[Prolog] Hirap

3 1 0
                                    


"Huh, untung nggak telat," ucapku seraya melirik jam di tanganku. Aku masuk melewati gerbang utama, menyusuri setiap koridor sekolah.

Namaku Alana, singkat, padat, sudah pasti jelas. Aku lahir saat ibu sedang melahirkan. Dan aku dibesarkan juga dilahirkan di Bandung. Aku terlahir dari keluarga biasa saja, tidak seperti mereka. Beruntung aku bisa masuk ke sekolah ini, karena otakku yang lumayan. Iya, lumayan gobl*k. Ngomong-ngomong sudah dua minggu terakhir ini aku menyukai seseorang, namun--

Aku memematung, menatap dua orang tengah asik berbincang dan juga tertawa bersama. Mereka seperti terlihat bahagia.

"Alana!" teriak seseorang dari belakang, membuyarkan lamunanku dan menoleh ke arah sumber suara.

"Lo otw gak bilang-bilang, woi!"

Dia Ica, teman baruku di sekolah. Kebetulan dia pindahan dari jakarta, jadi wajar saja jika cara bicaranya masih ke jakarta-jakarta-an.

Kita jalan beriringan, kebetulan kelasku dan Ica memang di ujung. Namun, tidak menyeramkan. Justru paling enak, jarang sekali guru yang lewat.

"Lana juga baru sampe, Ca. Tadi kesiangan. Gara-gara semalem tidur malem banget," jelasku pada Ica.

"Tumben lo tidur malem, ada apa?"

"Emang kamu lupa, Ca? Sekarang kan deadline tugas matematika," jawabku.

"What the f*ck!" teriak Ica memukul meja, membuat aku tersentak kaget. "Kok, lo gak bilang, Alana?"

Aku terkekeh pelan. Tak terasa kita sudah berada di dalam kelas.

"Santai, Ca. Aku kasih liat, nih." Aku duduk dan membuka tasku, lalu mencari buku matematika milikku. Setelah beberapa kali aku cari, namun nihil. Buku itu tidak juga aku temukan.

"Bentar, Ca. Buku aku kok gak ada, ya?" Aku masih membolak-balik tasku, merogoh satu-persatu bagian. Mencari bukuku yang tak kunjung aku temukan.

"Yang bener lu, Na?"

Aku mengobrak-abrik tasku, namun hasilnya tetap nihil. Aku mencoba mengingat-ngingat, apakah semalam aku lupa memasukkannya?

Aku menghadap ke arah Ica, lalu memegang bahunya. "Ica! Buku aing ketinggalan jingan!" teriakku sambil menggoyangkan bahu Ica kencang.

"Alana!"

Aku menoleh ke arah sumber suara, dua sejoli yang tadi tengah tertawa kini tengah berjalan berdampingan, menghampiriku yang tengah duduk bersama Ica.

"Apa, euy?" sahutku.

"Aku baru jadian sama Luthfy, ya gak, fy?"

Bagai tersambar petir, aku memaksakan senyumku. Sebisa mungkin aku merubah mimik wajahku.

"Demi apa? Kok gak tau kalian deket sih?" tanyaku dengan wajah yang dipaksakan ceria.

"Iya bener kata Lana, kok gak ngasih tahu," sahut Ica.

👑👑👑

Dari sini kisah ini akan dimulai. Perlahan-lahan, rasa yang terpendam pasti akan terbongkar. Hancurnya sebuah hubungan, serta masalah yang menimpa membuat dunia seperti roboh.

"Aku tahu, memilikimu itu tidak mungkin. Mengucapkan apa yang aku rasakan juga tidak mungkin. Maka dari itu, semuanya akan aku pendam sendirian."

Alana.

Hirap [ Aku, kamu dan semua anganku ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang