menghambur-hamburkan hartanya. Tapi tak apa, karena Renjun sendiri sering kali memanfaatkan hal itu untuk bersenang-senang.

"Sekretaris saya ngundurin diri. Tadinya mau cuti, tapi katanya, suaminya suruh langsung resign," cerita Jaehyun setelah menghabiskan makanannya. Tangannya tergerak mengusap sudut-sudut bibir menggunakan tisu. Berbeda dengannya, berbeda pula dengan Renjun yang hanya membalasnya dengan gumaman lirih.

"Saya lagi open rekrutmen untuk penempatan diposisi itu. Kamu ada minat?" tawar Javian.

Tak lantas menjawab, Renjun lebih memilih membereskan semua sisa mereka. Hingga selesai mencuci piring pun, dirinya belum ada niat untuk menjawab. Sejenak mereka berpandangan. Renjun yang berdiri didepan meja pantry seraya berkacak pinggang, serta Jaehyun yang perlahan bangkit dan menghampiri. Keduanya sama-sama diam.

"Kamu pikir dengan hanya lulusan sekolah menengah atas, saya bisa menduduki posisi itu?" Renjun memegang bahu tegap dihadapannya. "Dan yang paling penting, saya gak punya pengalaman kerja sedikit pun."

"Pengalaman kan bisa dicari. Masalah kamu lulusan sekolah menengah atas atau apapun itu, yang terpenting kan kamu ada niat dan semangat kerja." Jaehyun mengangkat tubuh yang lebih kecil untuk duduk diatas pantry.

"Gak segampang itu kan?" tanya Renjun remeh. Ada atau tidaknya pengalaman, Renjun tetap tidak sebodoh itu untuk tahu bagaimana dunia kerja. Dirinya yang selalu merasa kecil tidak mungkin bisa sejajar dengan mereka-mereka yang memiliki pengalaman lebih dan gelar dibelakang namanya.

Cigarette | JaeRen [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang