Masa SMP adalah masaku yang sangat menyenangkan hingga kenangan yang tidak ingin aku ingat lagi tetapi kembali muncul saat kakek dari ayah ku, yang merupakan salah satu orang yang sangat dekat denganku meninggal. Namaku Kiki dan ini ceritaku...
Suatu malam aku kembali bermimpi tentang peristiwa ketika aku masih duduk di bangku kelas dua SD peristiwa yang aku rasa merupakan awal dari "gangguan penglihatan" ku ini.
Peristiwa itu terjadi pada malam hari ketika kami sekeluarga besar hendak pulang setelah mengunjungi salah satu tanteku yang hamil yang setelah berpikir sejenak memutuskan untuk ikut bersama kami beserta suaminya.
Kami mengendarai bus dan meminta seorang supir untuk mengantar kami sekeluarga pulang pergi, sepanjang perjalanan kami semua melepas lelah dengan sedikit memejamkan mata, sunyi sekali keadaan didalam bus berbeda dengan ketika kami berangkat. Mungkin karena keadaan yang sudah menjelang magrib. Ketika hendak melewati jembatan tanpa pembatas bus yang kami naiki ditabrak oleh truk dari arah depan dan semuanya terasa goyang bus yang kami naiki nyaris kehilangan keseimbangan keadaan dalam bus yang awalnya sunyi kini sudah penuh dengan teriakan para saudaraku karena ketakutan dan kaget dengan apa yang sedang terjadi.
Aku hanya mengedarkan pandanganku keluar jendela dibawah jembatan banyak terlihat batu-batu besar beberapa diantaranya terlihat tajam, aku kembali mengedarkan pandanganku kearah belakang kulihat para saudaraku sedang saling berpegangan, berpelukan dan para sepupuku yang menangis semakin membuat ramai seisi bus saat itu. Kulihat kearah samping dan sial pintu busnya terbuka aku yang duduknya dekat dengan pintu masuk tersebut nyaris jatuh saat bus ini bergoyang kehilangan keseimbangan beruntung ibuku segera memelukku dan omku yang duduknya dekat dengan pintu tersebut dengan sigap menutupnya.
Bayangkan saja apabila sampai bus kami jatuh. Pasti tidak akan ada yang tersisa, tidak akan ada lagi penerus dikeluarga kami karena semua orang saat itu berada disana baik saudara-saudaraku yang sedang hamil, kakek nenekku, paman, bibi, tante dan omku yang pasti juga membawa serta anak-anak mereka yang saat itu masih kecil-kecil.
Para warga yang tau tentang kecelakaan yang menimpa kami segera berlarian datang untuk membantu aku mencoba berdiri namun terasa sulit karena kursi supir didepanku sedikit menjepit kakiku dengan susah payah aku bangun dari dudukku dan alangkah lemasnya lututku ketika aku melihat pak supir duduk merintih mendongakkan kepalanya dengan kaki yang terjepit serta darah yang tercetak di celana bagian lututnya.
Ibuku yang menyadari aku melihat itu segera menutup mataku dan menggandengku keluar bus. Saat melalui truk yang menabrak kami untuk menuju rumah warga yang memberi kami tumpangan untuk beristirahat dan mengobati luka, aku melihat dua orang didalam truk menunduk dengan darah yang keluar dari kepalanya beberapa warga tampak memeriksa keadaan mereka berdua. Tidak lama setelahnya aku mendengar bahwa mereka berdua sudah meninggal.
Ibuku menutup telingaku dan menggandengku menuju rumah warga itu sesampainya disana aku melihat saudara-saudaraku merintih kesakitan tidak sedikit yang menangis, beberapa diantara mereka tampak berdarah terkena pecahan kaca bus termasuk ibuku. Hanya aku saja yang tidak mendapat luka karena saat menyadari kaca bus pecah ibuku segera memeluk tubuhku menghalangi pecahan kaca mengenai tubuh kecilku.
Ibuku menyuruhku tidur sembari mengobati luka-lukanya. Aku berbaring dipangkuannya menghadap jalan, aku yang masih kecil tidak paham tentang apa yang terjadi, aku mencoba memejamkan mata namun sesuatu di seberang jalan menarik perhatianku suatu benda putih di jemuran. seprai pikirku setelah melihatnya, aku yang polos teringat ucapan ibuku bila sudah kering jemuran itu harus diambil kalau tidak nanti lembab
Aku pun menanyakannya ke ibuku seraya menunjuk benda yang kulihat "itu ada seprei putih kok tidak diambil emang belum kering ya??"
Ibuku justru terlihat bingung dan sedikit memicingkan matanya menatap apa yang sedang kutunjuk "seprei yang mana tidak ada apa-apa"
Aku tetap bersikeras dan terus menunjuknya "itu yang di seberang jalan sana seprai yang warnanya putih itu bu"
Seorang warga menghampiri kami berdua dengan membawa ember berisi air dan kain, warga itu terlihat bingung dengan tingkahku dia hanya menjawab "kamu tunjuk apa tidak ada seprei ndok" (panggilan orang jawa untuk menyebut yang lebih muda)
"itu loh ada" ucapku terus menunjuk
Warga itu terlihat semakin bingung dan bicara ke ibuku sebelum meninggalkan kami "Anakmu ini lihat apa to... rumah di seberang jalan itu rumah kosong sudah 3 tahun ditinggal pemiliknya"
Ibuku terlihat pucat dan kemudian menarik tanganku yang sedaritadi menunjuk, diletakannya menutup mataku seraya berbisik "kamu tidur aja ya".
Sampai kini pun aku masih tidak begitu yakin dengan apa yang kulihat di malam itu. Sejak bayangan tentang kejadian itu terlintas aku mulai melihat hal-hal yang tidak seharusnya, suatu minggu pagi seperti biasa ibuku masak dan aku membantu mencuci piring namun perhatianku teralihkan saat aku melihat sosok pria berlalu tepat disampingku menuju kamar adikku, yang dengan reflek aku memanggil bapakku sambil terus menatap pintu kamar adikku yang setengah tertutup (karena aku pikir bapaklah yang masuk) "Pak... pak..." Namun alangkah kagetnya aku bapakku menjawab dari luar rumah "iya kenapa??"
Seketika itu aku diam dan memutuskan untuk melanjutkan aktivitasku walau masih terpikir "yang kulihat barusan itu apa", setelah kegiatanku selesai aku langsung mengecek kamar adikku tidak ada apa-apa disana hanya ada adikku yang sedang tertidur. Aku berfikir sejenak dan mengingatnya sosok itu dia terlihat seperti kakekku yang sudah meninggal.
Aku menceritakan apa yang aku lihat kepada kedua orangtuaku namun mereka tidak percaya dan malah menuduhku mengada-ada namun aku tetap kekeh dengan yang aku lihat dan akhirnya menyerah percuma saja mereka tetap tidak percaya padaku. Walau pada akhirnya aku mendengar bisikan mereka "masa bisa, kan dulu sudah ditutup".
