ALLURE
|🌊|Bulat sempurna memenuhi atmosfer gelap, kabut mendorong simpati untuk bertarung. Aksa aksi bagi mereka yang hanya berabun-abun.
Australia, Melbourne
27 Febuari"Ingatlah para murid-ku sekalian, seperti yang sudah kalian ketahui terdapat empat batu mulia negeri ini."
"Yang pertama Diamond, Ruby, Sapphire, dan Emerald." Lanjutnya.Disudut meja ada seorang wanita yang berparas elok sedang sibuk dengan sendok yang ada diantara kedua jarinya. Panggil saja Eira.
"Untuk itu dua hari yang akan datang kita akan melakukan Ceremony pembukaan Festival, yang akan dilaksanakan selama musim Gugur, Panas, Dingin, dan Semi." Tuturnya jelas.
Eira selesai dengan makan malamnya, Saat ingin izin ke kamar mandi Prof.Sagun yang merupakan kepala sekolah dari Sekolah Allure ini memberikan pernyataan yang mampu membuat Eira terdiam.
"Setiap misi akan dilakukan oleh tiga penerus batu mulia."
"Karena seperti kita ketahui, Sejarah 100 tahun yang lalu adalah masa kelam dimana batu mulia Diamond menghilang." Prof.Sagun terdiam sejenak
"Lalu, kita tidak bisa menemukan penerusnya." Lanjutnya.
Tidak tahu mengapa, Eira merasa cemas akan acara festival ini. Sebagai penerus batu mulia Ruby ia harus memikul beban yang sangat besar.
"Why me?" Dengan suara pelan. Badan yang tegak, arah wajah yang lurus kedepan, mematung memikirkan segala sesuatu yang belum terjadi.
"Ra, tenang di Allure ada Deor juga Abira" sambil memetikkan jarinya di depan wajah Eira.
Tanpa bergerak sedikitpun Eira hanya melirik mata Gege yang tadi telah membuyarkan lamunannya.
Tatapan Eira yang dingin berhasil membuat Gege kembali memosisikan lagi tubuhnya yang berada disebelah kanan Eira.
Waktu menunjukkan pukul 9 malam artinya makan malam selesai. Sebelum ditutupnya acara makan malam Prof.Sagun memberikan beberapa abahan untuk Festival kali ini.
"Untuk Deor, Abira dan Eira. Sebelum kembali ke kamar masing-masing silahkan ikut dengan Madam. Gina menuju ruangan saya."
"Terima kasih telah makan malam dengan tertib, silahkan beristirahat."
Tanpa aba-aba siswa lain antre di depan pintu keluar ruang makan. Deor, Abira dan Eira mengikuti langkah Madam.Gina ke ruang Prof.Sagun.
Abira menepuk pundak kanan Eira dan menepuk pundak kiri Deor secara bersamaan.
"Hai ganteng, hai cantik" mengangkat kedua alis nya disertai siulan setelahnya.
"Omg, kenapa abii?" Gemas Eira yang sudah lelah dengan tingkah Abira selama 2 tahun menjadi sahabatnya.
"Makin cantik aja rara, Deor juga"
"Dih!?" Melepaskan tangan Abira yang masih menempel dipundaknya.
"Deor kayak macan ya ra?" Kembali mengganggu Eira.