Park Chanyeol, digadang-gadang sebagai devinisi nyata apa itu kesempurnaan, semua orang yang melihatnya akan mengatakan betapa tuhan dalam waktu terbaiknya memilah-milah bagaimana Chanyeol akan tumbuh sebagai manusia. Tetapi Chanyeol tak pernah mengiyakan apa yang orang lain katakan tentangnya. Ia tak merasa sempurna. Walau orang banyak mengagumi wajah tampan nan rupawannya, banyak yang jatuh cinta akan tubuh atletis dan tinggi semampainya, suara bass yang dalam, dan kekayaan yang melimpah, nyatanya Chanyeol tak terlalu setuju dengan kalimat sempurna pada diri yang disematkan.
Bagaimana ia bisa mau dikatakan sempurna jika hatinya terisi kekosongan, tiap hari Chanyeol jalani hidup seperti lembar kertas kosong tak tersentuh. Terlalu datar, terlalu putih, sangat kosong. Ia di puja namun hidupnya tak seindah pikiran mereka yang memuja. Omong kosong dengan mobil mewah bermerek, omong kosong akan perusahaan orang tuanya yang nanti akan ia pegang. Kalau semua itu bisa membuatnya bahagia tidak mungkin ia akan meninggalkan tanah kelahiran dan memilih hidup di tanah barat, kota pusat dunia, New York. Tanah kebebasan. Mencari apa itu rasa damai dari bebas mengekspresikan diri tetapi sampai enam tahun ini Chanyeol belum sembuh dari kekosongan hidup. Sia-sia? Chanyeol mulai merasa seperti itu.
Dengan langkah panjang Chanyeol memasuki rumah sakit ternama di negara tersebut, mendekatkan handphone pada telinga kirinya ia menyapa seseorang di sebrang.
"Hyung aku sudah sampai, kau di mana?"
Bukan jawaban yang ia dapat malah umpatan yang menyambut.
"Shit! Jangan menelphone dulu Chan, aku sedang dalam masalah sekarang!"
Chanyeol dengar seseorang yang ia panggil hyung itu seperti tengah mengejar sesuatu, dengan menyebut nama ....
"Baekhyun jangan lari!"
Who Baekhyun? Orangkah atau hewan?
"Yak Park Chan Yeol tahan dia!"
Sudah tidak lagi teriakan dari sambungan telephone, kali ini lebih nyata. Begitu menoleh ke sebelah kirinya, datang dari arah lorong rumah sakit Chanyeol melihat Yixing, orang yang ia telephone sedang berlari bersama dua perawat lainnya mengejar pria pendek dengan pakaian rumah sakit, bertelanjang kaki menuju arahnya berdiri.
Chanyeol tak bergerak diawal-awal sebab bingung apa gerangan yang sedang terjadi. Tetapi begitu sosok pemuda yang dikejar dengan rambut pink pastel telah berjarak cukup dekat dengannya, disambung teriakan Yixing untuk menangkap pemuda itu, Chanyeol dengan sigap menangkap pemuda yang lari itu.
Menahan pinggang si pemuda yang meronta-ronta melepaskan diri.
"Yak lepaskan!" Pemuda pendek itu berteriak dengan bahasa yang sama seperti Chanyeol, berusaha melepaskan diri dengan memukul tangan Chanyeol yang tengah memeluk pinggangnya.
"Chanyeol tahan tangannya!" Yixing yang sudah berada di dekat Chanyeol langsung memerintah. "Berikan suntikan penenang!" Perawat yang baru tiba juga langsung di perintah Yixing. Lalu perawat tersebut memberikan suntikan penenang kepada pemuda yang ditahan Chanyeol, secara perlahan pemuda berambut pink pastel itu mulai melemah rontaanya, perlawanan dari pemuda itu berangsur-angsur hilang sampai tak terasa lagi.
"What happened?" tanya Chanyeol pada Yixing.
"Nanti saja aku jelaskan, kau tolong bawa dia dan ikuti aku cepat." Chanyeol melotot tak percaya kala Yixing menyuruh membawa laki-laki dalam pelukannya ini, begitu akan mengeluarkan protes Yixing sudah lebih dulu berjalan bersama perawat lain yang tak merasa bersalah meninggalkan seorang pasien mereka untuk ia bawa, padahal ia juga seorang pengunjung di rumah sakit ini.
"Akh sial!" Mau tak mau Chanyeol terpaksa mengendong bridal laki-laki yang entah kenapa sangat ringan, seperti bukan laki-laki saja. "Apa-apaan ini, wajahmu seperti perempuan, benar kau laki-laki?" komen Chanyeol ketika memperhatikan dengan jelas wajah laki-laki yang ia gendong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me Till The End [CHANBAEK]
FanfictionSeandainya saja mereka bisa bertemu lebih awal, mungkin rasa sakit tak akan seberapa pilunya. ▪▪▪▪▪▪ ● REBORN 2022 ● Chanbaek Fanfiction ● Original Story By @Dalbich_Dap ● RE-PUBLISH ● CERITA PENDEK ● END